
Indonesia memiliki banyak keanekaragaman budaya, di lihat dari segi etimologis, bangsa Indonesia masih kental akan budaya dan adat istiadat setiap daerah nya baik budaya etnik maupun budaya asing. Setiap daerah memiliki ciri khas nya masing masing baik segi Bahasa, Etika, Kesenian, Adat Istiadat, hingga Makanan.
Di lihat dari beberapa periode terakhir nilai kebudayaan setiap daerah di Indonesia menjadi berkurang di akibatkan karena masuk nya kebudayaan asing yang mulai menjamur di kalangan anak anak, remaja, bahkan orang dewasa. Hal ini mengakibatkan kebudayaan setiap daerah mulai menghilang secara perlahan, oleh karena itu Kebudayaan yang ada harus tetap di lestarikan dan di kembangkan oleh generasi muda saat ini, agar kekayaan kebudayaan yang dimiliki Indonesia selalu tetap terlihat dan di pandang oleh Negara lainnya, bahwa betapa banyak kesenian budaya yang ada di bangsa kita, beragam kebudayaan yang ada di setiap daerah seperti halnya di daerah kita provinsi Jawa Barat banyak sekali adat istiadat yang masih melekat.
Sebagai contah di kabupaten Ciamis terletak di bagian tenggara provinsi Jawa barat ini sangat kental terhadap kebudayaan dan adat istiadat yang baik dalam segala bidang seperti hal nya upacara Nyangku. Adat istiadat tersebut masih sangat di lestarikan hingga saat ini. Upacara nyangku yang merupakan adat istiadat kebudayaan di kecamatan Panjalu kabupaten ciamis ini merupakan kegiatan yang selalu di gelar setiap satu tahun sekali di lakukan di hari Senin atau hari Kamis di akhir bulan Mulud (Rabiul Awal) Oleh warga Panjalu. Bahkan, banyak orang yang berasal dari luar kota sengaja datang untuk mengikuti prosesi ini, Upacara Adat (nyangku) itu sendiri adalah rangkaian prosesi adat penyucian benda-benda pusaka peninggalan Raja Sanghiyang Borosngora dan para Raja serta Bupati Panjalu penerusnya pada intinya pembersihan benda-benda pusaka yang di miliki oleh Kerajaan Panjalu.
Ritual upacara adat nyangku di awali dengan berziarah ke Makam Raja dengan mengeluarkan benda-benda pusaka dari Bumi Alit, penyucian Bumi Alit itu sendiri di bangun oleh Prabu Rahyang Kancana di Dayeuh Nagasari,Ciomas sebagai tempat penyimpanan pusaka peninggalan Prabu Sanghyang Borosngora. Bumi Alit dalam Bahasa Sunda berarti “Rumah kecil” Benda pusaka tersebut kemudian di arak dengan cara di gendong oleh keturunan Raja Panjalu menuju Nusa Gede.
Pembawa pusaka di iringi dengan lantunan musik rebana, dan membacakan Sholawat menuju panggung utama tempat di gelarnya membersihkan benda pusaka. Setelah selesai dicuci, benda-benda pusaka tersebut lalu di olesi dengan minyak kelapa yang di buat khusus. Selanjutnya di bungkus kembali dengan cara melilitkan janur lalu di bungkus lagi dengan tujuh lapis kain putih dan di ikat dengan memakai tali dari benang boeh (Tali dari kain kapan). Setelah itu lalu di kemudian di keringkan dengan asap kemenyan lalu di arak untuk di simpan di Pasucian Bumi Alit.
Menurut mereka banyak makna di laksanakan nya Upacara adat ini adalah untuk menghormati peninggalan Pusaka leluhur sebagai ucapan terima kasih atas jasa-jasa Leluhur Panjalu yang telah mendirikan dan menyebarkan Agama Islam di wilayah Galuh, Ciamis, khususnya di kecamatan Panjalu.
Makanan khas yang tidak asing di sajikan pada acara tersebut di kenal dengan “Jawadah takir” bahan bahan nya biasa nya hanya menggunakan gula merah/gula aren di campur dengan parudan kelapa,Makanan ini tidak memakai bahan kimia cara mengawetkan nya cukup di bungkus dengan daun pisang kering dalam Bahasa Sunda di sebut dengan Kalaras, mirip dengan wajit biasa tetapi beda nya jawadah takir ini rasanya lebih enak dan beda dengan wajit biasa nya, dan semua masyarakat Panjalu bisa mebuat jawadah takir tersebut, dan bagi yang ingin membeli jawadah takir ini bisa di warung sekitar objek wisata Situ Lengkong.
Dan setelah itu biasanya suka di adakan kegiatan turun ke Situ Lengkong menangkap ikan bersama sama kalau dalam Bahasa Sunda di sebut “Gubyag” pesertanya bisa mencapai ribuan orang, seluhur masyarakat terjun ke Situ Lengkong tersebut baik anak anak, remaja, bahkan lanjut usia pun tidak lepas dengan acara ngagubyag tersebut , semua nya membawa alat masing masing untuk menangkap ikan tersebut yang sebelum nya di tanam tiga kuintal dalam acara gubyag tersebut tetapi ikan di Lengkong tersebut sebelum nya juga telah banyak, jadi ikan yang di tangkap oleh masyarakatnya pasti banyak. Dan acara ngagubyag tersebut pada intinya hanya untukmempersatukan masyarakat Panjalu untuk lebih dekat lagi dan lebih mengenal satu sama lain nya.
#BeraniBersatuMembelaKeberagamaan