Hidup tidak selalu mulus .Tidak jarang terjadi, kita sudah berusaha agar jangan pernah menganggu orang lain, ternyata justru kita yang diganggu. Bukan hanya sekedar menyebabkan rasa tidak nyaman, tapi bahkan melukai hati secara mendalam. Menyimpan dendam adalah sebuah hal yang tidak hanya merusakan hati kita, tapi juga sangat menganggu kebahagiaan hidup. Karena dendam membuat energy kita terkuras, menyebabkan susah tidur dan gelisah.
Dari sosok yang awalnya lemah lembut dan penuh kasih sayang, akibat menyimpan dendam, dapat mengubah prilaku seseorang,menjadi pemberang. Jelas bukan hanya merugikan diri sendiri, tapi menyebabkan suasana keharmonisan rumah tangga menjadi rusak.
Memaafkan dan Melupakan
Salah satu kalimat yang indah dan enak didengar adalah: “Berdamailah dengan diri sendiri’, untuk menghidari diri dari jeratan stress. Akan tetapi seperti biasanya, mengatakan sesuatu jauh lebih mudah, daripada mempraktikkannya dalam kehidupan nyata. Karena didalam diri kita, ada dua kekuatan dahsyat yang tidak selalu sejalan.
Bahkan tidak jarang bertolak belakang. Ketika pikiran mampu menganalisa sebuah persoalan yang menimpa diri kita dan mampu menerima, bahwa memang sudah seharusnya terjadi begitu, namun hati kita belum tentu siap menerima kenyataan pahit.
Ada banyak contoh contoh hidup yang dapat dijadikan renungan diri dan pelajaran berharga bagi diri kita. Misalnya, bila kita sudah dikhianati oleh sahabat baik kita, bahkan sudah menyebabkan kita dan keluarga hidup sengasara. Kemudian yang bersangkutan, datang mohon maaf, maka pada saat itu terjadilah perang dalam batin kita.
Pikiran mengatakan: “Ya sudahlah, karena ia sudah minta maaf, ya dimaafkan, karena tidak ada manusia yang tidak pernah berbuat kesalahan”.
Tetapi hati kita yang sudah pernah mengalami luka yang menggangga, tidak semudah itu dapat menerimanya. Kalaupun akhirnya, mampu berdamai dengan diri sendiri dan memaafkan pelakunya, namun kalau mau berbicara sejujurnya, tidak mungkin lagi menyambung persahabatan yang sudah terputus. Karena jurang yang diciptakannya sudah terlalu lebar dan mendalam.
Pengalaman Pribadi
Saya pernah ditangkap Polisi di tengah malam, jam 02.00 dini di salah satu hotel di Manado. Petugas Polisi datang dan mengedor pintu kamar, seakan menangkap seorang buronan kelas kakap. Saya diperintahkan ikut atau akan diborgol paksa.
Dapat dibayangkan, betapa sakit rasa hati istri saya, menyaksikan suaminya diperlakukan sebagai seorang penjahat kambuhan. Malam itu juga saya dibawa terbang sebagai seorang tahanan. Dan di tahan di Polda Surabaya.Teramat melukai hati, lahir dan batin, karena difitnah oleh sahabat baik, yang se-iman dan sesuku. Sama sama keturunan Tionghoa dan sama sama beragama Katholik.!
Kemudian berpekara, mengenai Hak Atas Merek Dagang. Dari mulai pengadilan tata niaga, ke Pengadilan Negeri, Pengadilan Tinggi dan akhirnya saya dimenangkan oleh Keputusan Mahkamah Agung, yang waktu itu di Ketuai oleh Bapak H.Abdurrahman Saleh. Dan dinyatakan bebas murni..
Bayangkan berpekara selama dua tahun, di samping menguras energi, sekaligus menguras keuangan pribadi.
Pengalaman Paling Pahit Dalam Hidup
Ulasan singkat di atas, sesungguhnya adalah pengalaman pribadi saya sendiri. Kejadiannya sudah berlalu sejak 15 tahun lalu dan saya sudah memaafkan sahabat yang menghianati, hingga saya masuk DPO Polisi, bahkan masuk dalam tahanan. Sehingga mengalami kerugian materi dan penistaan .
Setiap kali kebetulan berpapasan, kami masih bersalaman dan berbasa basi, tapi sejujurnya betapapun mencoba mengikhlaskannya, sungguh luka hati yang mengangga terlalu dalam tersebut, terasa dikorek dan berdarah kembali. setiap kali bertemu.
Karena itu, saya tidak punya nyali mengakui sebagai orang yang agamis. Sebab hanya mampu memaafkan, tapi tidak mampu melupakan. 15 tahun bukanlah kurun waktu yang singkat, tapi saya tidak mau menjadi orang yang munafik. Kami tidak bermusuhan, tapi sudah tidak mungkin lagi bersahabat seperti sebelumnya.
Tidak ada dendam, tidak ada kebencian, namun 15 tahun, belumlah cukup untuk menimbun jurang yang mengganga diantara kami. Saya harus banyak belajar untuk menjadi orang yang bukan hanya mampu memaafkan, tapi juga mampu melupakan.
Hidup sungguh merupakan proses pembelajaran diri tanpa akhir!
Tjiptadinata Effendi