“Industri mainan nasional telah menunjukkan daya saingnya di kancah global. Hal ini sekaligus mampu membuktikan bahwa Indonesia termasuk dalam negara-negara produsen utama untuk beberapa produk mainan unggulan yang telah mendunia,” kata Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto di Jakarta, Senin (22/4).
Untuk itu, Kementerian Perindustrian terus memacu pengembangan industri mainan di dalam negeri. Apalagi, sektor tersebut tergolong padat karya dan berorientasi ekspor. Pada tahun 2017, nilai investasi industri mainan di Indonesia mencapai Rp410 miliar dengan jumlah tenaga kerja yang diserap sebanyak 23.116 orang.
“Contohnya, PT Mattel Indonesia yang telah menyerap tenaga kerja sebanyak 10 ribu orang dengan nilai ekspor dalam kurun lima tahun terakhir rata-rata di atas USD150 juta per tahun,” papar Menperin.
Airlangga pun mengaku bangga karena Indonesia adalah produsen boneka merek Barbie terbesar di dunia yang dihasilkan oleh PT Mattel Indonesia. Perusahaan ini memasok 60 persen ke seluruh pasar global atau telah mengungguli produksi China. “Jadi, enam dari 10 boneka yang beredar di dunia itu berasal dari Indonesia, dibuat dengan tangan-tangan terampil anak bangsa kita,” ujarnya.
Menariknya lagi, Indonesia memiliki pabrik mobil dengan kapasitas produksi yang cukup besar denganmencapai 50 juta unit per tahun. “Pabrik Hot Wheels di Cikarang milik PT Mattel Indonesia adalah industrimobil mini yang kapasitasnya lebih besar 50 kali dari industri otomotif beneran,” ungkapnya. Hot Wheels merupakan mobilmainan diecast atau dibuat dari bahan logam yang dicetak.
Tak cuma dari segi jumlah produksinya yang mencengangkan, Menperin menuturkan, pabrik ini juga sudah mengaplikasikan teknologi industri 4.0 pada proses produksinya. “Selain mampu memproduksi Barbie dan Hot Wheels yang berkualitas, perusahaan ini jugamemiliki kemampuan engineering lokal yang punya inovasi luar biasa membuat mesin canggih sendiri,” ungkapnya.
Dalam upaya memacu daya saing industri mainan nasional, pemerintah telah berupaya melindungi produk dan pasar dalam negeri serta menghindari gempuran produk impor yang tidak berkualitas melalui penerapan Standar Nasional Indonesia (SNI). “Implementasi SNI ini mampu meningkatkan competitiveness produk dalam negeri,” ujar Airlangga.
Selain itu, pemberlakuan SNI memberikan jaminan terhadap produk yang masuk ke pasar domestik merupakan yang berkualitas dan aman bagi konsumen serta menembus pasar ekspor.“Standar produk merupakan technical barrier yang dapat diterima oleh seluruh negara, karena memberikan efek positif, antara lain menjamin keamanan, keselamatan dan kualitas produk,” imbuhnya.
Ketua Asosiasi Mainan Anak (AMI) Sutjiadi Lukasmemprediksikan, industri mainan dalam negeri pada tahun 2019 dapat tumbuh sebesar 10 persensecara year-on-year (yoy). Apalagi, potensi bisnis mainan di Tanah Air cukup prospektif.
Sebab, Indonesia merupakan negara dengan populasi penduduk terbesar di kawasan ASEAN. “Dengan angka kelahiran rata-rata 4,5 juta jiwa per tahun, Indonesia dapat menjadi pasar terbesar se-Asia Tenggara,” terangnya.
Selain memenuhi kebutuhan pasar domestik, AMI pun menggenjot industri mainan nasional agar semakin agresif mempeluas pasar ekspor. Tutupnya beberapa pabrik mainan di Vietnam membuat peluang industri mainan di Indonesia kelimpahan pesanan.
“Kemungkinan, pasar mainan akan lebih tancap gas mulai kuartal kedua setelah Pemilu,” ucapnya. Guna menggairahkan bisnis mainan di dalam negeri, Indonesia membutuhkan investasi baru. Salah satu strateginya, AMI akan menyelenggarakan kembali pameran yang diikuti 6 negara pada 18-20 Juni 2019 di JIExpo. Dalam pameran ini bakal ditampilkan teknologi produksi mainan terbaru.
Pada tahun lalu, AMI telah meneken nota kesepakatan (MoU) dengan Chaiyu Exhibition berkenaan dengan kerjasama antara pengusaha Indonesia dan China.Dengan kolaborasi ini,diharapkan perusahaan mainan asal China berinvestasi membangun pabrik di Indonesia, terutama untuk memproduksi komponen seperti gear box, baut dan keypad.