Festival 10.000 batang Lamang Baluo dan 10.000 Bakcang yang terlaksana atas kerjasama perpaduan antara masyarakat Minang dan masyarakat Tionghoa Padang sudah usai. Dengan mendapatkan penghargaan dari MURI. Selain memecahkan rekor Muri, Festival 10.000 Bacang dan Lamang Baluo yang digelar di Kawasan Kota Tua, Jalan Batang Arau, Padang, juga menjadi sejarah di Indonesia.
Untuk pertama kalinya, dua budaya yang berbeda antara Tionghoa dengan Minang disatukan guna memecahkan rekor Muri. “Ini sejarah di Indonesia, dua budaya berbeda disatukan dan memecahkan rekor Muri. Ini diharapkan bisa menjadi contoh keberagaman dalam kerukunan,” kata Raseno Arya, dari Kementerian Pariwisata RI, di sela-sela pembukaan Festival Bacang dan Lamang Baluo, Kamis (6/6/2019).seperti dilansir oleh Kompas.com
Tanpa mengecilkan arti penghargaan dari MURI, perlu dikaji betapa festival kuliner yang berhasil diselenggarakan dengan sukses, atas kerjasama antara dua etnis yang berbeda suku, budaya dan agama, ada hal yang tak kalah pentingnya, yakni kerja sama antara dua etnis yang berbeda yakni Masyarakat Minang dan Masyarakat Tionghoa Padang.
Secara logika, tidaklah mudah untuk menjalin kerja sama antara dua masyarakat yang berbeda dalam banyak hal. Apalagi melibatkan begitu banyak orang.
Dalam etnis Tionghoa sendiri terdiri dari latar belakang yang berbeda. Hal ini dapat dibuktikan dengan adanya Kongsi (Kumpulan) HBT dan HTT yang dulunya bernama Heng Beng Tong dan kemudian menjadi Himpunan Bersatu Teguh, serta Hok Tek Tong menjadi Himpunan Tjinta Teman. Ada 2 Organisasi induk dari etnis Tionghoa Padang ini, masih terbagi lagi dari berbagai Marga, umpamanya “Marga Tjoa/Kwa, Marga Lie , Marga Gho, Marga Tan dan seterusnya. Masih ada lagi Kumpulan sosial yang bernama Santo Yusup.
Dapat dibayangkan bahwa niat untuk mengadakan kerja sama dalam Festival Kuliner yang melibatkan ratusan orang dari berbagai pihak dalam segala keberagaman bukanlah perkara mudah.
Daerah Pondok, Kelenteng hingga ke Jalan Batang Arau, sudah sejak lama dikenal sebagai Kampung Tionghoa. Termasuk Pasar Tanah Kongsi yang merupakan Pasar Pagi warga Tionghoa Padang, di mana dulu Penulis pernah tinggal selama bertahun-tahun dan menjadi Penjual Kelapa disini. Yang berjualan dan berbelanja disini terdiri dari berbagai etnis
Di samping Kampung Tionghoa terdapat Kampung Keling yang lokasinya di dekat Masjid. Terus ke utara ada Kampung Nias dan Kampung Jawa. Walaupun terdapat nama-nama Kampung yang berbeda, namun dalam kehidupan keseharian, masyarakat dari berbagai etnis sudah sejak lama hidup membaur. Dalam berinteraksi menggunakan bahasa Minang.
Tidak ada yang berbicara dalam bahasa Mandarin, bahasa India ataupun bahasa Nias. Seluruh warga Padang sejak dari kecil berbicara dalam bahasa Padang tanpa ada instruksi ataupun perda perdaan. Hal ini tentu saja merupakan jembatan yang mempertautkan seluruh etnis yang berbeda menjadi masyarakat Sumatera Barat.
Dukungan Dari Kementerian Pariwisata RI dan Pemerintah Provinsi Sumatera Barat ,serta Pemerintah Kota Padang
Bak Gayung Basambuik niat dari masyarakat Tionghoa Padang, ternyata mendapatkan dukungan sepenuhnya dari Kementerian Pariwisata RI. Pemerintah Provinsi Sumatera Barat dan Pemerintah Kota Padang sehingga impian untuk menyelenggarakan Festival 10.000 Bakcang dan 10.000 Lamang Baluo, berhasil dengan sukses bahkan mendapatkan penghargaan dari MURI.
Menurut salah seorang aktivis, Asro Sikumbang Minangkabau yang sudah sejak lama aktif dalam berbagai kegiatan budaya Minang dan Silek, kerja sama ini merupakan hal yang sungguh patut disyukuri. Asro bertugas di Dinas Kebudayaan Provinsi Sumatera Barat Karena membuktikan bahwa perbedaan dalam segala keberagaman antara masyarakat Minang dan masyarakat Tionghoa Padang sungguh patut di viralkan dan menjadi contoh bagi daerah lainnya. Asro juga mengirim video kegiatan sejak dari awal,berlangsung tanggal 6 Juni dan 7 Juni 2019
Dibutuhkan 600 Kilogram Beras Pulut Menurut salah seorang anggota Panitia, Margriet Gho Hong Liu yang ikut dalam mempersiapkan Bacang dibutuhkan sekitar 600 kilogram beras ketan dan 220 ekor ayam.
Dapat dibayangkan betapa rumitnya mempersiapkan segala sesuatunya. Belum lagi mempersiapkan Lamang Baluo yang juga tidak mudah membuatnya.
Namun dengan niat baik dan tekad untuk bersama sama membangun Sumatera Barat, serta didukung oleh Pemerintah, maka semuanya dapat terlaksana dengan sukses
Festival Bakcang dan Lamang sudah Usai, namun di sisi lain telah menorehkan dalam sejarah Indonesia bahwa Sumatera Barat telah membuktikan bahwa perbedaan Etnis tidak harus menjadi petaka, malahan dapat menjadi berkah bagi daerah, asal saja sama-sama memiliki niat baik.
Perbedaan sesungguhnya adalah sebuah berkah, tapi bila tidak disikapi secara bijak, dapat berubah arah menjadi sebuah kutukan yang akan menghancurkan siapa saja.