Indovoices.com –Pandemi virus corona (Covid-19) tak bisa dipungkiri telah menekan pendapatan negara, terutama dari sisi perpajakan.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati pun mengungkapkan, salah satu faktor yang menyebabkan tekanan dari sisi penerimaan pajak adalah penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).
Realisasi penerimaan pajak per September 2020 tercatat Rp 758,6 triliun. Angka tersebut mengalami kontraksi sebesar 16,9 persen jika dibandingkan dengan tahun lalu yang sebesar Rp 902,79 triliun.
Adapun nilai realisasi penerimaan pajak tersebut 62,6 persen dari target Perpres 72 2020 yang sebesar Rp 1.198,8 triliun.
“Kita tetap waspada karena setiap kali ada PSBB, langsung terlihat di tekanan pajak kita,” ujar Sri Mulyani ketika memberikan keterangan pers APBN KiTa, Senin (19/10/2020).
Sri Mulyani merinci, penerimaan pajak penghasilan (PPh) dari sektor non migas realisasinya sebesar Rp 23,63 triliun atau menhalami kontraksi hingga 45,28 persen jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu.
Angka tersebut setara dengan 74,17 persen dari target yang tercantum dalam Perpres 72 2020.
Untuk PPh non migas, realisasinya sebesar Rp 418,16 triliun atau terkontraksi 16,91 persen jika dibandingkan dengan tahun lalu.
Sementara untuk PPN dan PPnBM realisasinya mengalami kontraksi 13,61 ppersen dibandingkan tahun lalu menjadi Rp 290,33 triliun, dan realisasi PBB dan pajak lainnya sebesar Rp 18,5 triliun atau terkontraksi 8,86 persen.
“Untuk PPh Migas terkontraksi paling dalam seiring dengan penurunan harga dan volume, lifting masih di bawah (target),” ujar Sri Mulyani.
Sementara jika lebih rinci dilihat berdasarkan per sektor usaha,pada periode Januari hingga September 2020, industri pengolahan mengalami kontraksi 17,16 persen, perdagangan penerimaan pajaknya minus 18,42 persen, dan sektor jasa keuangan minus 5,45 persen.
Adapun pajak dari sektor konstruksi dan real estate tertekan cukup dalam, yakni minus 19,6 persen.
“Konstruksi seperti perdagangan karena PSBB. Penurunan penjualan properti itu menyebabkan pajak dari konstruksi dan real estate tertekan,” ujar Sri Mulyani.
Adapun untuk sektor pergudangan tercatat terkontraksi 11,89 persen, dan pertambangan sebesar 42,78 persen. Pada sektor pertambangan, bahkan penerimaan per September 2020 saja mengalami kontraksi hingga 127,45 persen.
“itu juga karena ada restitusi di sektor pertambangan yang cukup besar, karena kalo ekspor langsung minta restitusi,” ujar Sri Mulyani.(msn)