Artikel ini adalah serial dari Teori Domino: Penyebaran Paham Komunis di Asia dan Perang Vietnam
Indovoices.com – Jika sebelumnya kita telah membahas Teori Domino di Asia Tenggara dan hubungannya dengan Perang Vietnam, maka sekarang kita akan membahas di luar Asia Tenggara (ASEAN). Benarkah Teori Domino didiskreditkan setelah tidak terbukti di Asia Tenggara?
Penerapan di luar Asia Tenggara
Michael Lind berpendapat bahwa meski teori domino gagal di Asia Tenggara, muncul gelombang rezim komunis atau Marxis–Leninis global di Benin, Ethiopia, Guinea-Bissau, Madagaskar, Tanjung Verde, Mozambik, Angola, Afghanistan, Grenada, dan Nikaragua pada tahun 1970-an. Interpretasi efek domino global sangat bergantung pada interpretasi “prestis” dalam teori ini, artinya kesuksesan revolusi komunis di sejumlah negara turut berkontribusi pada moral dan dukungan retoris walaupun tidak membuahkan bantuan material untuk mendukung pasukan revolusi di negara-negara lain.
Revolusioner Argentina Che Guevara pernah menulis sebuah esai berjudul “Pesan Untuk Tiga Benua” pada tahun 1967. Esai ini menyuarakan terbentuknya “dua, tiga, … banyak Vietnam” di seluruh dunia. Sejarawan Max Boot menulis, “Pada akhir 1970-an, musuh-musuh Amerika Serikat naik ke tampuk kekuasaan di sejumlah negara dari Mozambik sampai Iran sampai Nikaragua. Sandera A.S. ditangkap di kapal SS Mayaguez (lepas pantai Kamboja) dan Tehran. Pasukan Merah menyerbu Afghanistan. Tidak ada hubungan yang jelas dengan Perang Vietnam, namun ada sedikit keraguan bahwa kekalahan sebuah kekuatan super akan mendorong musuh-musuh kita untuk melancarkan agresi yang sebelumnya enggan dilakukan.”
Selain itu, teori ini dapat didorong lebih jauh setelah meningkatnya jumlah serangan oleh kelompok teroris sayap kiri di Eropa Barat yang didanai oleh pemerintah negara-negara komunis antara tahun 1960-an dan 1980-an. Di Italia, serangan tersebut meliputi penculikan dan pembunuhan mantan Perdana Menteri Italia Aldo Moro dan penculikan mantan Brigadir Jenderal A.S. James L. Dozier oleh Brigade Merah.
Di Jerman Barat, serangan teroris dilancarkan oleh Faksi Pasukan Merah. Di Timur Jauh, Pasukan Merah Jepang melancarkan serangan serupa.
Dalam wawancara Frost/Nixon tahun 1977, Richard Nixon mempertahankan destabilisasi rezim Salvador Allende di Chili oleh Amerika Serikat dengan alasan teori domino. Meminjam metafora yang ia dengar, ia menyatakan bahwa Chili dan Kuba yang komunis akan menciptakan “roti lapis merah” yang dapat menggencet Amerika Latin. Pada 1980-an, teori domino digunakan untuk membenarkan intervensi pemerintahan Reagan di Amerika Tengah dan kawasan Karibia.
Dalam memoarnya, mantan Perdana Menteri Rhodesia Ian Smith menyebut kebangkitan pemerintahan sayap kiri otoriter di Afrika Sub-Sahara pada era dekolonisasi sebagai “taktik domino kaum komunis”. Menurut Smith, pembentukan pemerintahan pro-komunis di Tanzania (1961–64) dan Zambia (1964) dan pemerintahan Marxis–Leninis di Angola (1975), Mozambik (1975), dan Rhodesia(1980) merupakan bukti “penggerogotan diam-diam imperialisme Soviet di benua ini.”
Penerapan lain
Sejumlah analis kebijakan luar negeri di Amerika Serikat menyebut penyebaran teokrasi Islam dan demokrasi liberal di Timur Tengah sebagai dua kemungkinan adanya teori domino. Pada masa Perang Iran–Irak, Amerika Serikat dan negara-negara Barat lainnya mendukung Irak karena khawatir teokrasi radikal Iran akan menyebar di Timur Tengah. Semasa invasi Irak 2003, sejumlah pihak neokonservatif Amerika berpendapat bahwa apabila pemerintahan demokratis dibentuk di Irak, demokrasi dan liberalisme akan menyebar di Timur Tengah. Hal tersebut dijuluki sebagai “teori domino terbalik” karena efeknya dianggap positif oleh Barat, bukan negatif. (wiki)