Atas pertimbangan tersebut, pada 20 Mei 2019, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati telah menandatangani Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor: 81/PMK.010/2019 tentang Batasan Rumah Umum, Pondok Boro, Asrama Mahasiswa dan Pelajar, serta Perumahan Lainnya yang Atas Penyerahannya Dibebankan dari Pengenaan Pajak Pertambanhan Nilai (PPN).
Menurut PMK ini, rumah sederhana dan rumah sangat sederhana yang dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai adalah rumah yang memenuhi ketentuan, sebagai berikut: a. luas bangunan tidak melebihi 36 m2 (tiga puluh enam meter persegi); b. harga jual tidak melebihi batasan harga jual, dengan ketentuan bahwa batasan harga jual didasarkan pada kombinasi zona dan tahun yang berkesesuaian sebagamana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini; c. merupakan rumah pertama yang dimiliki oleh orang pribadi yang termasuk dalam kelompok masyarakat berpenghasilan rendah, digunakan sendiri sebagai tempat tinggal, dan tidak dipindahtangankan dalam jangka waktu 4 (empat) tahun sejak dimiliki; d. luas tanah tidak kurang dari 60 m2 (enam puluh meter persegi); dan e. perolehannya secara tunai ataupun dibiayai melalui fasilitas kredit bersubsidi maupun tidak bersubsidi, atau melalui pembiayaan berdasarkan prinsip syariah.
“Pondok boro yang dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai adalah bangunan sederhana, berupa bangunan bertingkat atau tidak bertingkat, yang dibangun dan dibiayai oleh perorangan atau koperasi buruh atau koperasi karyawan, yang diperuntukkan bagi para buruh tetap atau para pekerja sektor informal berpenghasilan rendah dengan biaya sewa yang disepakati, yang tidak dipindahtangankan dalam jangka waktu 4 (empat) tahun sejak diperoleh,” bunyi Pasal 4 PMK ini.
Sedangkan asrama mahasiswa dan pelajar yang dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud adalah bangunan sederhana, berupa bangunan bertingkat atau tidak bertingkat, yang dibangun dan dibiayai oleh universitas atau sekolah, perorangan dan/ atau Pemerintah Daerah, yang diperuntukkan khusus untuk pemondokan pelajar atau mahasiswa, yang tidak dipindahtangankan dalam jangka waktu 4 (empat) tahun sejak diperoleh.
Perumahan lainnya , menurut PMK ini, dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai meliputi:
- Rumah pekerja, yaitu tempat hunian, berupa bangunan tidak bertingkat atau bertingkat, yang dibangun dan dibiayai oleh suatu perusahaan, diperuntukkan bagi karyawannya sendiri dan bersifat tidak komersil, yang memenuhi ketentuan sebagai berikut: 1. untuk bangunan tidak bertingkat, sesuai ketentuan; 2. untuk bangunan bertingkat, sesuai dengan ketentuan mengenai rumah susun sederhana yang diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan tersendiri, yang tidak dipindahtangankan dalam jangka waktu 4 (empat) tahun sejak diperoleh.
- Bangunan yang diperuntukkan bagi korban bencana alam yang dibiayai oleh pemerintah, swasta, dan/ atau lembaga swadaya masyarakat.
“Atas penyerahan rumah sederhana dan rumah sangat sederhana, yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud, dikenai Pajak Pertambahan Nilai,” bunyi Pasal 6 ayat (1) PMK ini.
Ditegaskan dalam PMK ini, dalam hal pengembang atau pengusahaa lainnya yang melakukan penyerahan sebagaimana dimaksud tidak memungut Pajak Pertambahan Nilai, terhadapnya dikenakan sanksi sesuai dengan ketentuan perpajakan yang berlaku.
Sementara dalam hal pembeli rumah sederhana dan rumah sangat sederhana tidak memenuhi ketentuan sebagainana dimaksud, Pajak Pertambahan Nilai yang semula dibebaskan wajib dibayar kembali oleh pembeli penerima fasilitas paling lama 1 (satu) bulan sejak tidak terpenuhinya ketentuan sebagaimana dimaksud.
“Peraturan Menteri ini mulai berlaku setelah 15 (lima belas) hari terhitung sejak tanggal diundangkan,” bunyi Pasal 8 Peraturan Menteri Keuangan Nomor: 81/PMK.010/2019, yang telah diundangkan oleh Dirjen Peraturan Perundang-Undangan Kementerian Hukum dan HAM, Widodo Ekatjahjana, pada 22 Mei 2019. (JDIH Kemenkeu/ES)