Membangun wibawa diri agar mampu menciptakan kharisma bagi diri, tentu saja sangat baik. Tapi niat baik, tentu harus diselaraskan dengan tindakan yang sepadan, agar maksud hati bisa tercapai. Karena wibawa seseorang tidak akan mampu berdiri sendiri, karena membutuhkan pengakuan orang lain, maka diperlukan untuk mengawali dengan memperbaiki sikap mental.
Sikap arogan dan intimidasi hanya mampu menciptakan rasa takut pada orang di sekitar kita, tapi tidak akan dapat menciptakan rasa hormat. Karena rasa takut dan rasa hormat adalah hal yang memiliki ruang yang berbeda secara total. Orang yang takut akan bersikap pura-pura menghormati di depan kita, tapi di dalam hati, mereka akan mengutuk dan mengarahkan segala sumpah serapah terhadap diri kita.
Buka Baju dan Main Pukul Bukan Cara Menciptakan Wibawa Diri
Dalam perjalanan hidup kita bertemu dan bergaul dengan segala lapisan masyarakat yang terdiri dari berbagai latar belakang sosial, pendidikan, budaya dan agama. Ada orang yang begitu kita jumpai untuk pertama kalinya, menghadirkan rasa hormat dalam diri kita, terlepas dari suku mana atau posisinya dalam pekerjaan.
Sebaliknya, bisa jadi kita ketemu dengan seseorang yang kaya atau mungkin saja pejabat, tapi tidak sedikitpun ada rasa hormat yang terbit dari lubuk hati kita, menyaksikan sikap yang dikedepankannya. Di lain kesempatan, ketika kita hadir dalam sebuah acara dan ada yang memberikan kata sambutan, maka semua mata tertuju kepada sosok yang tampil sebagai pembicara di depan.
Dalam hanya hitungan beberapa detik, kita sudah dapat menentukan, bahwa orang yang sedang berbicara di depan forum adalah sosok yang memiliki wibawa atau tidak. Kalau bahasa tubuh yang dikedepankan, menunjukan bahwa ia meremehkan orang yang hadir, maka sejak detik itu, hadirin tidak lagi akan tertarik apa yang dikatakannya. Mungkin saja orang tetap diam, tapi pikiran sudah tidak lagi fokus pada apa yang dibicarakannya.
Apalagi bila sosok orang yang menampilkan diri sebagai calon pemimpin, mulai buka-buka baju dan main pukul di depan orang banyak, sudah pasti tidak akan mampu menciptakan wibawa maupun kharisma bagi dirinya. Malahan justru akan menghadirkan rasa antipati dan sumpah serapah bagi orang yang menyaksikannya. Karena itu, sangatlah mengherankan, orang yang memiliki latar belakang sosial yang tinggi, ternyata penampilannya sangat mengecewakan, karena apa yang dilakukannya dengan buka-buka baju dan main pukul justru merupakan cara yang biasa digunakan oleh preman pasar atau preman di terminal bis.
Tindakan Adalah Perwujudan Apa Yang Ada Di hati Kita
Melihat ada orang yang menjadi korban tabrak lari dan tidak ada orang yang menolong, maka tanpa menengok terlebih dulu siapa yang jadi korban secara serta merta kita hentikan kendaraan dan mengangkatnya, serta membawa ke rumah sakit.
Hal ini hanya dapat dilakukan, bila dalam hati kita memang sudah tertanam, bahwa menolong orang adalah bagian dari diri kita. Di sisi lain bila suatu waktu berhadapan dengan kondisi yang tidak menyenangkan, seperti diklakson berulang kali, tentu saja membuat kita merasa kesal, tapi bukan berarti kita turun dan kendaraan dan langsung menghajar Pengemudi yang tidak tahu aturan tadi.
Unjuk Kharisma Tidak Akan Tercapai Dengan Tindak Kekerasan
Karena merasa diri orang kaya dan berpengaruh atau memegang kekuasaan, maka dapat mendorong orang untuk bertindak arogan. Karena yakin, walaupun ia melakukan tindak kekerasan, dirinya tidak akan tersentuh oleh hukum. Prinsip ini telah secara keliru menjadi landasan dalam hatinya, maka asal ada saja hal yang tidak menyenangkan hatinya, maka dengan sangat mudah melakukan tindak kekerasan.
Karena merasa dengan cara demikian, ia mampu menegakkan wibawa di depan umum. Padahal wibawa bukan terlahir dari unjuk kekerasan, melainkan sesungguhnya dari sikap mental kita. Menghargai setiap orang yang ada di depan kita, adalah merupakan jembatan terciptanya hubungan baik. Dalam ukuran mini, saya sudah menerapkan selama dua puluh tahun memimpin organisasi sosial, yang anggotanya terdiri dari berbagai lapisan masyarakat, termasuk dari kalangan akademis.
Contoh Buruk Bagi Pendidikan Generasi Muda
Cara dan gaya untuk wibawa ini, banyak diadopsi dalam kehidupan berumah tangga. Bahkan ada yang menyediakan rotan atau ikat pinggang, untuk menghukum anak nya yang dianggap bersalah. Maksud hati mungkin untuk menunjukan wibawa atau kharisma orang tua, namun akibatnya hanya akan melahirkan anak-anak yang kelak setelah dewasa, menjadi orang-orang yang arogan.
Nah, begitu juga dengan contoh yang dikedepankan oleh calon pemimpin bangsa, dengan buka-buka baju dan main pukul sana sini, jelas akan berimbas pada generasi muda bangsa. Karena mereka mengira, begitulah seharusnya seseorang bertindak agar menjadi terkenal atau dikagumi orang banyak.
Semoga contoh jelek yang dijadikan tontonan orang banyak seperti yang diperankan oleh seorang calon pemimpin bangsa, menjadi pelajaran berharga bagi kita semua, agar jangan pernah menerapkan dalam kehidupan berkeluarga, karena akan meracuni pendidikan anak cucu kita kelak.
Tjiptadinata Effendi