Indovoices.com -Direktur Jenderal (Dirjen) Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan (DJPPR Kemenkeu) Luky Alfirman memaparkan strategi pembiayaan untuk menutup defisit APBN 2020 yang merespons secara countercyclical terhadap dampak pandemi Covid-19 dengan defisit 6,34% terhadap GDP atau total Rp1.039,2 triliun pada Perpres 72/2020. Ia menekankan caranya harus dilakukan dengan opportunistik, terukur, dan prudent (hati-hati).
“Strategi besar kita objektifnya opportunistik, melihat kesempatan, kondisi yang ada di pasar (market) namun terukur dan prudent (berhati-hati). Kita ingin mencari pembiayaan yang semurah mungkin dari segi cost of fund, mengelola resikonya contoh dengan mengatur profil jatuh tempo dan mata uang atau current series. Kemudian melihat kebutuhan pembiayaan APBN itu sendiri. Target defisit,” dalam acara Dialogue Kita edisi Juli 2020: Perkembangan Pembiayaan APBN 2020 secara virtual pada Jumat, (24/07) di Jakarta.
Oleh karena itu, pemerintah mengambil sumber pembiayaan dari non utang dan utang. Pada pembiayaan non utang, pemerintah memanfaatkan anggaran Saldo Anggaran Lebih (SAL), dana abadi pemerintah dan dana yang bersumber dari Badan Layanan Umum (BLU).
Untuk pembiayaan utang, pemerintah melakukan penarikan pinjaman program dari lembaga bilateral dan multilateral seperti Bank Dunia, ADB, AFD, KfW, JICA, ECDF, dan AIIB dengan bunga relatif rendah.
“Penarikan pinjaman program, baik itu bilateral dan multirateral Bank Dunia, ADB, dan seterusnya,” jelasnya.
Selain itu, pemerintah juga menerbitkan Surat berharga Negara (SBN) di pasar domestik, SBN valuta asing (valas). Bank Indonesia (BI) menurunkan GWM dan meningkatkan PLM, Kemenkeu dan BI juga melakukan burden sharing (pembagian beban) dimana BI dapat menambah likuiditas perbankan di pasar perdana SBN untuk bank yang merestrukturisasi pinjaman nasabah UMKMnya. Pemerintah dapat menerbitkan SBN untuk membiayai program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) yang bisa dibeli BI (di-repo). Saat ini sudah terbit Surat Keputusan Bersama (SKB) antara BI dan Kemenkeu yang terdiri dari SKB I dan SKB II.
“Salah satu kebijakan extra ordinary kita, BI dapat membeli SBN di pasar perdana. Kemudian kita membuat Surat Keputusan Bersama (SKB) ada dua, SKB pertama, SKB kedua,” pungkasnya. (kemenkeu)