Iran juga akan mengambil langkah lanjutan terkait JCPOA dalam 60 hari ke depan. Walakin, Araghchi tidak menjelaskan lebih banyak soal langkah lanjutan itu.
Secara terpisah, juru bicara Kemlu Iran, Abbas Mousavi, menyatakan, Eropa yang terlibat dalam JCPOA memiliki waktu 60 hari untuk memenuhi komitmen mereka dalam kesepakatan itu. ”Jika negara lain dalam kesepakatan itu, khususnya Eropa, tidak memenuhi komitmen mereka secara serius dan tidak melakukan hal selain bicara, langkah ketiga Iran akan lebih keras, teguh, dan mengejutkan,” ujarnya.
Mousavi mengakui, Teheran tidak berharap banyak pada komunitas internasional. ”Kami tidak percaya ataupun berharap pada negara mana pun. Akan tetapi, diplomasi tetap terbuka,” ujarnya.
Nasib JCPOA tidak jelas sejak AS secara sepihak keluar dari kesepakatan itu pada Mei 2018. Setelah keluar, AS menerapkan serangkaian sanksi pada Iran. Padahal, pencabutan sanksi dan pemulihan hubungan ekonomi disepakati AS-Iran bersama Inggris, Perancis, Jerman, Rusia, dan China dalam JCPOA.
Sanksi AS membuat para penanda tangan JCPOA tidak bisa memulihkan hubungan ekonomi dengan Iran sampai sekarang. Trio Eropa menyatakan telah menyiapkan mekanisme barter yang disebut Instex untuk menyiasati sanksi AS. Sampai sekarang, mekanisme itu belum kunjung diwujudkan.
Iran membalas keputusan AS dengan menyatakan akan kembali meningkatkan aras pengayaan dan cadangan uranium. Teheran memberi tenggat hingga 7 Juli 2019 agar Eropa memenuhi komitmen dalam JCPOA. Hari Minggu lalu, Iran mengumumkan pengayaan uranium melampaui batas 3,67 persen. Sepekan sebelumnya, Teheran mengumumkan peningkatan stok uranium melebihi batas 300 kilogram.
Pengayaan
Jubir badan tenaga atom Iran, Behrouz Kamalvandi, menyatakan bahwa Iran mungkin mempertimbangkan pengayaan uranium hingga melebihi 20 persen. Iran juga akan menggunakan mesin pengolah yang lebih banyak dan lebih baru untuk pengayaan itu.
Pengumuman ini mengkhawatirkan para pakar. Sebab, aras 20 persen adalah langkah pertama pengayaan lebih lanjut untuk mencapai tingkat 90 persen yang dibutuhkan dalam pembuatan bom nuklir.
Dalam JCPOA, Iran hanya diizinkan mengayakan uranium maksimum 3,67 persen. Jumlah mesin pengaya dan cadangan uranium juga dibatasi hingga 300 kilogram.
Mousavi menyatakan tidak mempunyai informasi sudah sejauh mana pengayaan uranium berjalan. Ia hanya memastikan Iran akan membalas lebih keras jika Eropa menyikapi pengayaan itu dengan keras pula.
Secara terpisah, China menyalahkan AS sebagai penyebab utama ketidakjelasan nasib JCPOA. ”Fakta menunjukkan, perundungan unilateral memperburuk keadaan. Tekanan maksimum AS pada Iran menjadi penyebab krisis nuklir Iran,” kata juru bicara Kemlu China, Geng Shuang, di Beijing, China.
Inggris, Jerman, dan Uni Eropa minta Iran segera menghentikan semua kegiatan yang melanggar JCPOA. Teheran diminta menjalankan kewajiban dalam kesepakatan itu. (kompas)