Indovoices.com – Fenomena gerhana matahari total yang jarang membuat sebagian besar wilayah selatan Amerika Latin menjadi gelap gulita pada siang dan sore hari, pada Selasa (2/7/2019).
Gerhana matahari total itu dapat terlihat di Chile dan Argentina, memikat ratusan ribu orang memandang ke langit yang cerah dan bertepuk tangan saat cakram Bulan sepenuhnya menutupi Matahari selama lebih dari dua setengah menit.
“Ya Tuhan, sungguh luar biasa,” seru sebagian orang, sementara beberapa lainnya lebih banyak terdiam, terpesona, dan tergerak oleh salah satu fenomena alam.
“Meskipun orang-orang telah tahu apa yang sedang terjadi, namun itu tetap membuat mereka terpana, ketika bayangan gelap mulai datang dan keheningan itu dimulai,” ujar Sonia Duffau, seorang astronom, dikutip AFP.
Wilayah Coquimbo, Chile, dekat gurun Atacama, yang memiliki beberapa teleskop paling kuat di Bumi, termasuk dalam “jalur totalitas” gerhana sepanjang 160 kilometer.
“Sangat jarang terjadi di mana keseluruhan proses gerhana terlihat di sebuah observatorium. Ini terakhir kali terjadi pada 1991,” kata Matias Jones, astronom di Observatorium La Silla, yang dioperasikan European Southern Observatory.
Diperkirakan sebanyak 300.000 turis dan wisatawan mendatangi daerah-daerah di mana kondisi kekeringan, dengan langit yang jernih, dan sedikit polusi cahaya, menciptakan kondisi yang sempurna untuk menikmati gerhana matahari.
Chile dan Argentina berada di bawah lingkar Bumi sepanjang hampir 10.000 kilometer yang mengalami gerhana.
Gerhana itu dimulai pada pukul 13.01 di Samudra Pasifik dan kegelapan total yang dialami area sepanjang 150 kilometer mencapai pantai di Chile pada pukul 16.38 waktu setempat, sebelum kemudian berlanjut ke tenggara Argentina hingga Atlantik Selatan.
Presiden Chile, Sebastian Pinera turut bergabung menyaksikan gerhana di La Higuera. “Ini adalah hari yang sangat penting yang telah kami tunggu sejak lama,” ujarnya.
Disampaikan Pinera, Chile merupakan ibu kota dunia dalam hal astronomi untuk melihat, mengamati, dan mempelajari perbintangan, serta alam semesta.
Warga dapat ikut menyaksikan melalui Observatorium yang dilengkapi teleskop yang kuat. Acara turut dimeriahkan dengan dialog dan lokakarya.
Para ilmuwan dan astronom memanfaatkan momen gerhana matahari itu untuk melakukan serangkaian percobaan dan akan menggunakan data yang dikumpulkan dari mempelajari gerhana untuk memverifikasi beberapa teori.
“Gerhana adalah kesempatan untuk mempelajari bagian luar atmosfer, yang merupakan korona, karena bulan menutupi seluruh bagian tengah Matahari,” ujar Matias Jones.
Sementara menjelang gerhana, dimanfaatkan sebagian pedagang kaki lima untuk mendapatkan untung dari berjualan kacamata khusus untuk melihat gerhana.
Sepasang lensa berbingkai kardus sekali pakai dijual dengan harga mencapai 10 dollar AS atau sekitar Rp 140.000.
“Ini adalah sesuatu yang luar biasa langka yang mungkin tidak akan pernah kita lihat lagi,” kata Marcos Sanchez, pensiunan berusia 53 tahun asal Santiago.
Dia rela membeli 16 pasang lensa dari pedagang eceran di pusat kota untuk dirinya dan keluarganya agar dapat menyaksikan secara langsung fenomena alam itu. (msn)