JAKARTA – Meski sejumlah pengembang optimis perkembangan bisnis start-up company dipercaya akan mendongkrak pertumbuhan pembangunan small office home office di kota-kota besar, tetapi layanan transportasi umum yang tersedia tetap jadi kunci utama.
Berbicara tentang small office home office atau SOHO tak ubahnya dengan konsep rumah toko atau rumah kantor yang sudah marak dibangun di kota besar. Gampangnya, SOHO dibangun untuk memenuhi kebutuhan tempat tinggal dan berbisnis dalam satu tempat dengan berbagai fasilitas yang sudah disediakan pengembang.
Di Jakarta, PT Duta Anggada Realty Tbk. (DART) tercatat menjadi pionir dalam pembangunan SOHO, yakni Cityloft di kawasan Sudirman pada 1998. Namun, hingga hari ini belum banyak pengikut DART.
Berdasarkan riset Leads Property Indonesia, pasokan SOHO hingga kuartal IV-2015 hanya 1.840 unit. Dengan rincian Sudirman Cityloft sebanyak 466 unit, Menteng Square 36 unit, Podomoro City 615 unit, Central 88 Kemayoran 364 unit, Naya Kemang 13 unit, dan terbaru SOHO Pancoran 346 unit milik PT Agung Podomoro Land Tbk. (APLN).
Chief Executive Office (CEO) Leads Property Indonesia Hendra Hartono mengatakan pasokan yang sedikit dipicu karena segmen pasarnya belum luas. Pengembang lebih memilih pembangunan kantor yang dinilai lebih menjanjikan sedangkan pengusaha pemula masih lebih banyak memanfaatkan sewa rumah.
Selain itu, tren kenaikan harga untuk SOHO lebih rendah dibandingkan apartemen atau perkantoran strata, yakni hanya berkisar antara 5% hingga 8% per tahun secara umum.
“Saat ini akan lebih menguntungkan jika dibangun seperti konsep SOHO Podomoro City yang terintegrasi dengan superblok Podomoro City sehingga lebih banyak permintaanya dan kenaikan harga bisa lebih tinggi,” katanya kepada Bisnis melalui sambungan telepon, Selasa (29/3/2016).
Harga SOHO yang ditawarkan di pasar primer adalah Rp17 juta – Rp28 juta per m2. Sedangkan di pasar sekunder mencapai posisi Rp30 juta – Rp34 juta per m2 seperti patokan harga di Sudirman Cityloft dan SOHO Podomoro City.
Namun, kata Hendra, dua kunci yang harus dipegang pengembang dalam membangun SOHO adalah wilayah padat penduduk dan kemudahan transportasi massal. Artinya, penghuni SOHO sebenarnya tidak membutuhkan ruang parkir yang membatasi ruang geraknya.
“Di Newyork atau Tokyo SOHO itu tidak difasilitasi ruang parkir karena dekat dengan transportasi umum. Jadi nanti tren SOHO akan lebih ramai setelah MRT (Mass Rapid Transit) dan LRT (Light Rail Transit) jadi,” ujarnya.
Sementara itu, Vice President Director APLN Veri Y. Setiady mengatakan seiring dengan pertumbuhan industri kecil dan pebisnis pemula, prospek SOHO ke depannya diyakini bakal lebih cerah. Untuk itu, APLN telah menanamkan investasi sebesar Rp800 miliar untuk proyek SOHO Pancoran.
“Kami mengincar wirausahawan yang hanya memiliki sedikit karyawan dan membutuhkan fleksibilitas waktu dalam bekerja serta memberikan ruang yang strategis di Jakarta Selatan,” katanya saat seremoni penutupan atap SOHO Pancoran lalu.
Veri menambahkan dari data tahun lalu terdapat 1.500 start-up lokal yang berada di Indonesia. Saat ini, potensi bisnis tersebut mencapai US$13 miliar atau sekitar Rp175 triliun di Indonesia. Pemerintah bahkan menargetkan peningkatan hingga US$130 miliar pada 2020.
Veri menambahkan SOHO Pancoran ini merupakan proyek kedua setelah SOHO Podomoro City. Ke depan, perusahaan juga merencanakan akan membuka SOHO diberbagai kota besar lainnya seperti Medan, Balikpapan, dan lainnya.
“Industri kreatif akan sangat berkembang di Indonesia, masyarakat akan banyak membutuhkan ruang perkantoran yang bisa sekaligus sebagai tempat tinggal, atau ruang perkantoran yang tidak terikat dengan jam kerja.”