JAKARTA, KOMPAS.com – Berdasarkan riset Pricewaterhouse Coopers (PwC), adanya penipuan pangan mempengaruhi kepercayaan konsumen dan menimbulkan kerugian hingga Rp 529,7 triliun setahun atau US$ 40 miliar (kurs Rp 13.242,50 perdollar AS).
Riset PwC didukung oleh SSAFE, bekerja sama dengan University Wageningen, VU University Amsterdam dan pimpinan industri pangan di seluruh dunia.
“Insiden penipuan pangan yang marak baru-baru ini meningkatkan perlunya untuk memperkuat kemampuan industri pangan untuk mendeteksi dan melawan penipuan di seluruh mata rantai pasokan pangan,” kata Direktur Eksekutif SSAFE, Quincy Lissaur, melalui rilis ke Kompas.com (Rabu 30/3/2016).
Riset PwC menemukan bahwa lebih dari satu dari tiga perusahaan menjadi korban penipuan.
Craig Armitage, Global Leader of Food Supply and Integrity Services PwC, mengatakan praktik keamanan pangan yang ada saat ini tidak seluruhnya dirancang untuk memitigasi penipuan.
Menurut dia, praktik penipuan pangan seperti daging sapi cincang yang diganti dengan daging kuda atau penambahan melamin dalam produk susu, telah meningkatkan urgensi pengambilan tindakan oleh kalangan industri pangan.
“Lebih dari sekedar biaya ekonomi, penipuan pangan dapat merusak kesehatan masyarakat dan kepercayaan konsumen,” kata dia.