Prabowo ketika menghadiri deklarasi relawan Rhoma Irama for Prabowo-Sandi di Soneta Records, Depok, Jawa Barat, Minggu 28 Oktober 2018, beberapa hari yang lalu. Menyebutkan 3 hal yang ingin dia lakukan bila menjabat menjadi presiden, yakni swasembada pangan, energi dan air.
Mari kita membahasnya satu persatu dan membandingkannya dengan apa yang sudah dilakukan oleh Jokowi.
Swasembada Pangan
Calon presiden Prabowo Subianto mengkritisi impor yang dilakukan pemerintah. Dia menilai kebijakan itu hanya akan melemahkan perekonomian rakyat.
“Kita tidak perlu impor-impor lagi makanan, impor-impor itu sebetulnya langkah yang menghancurkan rakyat Indonesia, menghancurkan petani kita sendiri dan melemahkan ekonomi Indonesia karena kita kirim devisa yang langka ke luar negeri,” ujar Prabowo.
Prabowo mengatakan swasembada pangan menjadi perhatiannya. Ia meyakini Indonesia harus swasembada pangan.
Pertama, saya ingin mengatakan, tujuan dilakukannya impor pangan adalah dalam rangka untuk menutupi kekurangan stok pangan dalam negeri. Bila dipaksakan tidak impor, maka akan menimbulkan kelangkaan barang. Efeknya harga pangan akan melonjak.
Jadi impor itu sendiri dilakukan pemerintah karena kebutuhan nasional kita sudah melebihi kemampuan produksi kita. Namun bukan berarti kita tidak mampu swasembada pangan. Karena itulah yang saat ini sedang diupayakan oleh Jokowi. Coba kita ambil salah satu contoh, soal swasembada beras. Katanya Indonesia adalah negara agraris, kenapa tidak mampu swasembada beras?
Perlu diketahui bahwa 32 tahun pemerintahan orde baru, Indonesia hanya pernah sekali swasembada beras, yakni di tahun 1984 di masa pemerintahan Soeharto. Setelah Itu tidak pernah lagi hingga masa reformasi, kita juga masih impor setiap tahunnya. Sedangkan Jokowi mampu membuat Indonesia swasembada beras di tahun kedua pemerintahannya, yakni tahun 2016.
(https://ekbis.rmol.co/read/2016/12/28/274258/Setelah-32-Tahun,-Indonesia-Kembali-Swasembada-Beras-)
Pengimpor beras terbanyak bukanlah di masa Jokowi, namun masa Soeharto dimana impor mencapai rata-rata 2 juta ton per tahun. Seperti infografis di bawah ini.
Mengapa sulit sekali untuk dapat swasembada beras di negara agraris ini?. Banyak faktornya, yang utama adalah faktor cuaca dimana lahan pertanian membutuhkan air yang tidak sedikit.
Penanaman padi biasanya dilakukan pada awal masa musim hujan yakni bulan Oktober. Namun yang namanya cuaca, tidak bisa ditebak, dia bisa datang lebih awal atau bahkan lebih lambat, hal inilah yang berpengaruh besar terhadap produksi beras kita.
Untuk mengatasinya, di masa pemerintahan Jokowi, pemerintah giat membangun infrastruktur, mulai dari embung, waduk maupun bendungan. Tujuannya apa? Ya supaya ketersediaan air tetap terjaga, sehingga petani dapat melakukan kegiatan tanam-menanamnya tanpa harus tergantung cuaca lagi.
Pembangunan waduk, embung dan bendungan itu sendiri butuh waktu bertahun-tahun, jadi tidak serta merta kita rasakan hasilnya, namun beberapa tahun ke depan. Apalagi diperkirakan akan ada banyak bendungan yang selesai di tahun 2018 ini maupun tahun 2019. Sehingga swasembada beras akan dapat segera terwujud.
Namun demikian belum lama ini, Badan Pusat Statistik (BPS) mengeluarkan data produksi beras tahun 2018 berdasarkan metode penghitungan baru. Perhitungan tersebut malah menunjukkan Indonesia, surplus produksi beras sebesar 2,8 juta ton.
Bila benar bahwa Indonesia surplus beras, maka secara otomatis kita tidak perlu impor lagi, malah bisa jadi kita yang mengekspor beras apabila angka surplus yang kita capai jauh melebihi tingkat konsumsi dalam negeri. Apalagi bila keseluruhan bendungan yang dibangun itu sudah selesai. Swasembada beras merupakan sebuah keniscayaan.
Sekarang kita lihat lagi, lahan sudah ada, air sudah ada, lantas bagaimana dengan tenaga kerja? Setiap tahun terutama menjelang berakhirnya libur lebaran. Banyak anak-anak muda di desa melakukan urbanisasi ke kota. Hal seperti ini sudah berlangsung puluhan tahun. Berbagai macam alasannya, ada yang ingin mencari kehidupan yang lebih baik, ada juga yang tidak tahu apa yang mau dikerjakan di desa.
Oleh sebab itulah Jokowi menggelontorkan program dana desa. Dengan adanya program dana desa diharapkan dapat menggerakkan perekonomian di desa tersebut. Bila perekonomian desa bergerak, otomatis membuka kesempatan kerja bagi para anak muda untuk bisa berkarya di desa tanpa harus pindah ke kota. Hal ini sekaligus mengurangi tingkat urbanisasi masyarakat desa ke kota. Jadi semua itu sudah dipikirkan dan dirancang secara matang oleh Jokowi.
Artinya, selagi Prabowo masih berpidato untuk swasembada pangan, Jokowi sudah mengerjakannya dengan sangat terperinci. Mulai dari pengairan untuk pertanian hingga ke peningkatan perekonomian desa.
Bersambung Ke Part 2, Swasembada Energi