Tidak ada yang tahu apa yang akan terjadi di hari esok
Berbagai peristiwa alam, seharusnya menjadikan manusia semakin arif dalam memaknai kehidupan. Bahwa apa yang dimiliki hari ini, boleh jadi esok hari sudah tidak ada lagi. Peristiwa yang masih segar dalam ingatan kita, seperti gempa bumi, tsunami, banjir badang dan kecelakaan pesawat, harusnya membuat orang semakin sadar diri. Bahwa kalau merasa diri kaya dan hebat, ya disyukuri dan bila memungkinkan dimanfaatkan untuk membantu meringankan derita orang lain. Jangan malah digunakan untuk menghina orang miskin.
Sebagai orang yang pernah merasakan hidup dalam kemiskinan selama tujuh tahun, saya dapat merasakan amat sangat, betapa menyakitkan rasanya mendengarkan kata-kata yang melecehkan orang miskin.
Berbagi Cuplikan Pengalaman Hidup
Lama saya berdiri di depan pintu pagar yang tingginya 2 meteran. Sudah dua kali saya pencet bell, namun yang menjawab adalah suara gonggongan anjing. Karena sudah hampir 20 menit menungggu, sementara masih banyak lagi yang harus diantarkan, maka saya memberanikan diri ,untuk menekan tombol bell sekali lagi Dan menunggu…….
Syukurlah akhirnya pintu dibuka dan seorang mbak tampak mengintip di balik pintu dan bertanya “Cari siapa pak?”, “Saya mengantarkan bingkisan Tahun Baru untuk Bapak” Jawab saya singkat
Pintu dibuka dan saya diijinkan masuk. Sementara dari arah dalam rumah, masih terdengar suara anjing menyalak. Setelah bingkisan saya serahkan ke si mbak, saya minta tanda terima nya. Namun si Mbak menjawab ”Aduh ,maaf, saya nggak bisa baca tulis. Ntar saya tanya Bapak yaa”
Selang beberapa saat, seorang pria keluar dari ruangan rumah dan berteriak “Tanda terima apa? Kalau kamu tidak percaya ,bawa pulang saja bingkisan itu.Saya tidak butuh. Kamu tuh, tengok orang dulu dong, jangan sembarangan minta tanda terima segala. Kamu cuma pesuruh, tau“, kata si Boss dengan suara keras dan wajah berang.
Saya hanya bisa terdiam ….dan meninggalkan rumah megah itu dengan hati galau…. Padahal si Boss bukannya tidak kenal saya, karena sesungguhnya, masih ada hubungan kekeluargaan. Namun biasalah mana ada orang kaya, yang mau mengaku ada hubungan kekeluargaan dengan seorang pesuruh… Saya hanya dapat menarik nafas dalam dalam…… Saya memahami bahwa saya hanya seorang pesuruh, yang bertugas mengantarkan barang …..
20 Tahun Kemudian
Saya sedang duduk di Kantor yang berlokasi di Jalan Niaga. Saya bukan lagi seorang pesuruh. Berkat perjuangan hidup, doa dan kerja keras, didampingi istri tercinta, yang selalu setia. Hidup kami berbuah total. Kini saya adalah seorang Pengusaha. Atau lebih keren lagi, seorang Eksportir Kopi yang memiliki A.P.E (Angka Pengenal Eskportir) nasional.
Tiba-tiba sekretaris saya masuk dan berkata “Maaf pak, ada tamu yang mau bertemu. Boleh saya silakan masuk?”
“Ya boleh-boleh “ Jawab saya.
Di hadapan saya berdiri serorang pria dengan wajah lusuh. Sesaat saya tertegun. Namun cepat saya sambut uluran tangannya. Pria ini berkata ”Masih ingat saya Effendi? Kita masih ada hubungan kekeluargaan”
“ Oya ya Om, masa saya lupa. Apa kabar Om? Gimana usaha maju?” tanya saya
Si Om diam dan tertunduk. Menghela nafas dalam dan kembali terdiam. Saya dapat merasakan kegalauan hatinya. Karena berhadapn dengan orang yang dulu, pernah dibentak-bentak dirumahnya.. Untuk memecahkan kebekuan suasana, saya tanya lagi ”Maaf,Om mau minum Kopi atau teh?”
“Nggak usah Effendi, perusahaan Om sudah bangkrut. Bahkan rumah dan semua kendaraan sudah di bawah pengawasan bank. Om malu tinggal di Padang lagi. Mau ke Jakarta, numpang di rumah keluarga, tapi untuk ongkos saja sudah tidak ada lagi………. Seluruh rekening Om sudah dibekukan oleh bank…..”
Kami sama sama terdiam….. Saya jatuh kasian menengok si Om yang dulu gagah dan bertubuh tegap. Kaya raya. Pemegang HPH (Hak Penebangan Hutan), ternyata terlibat masalah. Kalah perkara dan seluruh hartanya diisita
Dengan pandangan mata sangat berharap si Om menatap wajah saya dengan pandangan mata yang redup. Sungguh tidak tega saya memandangnya lama-lama. Saya isikan sesuatu di amplop dan kemudian saya berikan kepada si Om. “Maaf Om, Cuma sedikit, tapi cukup untuk biaya ke Jakarta”, kata saya. Dengan tangan gemetaran si Om menerima amplop dan berkali-kali mengucapkan terima kasih dan pamitan.
Pelajaran Berharga Bagi Saya
Jangan pernah memandang remeh orang miskin, karena hidup ini bersifat dinamika. Bergerak dari waktu kewaktu dan dari satu sudut kesudut lainnya, Orang yang berdiri dihadapan kita, hari ini adalah seorang kuli, tapi 20 tahun lagi ,mungkin ia sudah jadi seorang pengusaha, Sebaliknya yang hari ini berbangga diri sebagai boss besar, jangan lupa, suatu waktu bisa saja posisi ini menjadi terbalik.
Belajar dari pengalaman sendiri, akan menghadirkan pemahaman akan arti dan makna kehidupan. Namun alangkah baiknya bila kita juga membuka mata dan hati untuk belajar dari kegagalan hidup orang lain. Karena akan melahirkan butir-butir pencerahan dalam diri kita. Agar jangan pernah mengulangi kesalahan yang telah dilakukannya dan terperosok pada lubang yang sama.
Menertawakan Nasib Orang Adalah Sebuah Kenistaan
Menertawakan kejatuhan atau kehancuran orang lain, adalah sebuah kenistaan yang dilakukan oleh seorang manusia. Sangat bertentangan dengan harkat kemuliaan yang seharusnya jadi ciri-ciri keistimewaan manusia sebagai makluk ciptaan yang mulia. Namun kita wajib belajar dari setiap kejadian dalam hidup ini, karena hidup adalah proses pembelajaran diri tanpa akhir.
Semoga tulisan ini, walaupun ditulis berdasarkan cuplikan pengalaman hidup, yang sudah berlangsung cukup lama namun diharapkan, esensial dari tulisan ini, tetap dapat dipetik manfaatnya.. Setidaknya menjadi alarm atau pengingat bagi kita semuanya. Agar jangan pernah meremehkan orang lain, siapapun adanya. Kalau kita diberikan kemudahan dan hidup berkecukupan, maka patut disyukuri, tanpa harus memandang rendah pada orang lain. Kalau tidak bisa menghargai orang, setidaknya jangan menghina.. Itulah yang selalu saya tanamkan dalam diri saya dan keluarga
Jangan lupa, orang yang saat ini berdiri di depan kita, mungkin hanya seorang pesuruh, tapi boleh jadi 10 tahun lagi, nasibnya berubah dan menjadi pengusaha. Sebaliknya,orang yang hari ini berdiri dengan angkuh di atas mimbar, kaya raya dan berpengaruh, boleh jadi kelak akan menjadi gembel. Hidup ini penuh dengan misteri, bahkan mungkin saja hari esok, bukan lagi milik kita. Karena itu untuk apa menyombongkan diri?
Tjiptadinata Effendi