Satu lagi penyumbang devisa bagi negara yang cukup signifikan adalah Batik.
Menurut catatan Kemenperin (Kementerian Perdagangan dan Perindustrian), nilai eksport batik dan produk batik hingga Oktober 2017 mencapai USD51,15 juta atau naik hampir 30% dari capaian semester I tahun 2017 sebesar USD39,4 juta. Dengan pasar utamanya adalah ke Jepang, Amerika Serikat, dan Eropa.
Bila dibandingkan dengan perdagangan produk pakaian jadi dunia yang mencapai USD442 miliar, maka pangsa pasar penjualan batik menguasai 11,6% dari seluruh perdagangan produk pakaian jadi dunia tersebut. Peningkatan eksport batik juga menandakan peluang berkembangnya penjualan batik masih terbuka lebar dan memiliki prospek yang cerah.
Batik sendiri sesuai perkembangan jaman sudah bertansformasi menjadi berbagai bentuk fashion, mulai dari pakaian untuk berbagai acara resmi negara dan insritusi hingga pakaian sehari-hari, kerajinan dan home decoration serta banyak lagi.
Kesenian batik di Indonesia telah dikenal sejak jaman Kerajaan Majapahit dan terus berkembang sampai kerajaan berikutnya. Kesenian batik secara umum meluas di Indonesia dan secara khusus di pulau Jawa setelah akhir abad ke-18 atau awal abad ke-19.
Jaman sekarang, batik banyak dikerjakan oleh industri kecil dan menengah atau disebut dengan IKM.
IKM (Industri Kecil dan Menengah) Batik juga tersebar cukup luas, mencapai 101 sentra batik, mulai dari Jawa Barat, Jawa Tengah, D.I Yogyakarta hingga ke Jawa Timur dengan total tenaga kerja 15 ribu orang dan diharapkan terus berkembang di masa yang akan datang.
Semuanya tidak lepas dari peran pemerintah melalui Kemenperin (Kementerian Perdagangan dan Perindustrian) yang berusaha meningkatkan daya saing dan produktifitas IKM Batik dengan berbagai program strategis, antara lain dengan peningkatan kompetensi sumber daya manusia, mengembangankan kualitas produk, standardisasi, fasilitasi mesin dan peralatan. Serta kegiatan untuk memperkenalkan batik, baik melalui promosi maupun pameran batik di dalam dan luar negeri.
Disamping itu Kemenperin juga meluncurkan program e-Smart dengan tujuan mendorong produk batik untuk memasuki pasar online, sehingga memiliki jangkauan pasar yang lebih luas karena dapat diakses oleh konsumen dari berbagai daerah.
Selain tentu saja memberikan berbagai fasilitas pembiayaan seperti kredit usaha rakyat (KUR), Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonsia (LPEI) dan insentif lainnya untuk memperkuat struktur modalnya.
Dengan kerjasama yang baik dari para pengusaha batik, akademisi dan komunitas batik serta dukungan dari pemerintah diharapkan batik dapat merajai fashion di dunia internasional.
Harapan tersebut bukanlah mustahil mengingat batik banyak digemari oleh berbagai orang di berbagai belahan dunia. Bill Gates dan Julia Roberts diketahui cukup sering memakai batik. Bahkan Neslon Mandela selalu memakai batik diberbagai kesempatan.
Awal ketertarikan Mandela mengenakan batik Indonesia ketika menerima hadiah batik dalam kunjungannya ke Indonesia akhir Oktober 1990 sebagai wakil ketua organisasi Kongres Nasional Afrika. Tak disangka Mandela mengenakan batik tersebut ketika datang kembali ke Indonesia tahun 1997 sebagai Presiden Afrika Selatan. Sangkin cintanya Nelson Mandela terhadap batik, bahkan dipakai beliau ketika menghadiri pertemuan di PBB.
Membanggakan sekali bukan? Orang luar negeri saja bangga memakai batik, kenapa kita sebagai orang Indonesia tidak ikut bangga? Malah mencoba mengadopsi pakaian timur-tengah yang menjadikan daster sebagai pakaian sehari-hari?. Orang-orang tersebutlah yang perlu dipertanyakan rasa nasionalismenya terhadap bangsa Indonesia.
Semoga batik semakin berkembang, baik di dalam maupun luar negeri, selumrah kita melihat celana jeans yang dipakai orang di berbagai pelosok dunia.
Ikuti tautan ini untuk bergabung ke grup WhatsApp Indovoices: https://chat.whatsapp.com/28fzidQP4PV5d3QIGsQfxS