Istilah Unicorn menjadi lebih populer lagi dari sebelum-sebelumnya berkat di sebut Jokowi dalam debat pilpres 2019 tahap ke dua, beberapa hari yang lalu.
Saat debat kedua, capres petahana Jokowi memang bertanya ke Prabowo soal Unicorn. Yang ditanyakan Jokowi yakni bagaimana cara Prabowo mendukung perkembangan Unicorn di Indonesia.
“Infrastruktur apa yang akan Bapak bangun untuk mendukung perkembangan unicorn Indonesia?” tanya Jokowi.
“Yang Bapak maksud unicorn? Maksudnya yang online-online itu, iya, kan?” kata Prabowo bertanya balik.
Prabowo bukanlah satu-satunya orang yang tidak mengerti terhadap istilah tersebut.
Diperkirakan sebanyak 60-70% orang Indonesia masih belum mengenal istilah unicorn. Istilah ini dinilai masih menjadi hal yang baru bagi masyarakat.
“Saya yakin hampir 60-70% orang Indonesia nggak tahu unicorn. Harus dijelaskan unicorn ini apa. Karena kan memang unicorn startup (beda) dengan unicorn kuda dengan satu tanduk,” kata Pengamat industri digital dari Indonesia ICT Institute Heru Sutadi.
“Kalau pun mengenal istilah unicorn, tau, tapi kalau the real unicorn mungkin bertanya juga. apalagi sekarang ada unicorn, decacorn segala macam. Ini masih hal yang baru memang ya,” sambungnya.
Baiklah, sebelum melangkah lebih jauh dan untuk mendapatkan gambaran lebih utuh, ada baiknya kita lihat kembali sejarah munculnya istilah Unicorn yang dimulai dari Startup.
Pernah gak suatu hari anda bangun dan tiba-tiba merasa mendapat ide cemerlang yang menurut anda bisa mengubah dunia?
Nah, startup itu adalah perusahaan yang dibuat berdasarkan inspirasi seperti itu. Menurut pakar startup Silicon Valley, Steve Blank, startup adalah sebuah perusahaan yang dibuat dengan tujuan untuk berkembang menjadi sangat besar dan bisa jadi pemimpin di Industri.
Artinya, sebuah startup harus progresif dan punya berbagai inovasi buat mengalahkan pesaing-pesaing dari perusahaan besar yang udah ada.
Sementara small business alias usaha kecil adalah usaha yang profitable namun skalanya kecil dan nggak bermaksud untuk jadi dominan dalam industri, apalagi menyaingi perusahaan besar lainnya.
Ciri pembeda lainnya, kalau bisnis kecil berjalan dengan mengandalkan profit atau keuntungan dari hasil usahanya, maka startup berbeda. Malah kebanyakan startup hampir selalu merugi di masa-masa awal pendiriannya.
Sebuah startup biasanya didanai secara besar-besaran oleh Venture Capitalist, atau perusahaan pemodal. Modalnya pun biasanya berjumlah sangat besar. Misalnya saja Go-Jek yang mendapat pendanaan sebesar 1.2 milyar dolar. Atau online marketplace Tokopedia yang juga dapat suntikan dana 500 juta dolar.
Semua uang itu membuat perusahaan yang umurnya baru beberapa tahun ini melesat dalam waktu singkat, menjadi perusahaan berharga milyaran dolar. Sedangkan untuk konvensional biasanya fokus pada dana pribadi dan hanya dengan sistem prinsip dagang.
Nah, bila sebuah perusahaan startup telah memiliki valuasi (nilai) lebih dari $1 miliar, maka perusahaan tersebut dijuluki dengan istilah Unicorn.
Istilah ini sendiri diciptakan pada tahun 2013 oleh Aileen Lee, seorang pemodal usaha. Dirinya memilih hewan mitos ini karena perusahaan yang sukses seperti ini tergolong langka. Pada tahun 2013, ketika Aileen Lee menciptakan istilah “unicorn“, baru 39 perusahaan yang tergolong unikorn di seluruh dunia.
Nilai Unicorn biasanya berasal dari putaran pendanaan dari badan-badan pemodal usaha besar yang menanamkan modal di perusahaan rintisan. Nilai perusahaan rintisan juga bisa terdongkrak ketika perusahaan yang lebih besar mengakuisisi sebuah perusahaan dengan nilai unikorn.
Contohnya, ketika Unilever membeli Dollar Shave Club atau ketika Facebook membeli Instagram dengan nilai $1 miliar, kedua perusahaan ini (Dollar Shave Club dan Instagram) otomatis menjadi Unicorn.
Bila nilai perusahaan terus meningkat hingga valuasinya mencapai US$10 miliar, maka perusahaan itu naik statusnya dan disebut dengan istilah Decacorn.
Ada 15 perusahaan yang telah mencapai taraf Decacorn ini di dunia, beberapa diantaranya adalah Bytedance (US$75 miliar), Uber (US$72 miliar), Airbnb (US$29,3 miliar), SpaceX (US$21,5 miliar), Epic Games (US$15 miliar), Pinterest US$12,3 miliar) dan Grab (US$11 miliar).
Grab adalah satu-satunya perusahaan dari Asia Tenggara (Malaysia), yang berhasil masuk dalam barisan Decacorn dunia.
Yang terakhir adalah Hectocorn atau yang disebut juga super unicorn berarti startup yang telah memiliki valuasi sebesar USD 100 miliar.
Tidak banyak informasi yang tersedia tentang ‘spesies’ super langka ini. Tapi jika menilik valuasinya maka dapat dibilang perusahaan rintisan itu mesti berada di level seperti Google, Microsoft, Apple dan Facebook agar dapat berstatus hectocorn.
Cukup jelas bukan? Jadi antara Unicorn, Decacorn apalagi Hectocorn bukan sekedar perusahaan “online-online itu” saja seperti yang disampaikan oleh Prabowo. Apalagi sampai menuding unikorn dapat membawa uang Indonesia lari ke luar negeri.
Kemungkinan uang dari Indonesia mengalir ke luar negeri melalui perusahaan digital ini memang ada. Namun pemerintah sendiri sudah memiliki seperangkat aturan tidak saja terkait ketentuan dana investasi untuk membiayai perusahaan-perusahaan Startup tersebut, melainkan juga termasuk pengelolaannya.
Sehingga tidak mudah bagi investor asing yang menginvestasikan dananya untuk melarikan keuntungan ke luar negeri tanpa melalui mekanisme yang sudah ditetapkan oleh pemerintah.
Ketidakpahaman seorang Capres terhadap ekonomi digital yang digadang-gadang akan menjadi tulang punggung perekonomian Indonesia di masa depan, tentu sangat berbahaya sekali. Prospek Indonesia sebagai basis pertumbuhan ekonomi digital di Asia khususnya Asia Tenggara akan terancam, karena tidak mampu bersaing dengan negara-negara lain.
Akibatnya fatal, Indonesia hanya akan menjadi pasar bagi produk dan pelaku asing. Bila itu yang terjadi, ketakutan akan mengalirnya uang Indonesia ke luar negeri akan menjadi kenyataan. Bukan lagi secara sembunyi-sembunyi namun terang-terangan mengalir keluar, di depan hidung kita tanpa kita mampu berbuat apa-apa akibat tidak mampu bersaing.