Indovoices.com -Pemerintah Jepang menyatakan tidak berencana menarik atau menegosiasikan kembali kontrol yang lebih ketat atas ekspor bahan-bahan material teknologi tinggi untuk memproduksi semikonduktor serta layar ponsel dan televisi ke Korea Selatan, Selasa (9/7/2019). Tokyo memilih bergeming atas desakan Presiden Korsel Moon Jae-in, awal pekan ini, agar persoalan itu diselesaikan melalui jalur diplomasi kedua negara.
Tokyo memperketat proses persetujuan ekspor bahan-bahan material teknologi tinggi tersebut pada perusahaan-perusahaan Korsel sejak pekan lalu. Pejabat Jepang mengatakan, bahan-bahan itu hanya dapat diekspor ke mitra dagang yang dapat dipercaya, mengisyaratkan adanya keprihatinan tentang isu keamanan tanpa mengutip kasus-kasus tertentu.
Media mengutip anggota senior partai penguasa, Partai Demokratik Liberal (LDP), yang mengungkapkan bahwa hydrogen fluoride—salah satu bahan material teknologi tinggi itu— yang diekspor ke Korsel dikirim ke Korea Utara. Seoul membantah tuduhan adanya praktik ekspor ilegal atas bahan-bahan itu, termasuk ke Korut.
”Tindakan itu bukan subyek untuk dibicarakan dan kami juga tidak berniat menariknya,” kata Sekretaris Kabinet Jepang Yoshihide Suga soal kebijakan kontrol ketat ekspor tersebut.
Jepang, mulai Kamis (4/7/2019), mengharuskan eksportir material canggih fluorinated polyimide untuk mengajukan izin ekspor setiap akan mengapalkan komoditas itu. Fluorinated polyimide adalah salah satu bahan krusial untuk pembuatan layar ponsel pintar dan televisi. Ketentuan itu juga berlaku untuk photoresist dan high-purity hydrogen fluoride, yang digunakan dalam proses pembuatan goresan (alur) sirkuit pada potongan-potongan silikon guna menghasilkan semikonduktor atau cip.
Menurut data Moody’s Investor Service, yang mengutip data dari Asosiasi Perdagangan Korea, pada periode Januari-Mei, 94 persen impor fluorinated polyimide dan 92 persen impor photoresist Korsel berasal dari Jepang.
Presiden Moon menyatakan akan mengambil tindakan balasan jika kebijakan Jepang itu merugikan dunia usaha Korsel. Kementerian Perdagangan Korsel mengatakan, Seoul berencana mengajukan komplain terkait hal itu ke Organisasi Perdagangan Dunia (WTO).
Hubungan tegang
Ketegangan hubungan Jepang-Korsel kembali muncul setelah pengadilan Korsel menghukum perusahaan-perusahaan Jepang agar membayar kompensasi pada warga Korsel yang dijadikan tenaga kerja paksa saat Perang Dunia II. Jepang menganggap kasus tersebut telah diselesaikan melalui kesepakatan tahun 1965.
Pejabat Jepang mengatakan, keputusan memperketat kontrol ekspor didasarkan pada kurangnya kepercayaan dalam hubungan kedua negara. Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe dan para pembantunya mengisyaratkan kemungkinan adanya transfer ilegal bahan-bahan sensitif dari Korsel ke Korut.
Keputusan Jepang itu juga diambil, beberapa pekan jelang pemilihan anggota Majelis Tinggi, 21 Juli. Lee Young-chae, profesor di Keisen University, Tokyo, menyebut politik terlihat juga menjadi salah satu faktor di balik keputusan itu.
”Satu isu yang bisa mengantarkan pada kemenangan tampaknya adalah kampanye kubu konservatif Abe dan konsolidasi mereka pada pemilih mengambang dengan memperlihatkan anti-Korea Selatan, sikap keras pada Korea Selatan,” kata Lee. (kompas)