Indovoices.com – Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati memaparkan sejumlah transfer fiskal untuk menjaga ekologi hutan Indonesia pada acara Konferensi Peluncuran Hasil Penelitian dan Penyampaian Rekomendasi Transfer Fiskal Ekologis yang diselenggarakan Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia (AIPI), Akademi Ilmuwan Muda Indonesia (ALMI), dan World Resources Institute (WRI) Indonesia di Auditorium Perpustakaan Nasional, Jakarta pada Kamis (01/08).
Beberapa instrumen Transfer Ke Daerah dan Dana Desa (TKDD) yang dapat digunakan untuk pendanaan ekologis diantaranya Dana Bagi Hasil Sumber Daya Alam (DBH-SDA); Dana Alokasi Khusus melalui DAK Fisik bidang lingkungan hidup dan kehutanan serta DAK Non Fisik Bantuan Biaya Layanan Pengelolaan Sampah; Dana Insentif Daerah (DID) melalui penilaian kategori kinerja pengelolaan sampah; Hibah Daerah melalui hibah konservasi Taman Nasional; Dana Desa yang sebagian kegiatannya dapat dipergunakan untuk pelestarian lingkungan hidup; dan terakhir Dana Otonomi Khusus (Dana Otsus) yang digunakan untuk perlindungan dan konservasi sumber daya hutan.
Ia menjelaskan bahwa Indonesia memiliki wilayah hutan terluas ketiga di dunia, namun daerah-daerah yang memiliki hutan luas di dalam negeri menghadapi dilema. Menjaga hutan dan sumber daya hutan memberikan banyak manfaat, misalnya berupa jasa ekosistem seperti penyerapan karbon dan pengaturan iklim. Jasa-jasa ini dinikmati banyak pihak bahkan melewati wilayah administratif hutan suatu daerah.
Namun, menjaga hutan juga menimbulkan biaya dan sumber daya yang tidak sedikit, di samping kehilangan kesempatan untuk memanfaatkan sumber daya hutan untuk misalnya, perkebunan kelapa sawit dan tambang yang dapat berguna sebagai sumber pendapatan daerah. Beban biaya untuk menjaga hutan ditanggung sepenuhnya oleh daerah pemilik hutan tanpa kompensasi maupun insentif sementara manfaat dari hutan yang terjaga dinikmati secara luas, melampaui daerah penghasil.
Konferensi ini mencoba untuk mencari jalan keluar bagi pemerintah daerah (Pemda) untuk mendapatkan biaya dan manfaat yang sepadan salah satunya melalui transfer fiskal berbasis ekologis terdapat beberapa instrumen transfer fiskal untuk memberikan insentif daerah yang kaya hutan dengan mempertimbangkan luas hutan sebagai salah satu indikator. Berbagai instrumen dan skema transfer fiskal ini memiliki tantangan dan pendekatan yang berbeda-beda.
“Kami di Kementerian Keuangan mengapresiasi adanya penelitian tersebut yang terkait dengan instrumen yang sangat penting di dalam APBN kita yaitu transfer keuangan daerah atau transfer fiskal dan dalam hal ini dikaitkan secara konteks dengan keinginan untuk menjaga ekologi. Inisiatif pertemuan ini yang diinisiasi WRI dengan AIPI dan ALMI merupakan suatu inisiatif yang sangat kami hargai terutama berkaitan dengan keinginan kita untuk membangun tradisi yaitu menyusun kebijakan publik yang berdasarkan atas research based policy dan evidence-based policy,” jelas Menkeu.
Menkeu berharap di dalam konferensi ini meskipun fokusnya pada transfer fiskal ekologis, namun tidak melupakan bahwa menjaga hutan dan kelangsungannya harus dilakukan secara holistik termasuk lingkungan tempat tinggal.
“Bagaimana kita memperhatikan kesejahteraan masyarakat adat yang banyak sekali bergantung pada hutan. Dengan kita tetap melihat itu maka kita bisa melihat keseimbangan yang harmonis antara kepentingan menjaga kelestarian sumber daya alam terutama hutan dengan tetap mengikhtiarkan perbaikan kesejahteraan masyarakatnya,” tegasnya. (kemenkeu)