Oleh: Gurgur Manurung
Indovoices.com – Hampir semua kita pernah berada dalam tim. Semua kita adalah anggota keluarga. Keluarga sedarah, keluarga satu kampung, keluarga dalam organisasi, keluarga dalam lingkungan kerja, keluarga dalam pekerjaan, keluarga satu partai dan lain sebagainya.
Dalam sebuah keluarga berbagai macam keadaan. Ada keluarga yang hangat dan ada pula keluarga yang konflik. Ada keluarga sejahtera dan ada pula keluarga yang menderita.
Sekitar tahun 2000 -an ada teman saya orang Amerika. Dari kota Alabama, biasa kami panggil Ken. Saya merasakan keluarga dengannya di gereja. Dalam setiap pembicaraan, dia selalu bicara agar kita membangun kehangatan keluarga. Menurut Ken, salah satu syarat keluarga yang hangat adalah saling percaya (trust). Saran Ken inilah yang selalu saya jaga dimanapun saya berada. Karena sebuah keluarga yang hangat, sangat menyenangkan. Sebaliknya, sebuah keluarga yang saling curiga, hidup bagaikan neraka. Termasuk soal curiga keuangan.
Membangun kehangatan dalam keluarga berbeda-beda. Kalau di keluarga seperti suami istri dan anak-anak tentu berbeda dengan membangun kehangatan di organisasi. Walaupun berbeda syaratnya sama yaitu saling percaya (trust). Bayangkan jika seorang istri percaya sama isu tetangga atau informasi lain selain dari suaminya, neraka, bukan.
Kehangatan itu terjadi antara hubungan personal dan komunal. Jadi, kehangatan komunal dimulai dari hubungan masing-masing personal.
Bagaimana dengan membangun trust dalam sebuah organisasi atau sebuah tim kerja. Syarat mutlak adalah bangunlah tim yang bisa saling percaya. Jika tak bisa dipercaya, sikap paling tepat adalah harus keluar dari tim. Sebab, menjadi kanker dalam sebuah tim. Kita sibuk berbicara atau menghabiskan energi untuk hal-hal yang tidak perlu.
Kita menyadari bahwa membangun kepercayaan kepada orang lain tidak mudah. Karena itu, hendaklah satu sama yang lain berempati. Bekerja menurut tupoksi masing-masing. Tidak ada sikap superior dan inferior. Sikap lain adalah berlomba memberikan penghargaan. Berlomba pula saling memperhatikan.
Ketika satu sama lain berempati, saling memperhatikan sesama tim maka muncullah kekompakan tim (kehangatan). Jika tidak, tidak ada pembelajaran apapun yang kita dapatkan dari tim itu. Tidak ada yang bisa diharapkan dari tim yang tidak memiliki kehangatan. Itulah sebabnya kita pesimis dari kekuatan birokrasi dan kekuatan partai politik. Sebab di birokrasi dan partai politik acapkali saling menyikut.
Itu pulalah yang terjadi di lingkungan gereja jika terjadi perebutan kekuasaan. Gereja tidak lagi sumber kehangatan, tetapi sumber isu yang memprihatinkan.
Menyadari membangun kehangatan tidaklah mudah, maka dimulailah dari diri sendiri. Artinya, kita menanyakan diri kita apakah memiliki kehangatan kepada orang di sekitar kita. Apakah kita merasa superior kepada orang lain. Apakah kita berempati atau menghargai orang di sekitar kita.
Membangun kehangatan dalam sebuah tim kuncinya adalah di pemimpin. Karena itulah, di Pemilu 17 April 2019 kita memilih pemimpin yang bisa membangun kehangatan bagi sesama anak negeri. Kita menyadari kehangatan komunal adalah kekuatan kita.
#gurmanpunyacerita