Ini bukan tentang politik yang begitu kejam. ini bukanlah cerita pengantar tidur yang dilebih-lebihkan dan menina bobo-kan. Ini kisah nyata tentang sebuah persahabatan yang tulus dari dua insan manusia. Persahabatan yang rela berkorban dan tak terpengaruh oleh himpitan keadaan.
“Seorang sahabat menaruh kasih setiap waktu, dan menjadi seorang saudara dalam kesukaran”
Itulah ungkapan yang paling tepat untuk menggambarkan persahabatan antara Djarot Saiful Hidayat dan Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok.
Sangatlah sulit menemukan persahabatan yang sejati didalam dunia perpolitikan. Justru sebaliknya, sering kita lihat banyak sekali hubungan persahabatan yang terpaksa putus dan hancur akibat persaingan atau perbedaan pandangan politik. Sebab memang tidak ada yang abadi dalam dunia politik kecuali kepentingan. Sehingga sangat menarik untuk saya tuliskan ketika saya melihat hubungan persahabatan yang tidak lazim antara pak Djarot dan pak Ahok.
Ahok adalah anak dari Indra Tjahaja Purnama alias Kim Nam, seorang pengusaha keturunan Tionghoa, yang lahir dan besar di Manggar, Belitung timur, kota laskar pelangi. Biasanya seorang anak akan mewarisi profesi ayahnya. Namun sedikit anomali, Basuki Tjahaja purnama atau akrab disapa Ahok malah terjun ke Dunia politik. Dan uniknya yang mendorong dia untuk menjadi politikus adalah ayahnya sendiri yang adalah seorang pengusaha sukses pada saat itu.
Sedangkan Djarot Saiful Hidayat adalah orang suku Jawa asli, lahir di Magelang, Jawa Tengah namun besar di Blitar, Jawa Timur. Perjalanan hidup membawanya menjadi orang nomor satu di Blitar bersama PDI Perjuangan selama dua periode tahun 2000-2010. Seiring dinamika perpolitikan di Indonesia, Djarot akhirnya menduduki jabatan wakil gubernur DKI Jakarta menggantikan Basuki Tjahaja Purnama yang otomatis menjadi gubernur menggantikan Jokowi setelah terpilih menjadi presiden RI tahun 2014 yang lalu.
Garis takdir dua sahabat dari suku yang amat jauh berbeda ini kemudian membawa hubungan mereka lebih dari sekedar rekan kerja, lebih dari sekedar hubungan antara gubernur dan wakil gubernurnya akan tetapi lebih dari itu, pak Djarot menjadi sahabat sejati pak Ahok.
Jalan Tuhan sungguh tak terselami. Tetapi satu hal yang pasti Dia adalah Tuhan yang adil dan penuh dengan belas kasihan. Tidak semata-mata mengijinkan kesusahan terjadi kepada seseorang yang dicintaiNya, tetapi Ia juga mengirimkan penghiburan. Dan nampaknya Tuhan memberikan Djarot untuk pak Ahok yang tengah menemui titik nadir jalan terjal dalam perjalanan hidupnya. Pak Djarot menjadi saudara dalam kesukaran pak Ahok.
Dalam kisah persabatan mereka, saya mencatat tiga pengorbanan terbesar Pak Djarot untuk sahabatnya, Ahok. Tidak hanya perhatian dan dorongan moral yang pak Djarot berikan, tetapi bahkan lebih dari itu pak Djarot juga memberikan air mata, raga dan nyawanya untuk sahabatnya, Ahok. Sebuah pengorbanan yang hanya bisa dilakukan ketika persahabatan dilandasi oleh kasih dan cinta yang tulus.
Air matanya
Selain tentu saja ibu Veronica, tidak ada orang lain selain pak Djarot yang terlihat begitu terpukul ketika vonis dua tahun penjara dijatuhkan kepada Ahok sahabatnya, karena terbukti bersalah atas kasus penistaan agama dan langsung menjalani hukuman kurungan saat itu juga.
Lalu air mata pun tumpah tak tertahankan dari seorang Djarot Saiful Hidayat. Djarot yang sehari-hari bersama Ahok bahu membahu membenahi kota Jakarta, dia yang sehari-hari menyaksikan Ahok begitu bersemangat sejak pagi buta melayani keluhan warga, dia yang dengan mata kepala sendiri melihat ketulusan hati Ahok membantu warga miskin, membangun masjid dan meng-umrohkan marbotnya, terpaksa harus menyaksikan sahabatnya dijebloskan ke dalam penjara dengan cara yang begitu keji dan brutal. Siapa kuasa menahan tangis? mendengar saja saya tidak sanggup untuk tidak meneteskan air mata…
Beberapa kali Djarot harus terdiam membisu lalu menangis dan tak mampu berkata-kata ketika ditanya bagaimana perasaannya melihat sahabatnya Ahok diperlakukan seperti itu. Saat beberapa kali diwawancarai oleh Rossi silalahi, Nana Najwa di stasiun televisi, saat bernyanyi bersama Addie MS dan warga di balaikota, saat serah terima jabatan PLT Gubernur oleh Mendagri, saat mengantar ibu Veronica ke lapas Cipinang…dan…dan kering sudah air mata Djarot untuk sahabatnya, Ahok.
Raganya
Djarot adalah salah satu dari sedikit politisi yang bersedia menjadi jaminan apabila penahanan sahabatnya Ahok bisa ditangguhkan kala itu. Siapa Ahok sehingga membuat ketulusan terdalam dalam hati seorang Djarot tersentuh? Apakah dia saudara? Bukan! Apakah Djarot pernah berhutang budi kepada Ahok? Tidak! Lalu apa? Dan ternyata cinta dan kasihnya kepada sahabatnya itulah yang memampukan itu semua. Setelah air mata, kini raganya pun dia berikan.
Nyawanya
Tidak banyak yang menyadari bahwa ketika Djarot berkampanye keliling Jakarta sesungguhnya Djarot sedang bertaruh nyawa. Penolakan-penolakan, intimidasi demi intimidasi bahkan pengusiran oleh warga dihadapi oleh Djarot demi sahabatnya dapat menjabat kembali terpilih menjadi Gubernur.
Saat itu situasi benar-benar mencekam dan tensi politik sangat panas. Jika bukan karena lindungan Tuhan Yang Maha Kuasa, mungkin saja Djarot tinggal nama saat ini. Pendapat saya ini tidaklah berlebihan, saat itu siapapun dengan alasan apapun jika mendukung Ahok, maka haram hukumnya dan wajib dijadikan musuh bersama. Teriakan usir usir, bunuh bunuh dan bunuh adalah santapan warga setiap hari. Tetapi Djarot bergeming, dia pasang badan untuk sahabatnya, Ahok.
Dan ternyata air mata, raga dan nyawa dari Djarot sahabatnya itulah yang membuat pak Ahok mampu tetap berdiri tegar ditengah cobaan yang ia alami.
Dan ketika saya mendengar kabar pak Djarot berkunjung ke Mako Brimob untuk menjumpai sahabatnya dengan membawa buah durian kesukaan pak Ahok, saya membayangkan betapa bahagianya mereka berdua. Mereka tertawa lepas karena tak lagi harus memikirkan banjir Jakarta. Mereka asik bercanda dan berbincang-bincang hal yang ringan-ringan…
Pak Ahok berbahagia dan merasa diperhatikan karena saudara dalam kesukarannya itu masih mengingat dirinya dan membawakan buah kesukaannya…Betapa pak Djarot juga berbahagia melihat sahabat yang ia kasihi terlihat sehat dan bugar karena rajin berolahraga meskipun dalam penjara.
Berapa banyak sahabat yang menghilang tatkala kita mendapat kesusahan. Berapa banyak orang yang bahkan tidak kita kenal tiba-tiba datang ingin menjadi saudara disaat kita berada dipuncak kesuksesan. Tetapi seorang sahabat yang menaruh kasih disetiap waktu, yang menjadi teman dalam kesukaran dimanakah dapat kita dapat menjumpainya?…
“Tidak ada kasih yang lebih besar dari pada kasih seorang yang memberikan nyawanya untuk sahabat-sahabatnya”
Selamat Natal yang adalah kasih itu sendiri!
Kemayoran, 13 Desember 2017