Swasembada Energi
Selain swasembada pangan, Prabowo juga menginginkan swasembada energi. Dia meyakini, dengan menghasilkan bahan bakar dari sumber alternatif, Indonesia bisa mengurangi impor minyak.
“Hari ini kita impor hampir 1 juta barel tiap hari, kita impor, kalau tidak salah angkanya sudah sampai 1,3 juta tiap hari. Kalau sekarang BBM 80 dolar (dolar AS) per barel dan diperkirakan akan naik sampai 100 dollar per barel mungkin bisa lebih,” kata dia.
Jika terpilih, Prabowo berencana menghijaukan kembali hutan yang rusak yang luasnya mencapai 80 juta hektar. Ia ingin hutan rusak ditumbuhi singkong, aren, jarak, dan jagung dalam skala besar. Tanaman ini, lanjut Prabowo, bisa dikonversi menjadi bahan bakar.
“Satu hektar bisa menciptakan 3-4 orang bekerja. Kalau kita tanam 20 juta hektar, itu berapa juta orang bekerja? Kita hilangkan kemiskinan, kita hilangkan pengangguran,” kata Prabowo.
Sebelum menjelaskan apa yang sudah dikerjakan oleh Jokowi terkait swasembada energi ini, saya ingin mengatakan kalau lagi-lagi Prabowo melakukan pembohongan publik dengan data sontoloyo yang asal cuap. Impor BBM kita bukanlah 1 juta barel perhari seperti yang diklaim Prabowo, melainkan lebih kurang 400 ribu barel perhari (lebih tepatnya 393 ribu barel perhari berdasarkan data bulan Agustus 2018). Untuk lebih lengkapnya dapat dibaca pada link di bawah ini
(https://www.cnbcindonesia.com/news/20180926190509-4-34909/impor-bbm-ri-terus-naik-tiap-tahun-ini-rinciannya)
Di masa pemerintahan Jokowi, kita melihat sendiri bagaimana berbagai blok minyak yang selama ini dikuasai asing, satu persatu diambil alih untuk dikelola oleh Pertamina.
Mulai dari Blok Rokan, Blok Mahakam, Blok Tengah, Blok Ogan Komering, Blok North Sumatera Offshore (NSO), Blok Sanga-Sanga (Kalimantan), Blok Attaka serta berbagai blok lainnya semua diambil alih oleh negara dengan tujuan untuk dikelola dan dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk kepentingan rakyat Indonesia.
Disisi lain pemerintah melalui Kementerian Perhubungan saat ini tengah berupaya meningkatkan berbagai fasilitas pengujian khususnya untuk kendaraan listrik. Pertama pengujian baterai, kedua pengujian kecepatan, dan terakhir masalah charging mobil listrik sendiri.
Belum lama ini pemerintah melalui Menko Kemaritiman Luhut B Pandjaitan bersama dengan Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi melakukan peletakan baru pertama pembangunan kawasan industri terpadu yang bakal menghasilkan baterai litium, yang biasa digunakan untuk mobil listrik.
Pengembangan kendaraan listrik juga sudah mulai dilakukan oleh pemerintah. Terbaru pemerintah melibatkan salah satu pelaku industri otomotif asal Jepang yakni Mitsubishi.
Selain itu, pemerintah juga akan membuat perihal regulasi suara atau sound pada mobil listrik.
Tujuannya apa? Agar di masa yang akan datang pemakaian kendaraan berbahan bakar fosil dapat dikurangi bahkan dihilangkan. Hal ini mengingat persediaan BBM fosil yang semakin menipis. Penyiapan regulasi itu juga dimaksudkan agar tidak terjadi kesenjangan.
Jangan sampai bahan bakar fosil habis, sementara peraturan, struktur maupun infrastruktur terkait mobil listrik ini belum tersedia. Pusing kan? Kalau di tengah jalan indikasi baterai mobil kita mulai lowbatt sementara tidak ada depot atau stasiun untuk charging baterai.
Mengenai pemakaian tanaman sebagai bahan bakar seperti yang disebutkan oleh Prabowo juga bukannya tidak ada. Salah satu tanaman yang dimanfaatkan saat ini adalah minyak kelapa sawit yang dijadikan campuran solar dengan sebutan Bio Diesel (B20).
Mengembangkan bahan bakar juga harus menyesuaikan diri dengan kecondongan produsen kendaraan menghasilkan kendaraannya di masa depan. Katakanlah kita berhasil memproduksi secara massal bahan bakar dari singkong sekian juta barel perdetik sebagai pengganti BBM fosil saat ini.
Namun pasar atau konsumen di masa depan, punya kecondongan memakai kendaraan yang menggunakan baterai. Lantas apa gunanya bahan bakar miliaran barel tersebut? Daripada sia-sia bukankah lebih baik pengembangannya disesuaikan dengan perkembangan di masa yang akan datang?
Sedangkan untuk menciptakan energi listrik mandiri yang tidak tergantung bahan bakar fosil, Indonesia sudah mulai menerapkannya melalui pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Bayu (PLTB) Sidrap 1 dan 2, PLTB Jeneponto serta PLTB Tanah Laut.
Di bawah kepemimpinan Jokowi, Pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral atau ESDM juga akan membangun pembangkit listrik tenaga arus laut atau PLTAL di Selat Larantuka, Nusa Tenggara Timur. Bila terlaksana, maka Indonesia akan menjadi negara pertama di dunia yang memiliki pembangkit listrik tenaga arus laut.
Bisa jadi hal ini yang tidak pernah diketahui atau dipikirkan oleh Prabowo.
Bersambung Ke Part 3 Swasembada Air