Pada 29 Oktober 2017 lalu, Anies meresmikan Gereja HKBP Semper Barat, Cilincing, Jakarta Utara, seperti diwartakan detik.com dan media lainnya. Tanda tangan Anies pada peresmian ini adalah tanda tangan pertama dalam peresmian. Quote Anies dalam peresmian ini adalah gotongroyong seperti yang dicontohkan umat HKBP Semper Barat. Menurut Anies, gotoroyong tersebut ditandai dengan kerja sama sesama umat dan kerja sama umat dengan lingkungan sekitar. Sungguh luar biasa kesimpulan gubernur Jakarta ini. Bravo….
Sementara Sandi menghadiri peresmian gereja dan gedung serbaguna Huria Kristen Batak Protestan (HKBP) Cilincing di Jl Kesatrian, RT 06/08, Cilincing, Jakarta Utara, pada 11 November 2017, seperti beritakan cnnindonesia.com dan media lainnya. Berbeda dengan Anies, Sandi mengambil makna menjaga keberagaman sebagai modal pembangunan Jakarta. Menurut Sandi, dengan menjaga keberagaman dalam masyarakat, kita dapat berkontribusi terhadap pembangunan Jakarta. Makna ini pun menurut saya sangat luar biasa. Bravo wagub ……
Pembangunan gereja-gereja itu terjadi di era Ahok
Tetapi perlu Anda tahu bahwa pembangunan gereja HKBP Semper Barat diawali dengan peletakan batu pertama pembangunan Gereja HKBP Semper Barat Cilincing Jakarta Utara terjadi di era Ahok-Djarot. Djarot turut hadir dalam acara peletakan batu pertama tersebut Bersama Kepala Kesbangpol Alberto, Camat Cilincing Nana Hardiana, Kapolsek Cilincing Kompol Edi Purnawan, SPd, MM, Lurah Semper Barat Muhammad Iqbal. Peletakan batu pertama itu dilaksanakan pada Minggu, tanggal 11 Oktober 2015 jam 10:00 WIB. (Sumber: tribratanewsjakut.com)
Sementara gereja dan gedung serbaguna Huria Kristen Batak Protestan (HKBP) Cilincing di Jl Kesatrian, RT 06/08, Cilincing, Jakarta Utara, yang diresmikan Sandi, mulai dibangun pada 14 Agustus 2016 setelah mendapat IMB per 1 Juni 2016. (Sumber: hariansib.co dan Facebook Page) Pada Juni 2016 – Oktober 2018 adalah masa pemerintahan Ahok-Djarot DKI Jakarta.
Itik telor, ayam singerimi: Ahok-Djarot yang memulai, Anies-Sandi yang menikmati
Dalam pidatonya di Balai Kota DKI Jakarta setelah pelantikan dirinya sebagai gubernur dan Sandi sebagi wakil gubernur periode 2017-2018, Anies mengutip peribahasa Madura: Itik telor, ayam singerimi, yang dia transliterasikan ke dalam Bahasa Indonesia sebagai itik yang bertelur, ayam yang mengerami. Dia memaknainya sebagai berikut: Kita yang bekerja keras untuk merebut kemerdekaan. Kita yang bekerja keras untuk mengusir kolonialisme. Kita semua harus merasakan manfaat kemerdekaan di ibu kota ini. Dan kita menginginkan Jakarta bisa menjadi layaknya sebuah arena aplikasi Pancasila.
Pemahaman saya seperti ini. Jangan sampai kita yang berjuang untuk memerdekakan Indonesia (Jakarta), tetapi orang lain (asing) yang menikmati hasilnya. Sudah sepantasnya, warga Jakarta (kita) – lah yang menerima dan menikmati manfaat dari kemerdekaan itu.
Sepertinya, tidak berselang lama, Anies dan Sandi sudah merealisasikan peribahasa yang dia cantumkan dalam pidatonya, itik telor, ayam singerimi, itik yang bertelur ayam yang mengerami. Kenapa? Di atas sudah saya jelaskan bahwa kedua gereja yang mereka berdua resmikan dibangun di era Ahok-Djarot. Artinya, entah IMB, entah peletakan batu pertama, dilaksanakan pada masa Ahok-Djarot.
Maka ketika Anies – Sandi dengan senyum semringah meresmikan kedua gereja itu, ada dua catatan penting. Pertama, merekalah yang sedang mempraktikkan peribahasa Madura itu. Apa yang dimulai oleh Ahok-Djarot dinikmati oleh Anies-Sandi. Ahok – Djarot yang menjamin kerukunan dalam keragaman di antara umat HKBP dengan sekitar – karena sudah ada IMB maka dapat dipastikan pembangunan gereja tidak bermasalah – Anies – Sandi yang menikmati dan berbicara soal gotongroyong dan keberagaman.
Kedua, menggunakan jasa Ahok – Djarot untuk menutupi racun yang digunakan untuk mematikan Ahok – Djarot. Saya mengerti bahwa Anies – Sandi sedang berusaha memperbaiki citra yang sudah terlanjur dilabeli sebagian orang – kalau bukan semua – sebagai pemenang Pilkada DKI 2017 dengan strategi SARA. Ini bukan tuduhan atau belum move on. Kenyataannya kelihatan bahwa alumni 212, 411 dan GNPF mengonfirmasi bahwa mereka sangat berjasa dalam memenangkan Anies – Sandi. Apa yang mereka lakukan dan bagaimana strategi mereka? Mereka membawa isu ‘pilihlah pemimpin Muslim’, ‘pribumi vs aseng’, dan mendemo Ahok secara beruntun. Entah bagaimanapun alumni bernomor ini berkilah, entah soal akidah atau bela Islam, mereka sudah membawa agama ke ranah politik untuk menjatuhkan Ahok di Pilkada DKI Jakarta, bahkan sampai mengancam tidak menyalatkan jenazah jika memilih Ahok. Kurang biadab apa jika seseorang memanfaatkan agama untuk kepentingan dirinya sendiri termasuk membangun citra politik? Ahh sudahhhlahhhh……
Apakah Anda Tahu?
Apakah Anda tahu bahwa Anies – Sandi sudah mengembalikan dunia politik seperti 5 tahun sebelumnya. Anies – Sandi sudah mengembalikan bahwa politik itu kejam, apa pun dimanfaatkan yang penting tujuan tercapai. Termasuk di dalamnya menelan ludah sendiri seperti Anies yang termakan pidatonya sendiri. Juga dengan tidak malu memanfaatkan jasa lawan untuk memperbaiki citra.
Harapan penulis Anies – Sandi konsisten menjaga keragaman dan gotongroyong selama menjabat sebagai gubernur dan wakil gubernur. Saya tentu bukan siapa-siapa. Tetapi jika Anies – Sandi tidak konsisten – menjaga keragaman dan gotongroyong – maka bukan tidak mungkin label sebagai pemimpin tak beretika politik baik, akan kembali kepadanya.
Salam indovoices