Mengingat pesan Guru saya dahulu:
“Dan berlomba2 lah kalian dalam kebaikan”
Suasana Idul Adha kemarin,
Walau tak semeriah tahun2 sebelumnya di kampung saya,
Cukup membuat saya tersenyum dan merasa bahagia ….
Dari malam takbiran,
Sudah ramai anak kecil membawa obor,
Ikut berpawai …
Lalu emak2 yang sibuk mempersiapkan bumbu serta ketupat,
Dalam menyambut hari raya qurban itu …
Saya?? …
Duduk manis di depan teras,
Sambil menikmati kehebohan ala kampung,
Yang membuat ingatan saya kembali ke masa kecil dulu …
Ingat almarhum Papa selalu menggoda saya,
Dengan pertanyaan uniknya …
“Gelem sapi opo wedhus???…”
Maksudnya,
Mau sapi atau kambing??? …
Dan saya seringnya juga dengan tertawa,
Menjawab :
“Aku babi wae, Pah ….”
_________________________________________
Lebaran tahun ini,
Memang tidak semeriah tahun yang lalu …
Hanya bisa berbagi sedikit saja,
Yang semoga dari yang sedikit itu,
Masih bisa memberi manfaat bagi sesama ….
Dan selepas sholat Idul Adha,
Berkelilinglah saya dari pojok kampung ke kampung,
Melihat proses penyembelihan hewan qurban,
Hingga siap dibagi-bagi kan kepada yang membutuhkannya.
Berbeda dengan tahun-tahun yang lalu,
Kali ini saya benar-benar menolak bagian daging qurban,
Yang rencana akan diberikan kepada saya,
Oleh panitia qurban.
“Gak ah, Pak …
Repot masaknya …,”
itulah alasan saya kepada mereka …
Sebenarnya,
Bukan masalah malas masak …
Tapi saya mencoba mengembalikan makna dari ber Qurban itu sendiri.
Qurban,
Artinya kita berkorban dengan penuh keihklasan hati …
Yang mana ditujukan kepada mereka yang membutuhkan,
Agar mampu memberi manfaat,
Memberi kesempatan mereka untuk menikmati makan hidangan daging,
Yang tidak setiap saat bisa mereka nikmati.
Lha kalau saya ikutan makan “jatah” mereka,
Apa itu gak namanya “serakah“??? ….
___________________________________________
Well,
Mungkin pemahaman saya tentang Qurban,
Berbeda dengan pemahaman banyak orang ….
Walau memang tertera,
Tentang siapa2 saja yang berhak utk menerima daging qurban,
Walau saya pun tergolong rakyat yang “yatim piatu”,
Tapi koq rasanya enggan untuk ikut serta menikmatinya ….
Kata salah satu teman saya :
“Sadar koq telat?? …
Lha tahun kemarin saja kamu masih dapat jatah hewan qurban gitu lo?? …”
Justru itu,
Kesadaran saya memang mungkin datang terlambat …
Tapi,
Bukankah lebih baik terlambat,
Daripada tidak sama sekali …..
Marilah lebih banyak menengok ke bawah,
Dan meninggalkan kebiasaan melihat ke atas …
Pegel, euy!!!!….. ^_^
Marilah lebih banyak ber empati,
Merasakan apa yang dirasakan oleh rakyat,
Ketimbang sibuk berpikir tentang kekurangan yang kita rasakan ….
“Urip kuwi sawang-sinawang”
Hidup itu saling melihat ….
Apa yang terlihat baik di mata orang lain,
Belum tentu menjadi baik adanya ………….
Salam cerdas Indonesia,
Salam Indonesia Raya ….
(Catatan selepas Idul Adha 1439 H – Agustus 2018)
Penulis: RR. Diah Mustika Sari