Dalam perjalanan hidup ini ada begitu banyak hal yang terjadi, tidak sesuai dengan harapan kita. Bahkan tidak jarang yang terjadi justru bertolak belakang dengan apa yang diharapkan. Yang bilamana tidak disikapi secara bijak, akan memojokkan diri kita menjadi stress berkepanjangan Karena apa yang terjadi yang tidak dapat kita kontrol, bahkan tak urung setiap hari, kemungkinan kita akan bertemu dengan masalah masalah hidup yang tidak sesuai, bahkan mungkin saja bertolak belakang dengan falsafah hidup yang kita yakini.
Secara pribadi, saya sudah berusaha untuk menjadi orang baik. Tapi hingga usia melewati tiga perempat abad, saya belum lulus untuk dapat disebut orang baik.
Kalau kita mau berbicara jujur, sebesar apapun hasrat hati untuk menjadi orang baik, selalu ada pertentangan dalam hati kita sendiri. Mulai dari hal-hal yang tampak sepele, yang bila dibiarkan berlarut, akan semakin meruyak dalam diri kita. Contoh sangat sederhana, pagi-pagi kita tersentak bangun, karena musik tetangga yang hiruk pikuk. Mendadak sontak kita naik darah dan tanpa perlu inspirasi, lahirlah sumpah serapah dalam rangkaian kata-kata yang tidak terdapat dalam kamus manapun. Akibatnya, kemarahan menyebabkan kita lupa bahwa pagi itu kita belum berdoa dan kita sudah mengawali hari indah dengan hati yang tercemar kemarahan.
Tidak Mudah Berdamai Dengan Diri Sendiri
Untuk menciptakan kemarahan, tidak perlu bersusah payah. Cukup berpikiran negatif “tetangga kurang ajar, mentang-mentang kaya…dan seterusnya”. Maka aroma kemarahan akan memuncak dalam diri kita.
Tapi untuk berdamai, kita butuh waktu, minimal beberapa puluh detik.Tarik nafas dalam dalam dan bersyukurlah, bahwa telinga kita ternyata masih bagus, karena bisa mendengarkan musik tetangga.
Coba bayangkan, seandainya bunyi musik sekeras apapun, tidak dapat membuat kita terbangun? Begitu rasa syukur, bahwa kita masih hidup, maka tensi kemarahan yang tadinya sudah mencapai titik ledak, mulai mereda dan kita kembali tersenyum, menyaksikan sinar mentari yang mengintip dari balik gorden jendela. Kita sudah berdamai dengan diri kita.
Berdamai Dengan Diri Berarti:
- Jauh dari kemarahan
- Jauh dari rasa kebencian
- Terbuka untuk toleransi
- Jauh dari rasa iri
- Jauh dari prasangka buruk terhadap orang lain
Orang harus mampu berdamai dengan dirinya sendiri, sebelum mampu berdamai dengan orang lain. Orang yang menyimpan dendam dan kebencian di dalam hatinya, mustahil dapat berdamai dengan dirinya, sebelum ia mampu mengikhlaskan dan melepaskan diri dari belenggu kebencian.
Bukan Berarti Kehilangan Jati Diri
Berdamai bukanlah berarti kita kehilangan jati diri, melainkan menerima, bahwa orang lain berhak berbeda dengan kita. Bersedia dengan rendah hati masukan dari orang lain, yang walaupun berbeda dalam segala hal dengan diri kita.
Bila mana memang ada hal-hal yang patut dijadikan contoh, maka tidak ada salahnya, kita belajar daripadanya. Bila tidak sesuai dengan prinsip hidup kita, maka kita hargai perbedaan, namun tetap menjadi diri kita sendiri. Berdamai, tidak harus kehilangan jati diri.
Kemarahan dan Kebencian Akan Menghadirkan:
- Kepahitan hidup
- Suasana hati yang selalu galau
- Tidak pernah merasakan kebahagiaan
- Tidak dapat menikmati hidup dengan damai
Refleksi Diri
- Berikan waktu kepada diri untuk melakukan introspeksi diri
- Jangan biarkan pikiran negatif menguasai hati kita?
- Jangan biarkan masalah hidup menyebabkan kita jadi apriori
- Terimalah kenyataan bahwa hidup memang penuh masalah
- Sadar diri bahwa bila tidak ada lagi masalah, berarti hidup kita sudah selesai! Life is a problem, No problem means life is ended.
Yang Dapat Dilakukan Adalah Mengontrol Diri
Kita tidak mungkin dapat mengontrol keadaan yang memang harus terjadi tapi yang dapat dilakukan adalah mengontrol pikiran kita, Mengontrol pikiran kita, berarti kita sudah dapat mengontrol diri sendiri. Passwordnya adalah, begitu bangun pagi, maka ucapkanlah “Puji Syukur kepada Tuhan, saya masih hidup!”
Tjiptadinata Effendi