Listrik sendiri berperan besar dan sudah menjadi bagian dari kehidupan manusia, dapat dikatakan hampir tidak ada sisi kehidupan manusia yang tidak bersinggungan dengan listrik terutama di jaman sekarang ini. Bahkan ke depan, otomotif baik roda dua maupun roda empat pun akan dijamah oleh elektrifikasi juga.
Namun kenyataannya masih ada, penduduk diberbagai belahan dunia yang belum mampu menikmati listrik, terutama di negara-negara berkembang dan dunia ketiga. Di Indonesia sendiri, hal yang sama juga terjadi.
Sejak merdeka puluhan tahun, tidak serta merta membuat masyarakatnya menikmati hasil pembangunan secara utuh dan menyeluruh, terutama masyarakat yang bermukim di daerah 3T, tertinggal, terluar dan terdepan.
Berdasarkan data yang saya kutip dari tribunnews.com, ternyata di tahun 2014 saja, di Indonesia ada kurang lebih 50 juta penduduk Indonesia yang belum teraliri listrik.
(http://www.tribunnews.com/bisnis/2014/06/27/50-juta-masyarakat-indonesia-belum-dapat-listrik)
Lantas bagaimana dengan masyarakat yang sudah menikmati listrik? Ternyata belum menjamin 100 persen tanpa kendala, pemadaman bergilir sehari bisa 3-5 kali, sudah merupakan makanan sehari-hari, terutama oleh masyarakat yang berada diluar pulau Jawa.
Dan itu berlangsung bertahun-tahun tanpa ada usaha dari pemerintah untuk mengatasi hal tersebut. Di Jaman SBY, sempat menelurkan ide FTP (Fast Track Program) untuk mengatasi masalah kelistrikan ini, namun kenyataannya, uang habis, program pun tidak terealisasi dan malah menjadi salah satu program mangkrak.
Barulah di jaman pemerintahan Jokowi, kita bisa bernafas lega dimana elektrifikasi menjadi
salah satu program prioritas nasional, sesuai arahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) agar seluruh masyarakat di seluruh pelosok tanah air dapat menikmati listrik.
Untuk daerah yang selama ini sudah dialiri listrik, kasus byarpet pemadaman listrik pun sangat jarang atau hampir tidak pernah terjadi lagi.
Hal ini dikarenakan program elektrifikasi Jokowi yang dikenal dengan nama ketenagalistrikan 35.000 megawatt (MW) dan 7.000 MW dilaporkan berjalan sesuai rencana.
Untuk program 35.000 MW per 1 April 2018, telah mencapai progres sekitar 40%. Progres pembangunanan tidak dilihat dari proyek yang telah beroperasi saja, namun kemajuan dari masing-masing tahapan baik operasi, konstruksi, kontrak, pengadaan dan perencanaan.
Sebanyak 17.024 MW pembangkit listrik dalam program 35.000 MW sedang tahap konstruksi, sementara 1.584 MW telah beroperasi. Sementara proyek yang sudah kontrak, namun belum konstruksi sebesar 12.690 MW.
Apabila dilihat dari total jumlah proyek yang sudah kontrak yaitu sebesar 31.298 MW atau 87%. Selebihnya tahap pengadaan dan perencanaan masing-masing sebesar 3.414 MW dan 1.095 MW.
Selain Program 35.000 MW juga ada program 7.000 MW yang terdiri dari lanjutan dari Fast Track Program (FTP) tahap I dan II serta program reguler. Per 1 April 2018, progres program tersebut yang telah beroperasi sebesar 6.434 MW dan yang tahap konstruksi sebesar 1.406 MW.
Elektrifikasi Indonesia juga dilakukan dengan program listrik desa. Melalui PT PLN (Persero), pada tahun 2017 lalu program listrik desa telah menjangkau 75.682 desa. Dalam dua tahun terdapat tambahan sebanyak 5.291 desa dibandingkan tahun 2015 sebanyak 70.391 desa.
Sedangkan untuk daerah-daerah terpencil yang belum mampu dijangkau oleh Perusahaan Listrik Negara (PLN), pemerintah juga memberikan lampu surya gratis untuk rumah di desa belum berlistrik. Paket program yang dinamakan Lampu Tenaga Surya Hemat Energi (LTSHE) terdiri dari empat buah lampu LED dan baterai yang terintegrasi, panel surya, dan pengisi daya ponsel (charger).
Pembiayaan program LTSHE tersebut bersumber dari APBN. Pada tahun 2017 pembagian dan pemasangan LTSHE telah dilakukan untuk sekitar 80 ribu rumah. Sedangkan tahun 2018 ini pemerintah membidik 175.782 rumah tangga yang tersebar di 15 provinsi. Pemerintah mencanangkan target, di akhir tahun 2019 rasio elektrifikasi akan mencapai 99,9 persen.
Hingga akhir 2017 kemarin, setidaknya 95,35% penduduk Indonesia sudah menikmati pelayanan aliran listrik. Atau kurang dari 5% penduduk Indonesia yang belum menikmati listrik, terutama bermukim di daerah 3T, tertinggal, terluar dan terdepan.
“Ini catatan peningkatan rasio elektrifikasi terbaik sepanjang sejarah di Indonesia yakni setiap bulan tumbuh empat persen sepanjang tahun,” ujar Jokowi dalam akun Facebook miliknya, Presiden Joko Widodo, Kamis 8 Maret 2018.
Rasio elektrifikasi Indonesia tahun 2019 ditargetkan lebih dari 99%. Untuk mencapai target tersebut, berbagai program kelistrikan terus dipercepat.
“Sesuai arahan bapak Presiden dan bapak Menteri (ESDM) bahwa target rasio elektrifikasi nasional tahun 2019 sebesar 99% lebih, dan kami terus kerjakan untuk mencapai itu. Tahun 2017 kita berhasil capai 95,35%, jauh melampaui targetnya yaitu 92,75%.
“Kami optimis dan kita kerjakan karena elektrifikasi adalah bagian dari mewujudkan energi berkeadilan,” kata Kepala Biro Komunikasi, Layanan Informasi Publik dan Kerja Sama Kementerian ESDM Agung Pribadi dalam keterangan tertulisnya, Jakarta, Senin 16 April 2018.
Dengan pertumbuhan empat persen. Bila konstan, bisa jadi sebelum tahun 2020, seratus persen seluruh wilayah Indonesia yang berpenduduk sudah menikmati listrik.
Kini masalah kelistrikan bukanlah menjadi kendala utama lagi, berbagai pembangunan infrastruktur tenaga listrik pun terus dikerjakan, mulai dari Pembangkit Listrik Tenaga Bayu/angin (PLTB), Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU), bahkan Pembangkit Listrik Tenaga Arus Laut pun ikut digarap.
Bila dikelola dengan benar, dengan memanfaatkan potensi alam Indonesia, tidak saja kebutuhan listrik akan tercukupi, bahkan surplus, dan kelebihan energi tersebut dapat ditawarkan kepada negara tetangga untuk menghasilkan devisa bagi negara.
70 tahun lebih kita merdeka, 70 tahun lebih bukanlah waktu yang singkat. Seandainya sejak dulu dikelola dengan baik, mungkin kemakmuran masyarakat kita sudah melebihi atau minimal setara dengan negara maju lainnya di dunia.
Beruntungkah kini kita memiliki presiden yang mau memikirkan dan bekerja sepenuh hati untuk memajukan kesejahteraan rakyat dan bangsanya. Jadi tidak ada alasan untuk tidak memilih Joko Widodo sekali lagi sebagai presiden Republik Indonesia.
#2019TetapJokowi