Indovoices.com– Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto mengajak partisipasi para diaspora Indonesia agar dapat mendukung program-program pembangunan nasional yang diusung oleh pemerintah saat ini. Misalnya, upaya untuk mewujudkan Indonesia maju melalui peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM), terutama dalam kesiapan memasuki era industri 4.0.
“Kami berharap para diaspora kita bisa mengambil peluang nyata dari bisnis di era industri 4.0. Apalagi, rata-rata diaspora kita banyak yang belajar di sektor industri,” kata Menperin seusai menjadi pembicara pada Congress of Indonesian Diaspora (CID-5) di Jakarta, Sabtu (10/8). Acara ini mengangkat tema “Empowering Indonesia’s Human Capital”.
Airlangga mengemukakan, berdasarkan hasil studi McKinsey, ada peluang bisnis baru yang tercipta dari perkembangan ekonomi digital di Indonesia yang mencapai USD150 miliar hingga tahun 2025. “Potensi ini akan menambah 1-2 persen terhadap pertumbuhan ekonomi kita. Kesempatan ini bisa dimanfaatkan oleh semua talent,” ujarnya.
Menperin pun menjelaskan, transformasi ekonomi Indonesia ke depannya adalah berbasis pada inovasi. Hal ini tentunya diperlukan pembangunan SDM kompeten, termasuk di sektor industri. Saat ini, mereka dituntut untuk bisa beradaptasi dan mengikuti perkembangan teknologi terkini.
“Kami optimistis para diaspora yang sebagian besar adalah generasi muda, dapat mengisi perannya guna mencapai visi Indonesia ke depan. Oleh karena itu, mereka perlu melakukan continuous learning, terutama mengenai industri, karena ini menjadi bagian adaptasi dari perkembangan teknologi,” paparnya.
Adapun teknologi yang sedang berkembang seiring bergulirnya industri 4.0, antara lain berupa artificial intelligence (AI), advanced robotic, internet of things (IoT), 3D Printing, dan Augmented Reality/Virtual Reality (AR/VR). Teknologi ini dinilai dapat meningkatkan produktivitas dan kualitas bagi sektor industri secara lebih efisien.
“Namun demikian, dibanding dengan negara lain, kekuatan utama Indonesia saat ini dan ke depan adalah adanya ketersediaan young peoples. Sebab, teknologi bisa kita beli, tetapi young peoples merupakan senjata rahasia yang dimiliki Indonesia,” tegasnya. Bonus demografi ini menjadi kesempatan bagi Indonesia dalam merebut peluang dari perkembangan industri 4.0.
Airlangga menilai, jumlah SDM yang ada di Indonesia perlu dipacu kualitasnya sehingga menghasilkan tenaga kerja yang produktif, inovatif, dan kompetitif. Oleh karena itu, pemerintah sedang mendorong pelaksanaan program pendidikan dan pelatihan vokasi secara masif.
“Salah satu yang tengah kami dorong adalah pembangunan politeknik di kawasan industri. Selain itu, kami telah luncurkan program link and match antara Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) dengan industri di berbagai wilayah di Indonesia. Jadi, pendidikan vokasi akan menjadi mainstream lagi,” tuturnya.
Di hadapan peserta Kongres ke-5 Diaspora Indonesia, Menperin juga membeberkan berbagai program dan kebijakan pemerintah dalam menghadapi era ekonomi digital dan industri 4.0. Berdasarkan catatan penyelenggara, sebanyak 1.700 diaspora Indonesia menghadiri acara tersebut. Mereka berasal dari 77 negara di berbagai belahan dunia.
“Sejumlah langkah strategis yang akan dijalankan oleh pemerintah, telah tertuang di dalam roadmap Making Indonesia 4.0. Aspirasi besarnya adalah menjadikan Indonesia masuk dalam jajaran 10 negara yang memiliki perekonomian terkuat di dunia pada tahun 2030,” ungkapnya.
Peran penting industri
Menperin menyebutkan, potensi Indonesia saat ini adalah negara yang sudah masuk dalam kelompok G-20 dengan kekuatan ekonomi terbesar di posisi ke-16 dunia. Guna lebih mendongkrak perekonomian nasional, industri manufaktur memiliki peran yang penting. “Kontribusi sektor manufaktur terhadap PDB masih sangat tinggi, karena kuenya juga masih besar. Jadi, perlu didorong untuk terus tumbuh,” ujarnya.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), sektor industri masih memberikan kontribusi paling besar terhadap struktur produk domestik bruto (PDB) nasional pada triwulan II tahun 2019 dengan capaian 19,52% (y-on-y). Sebagai sumber pertumbuhan ekonomi, industri pengolahan nonmigas tumbuh 3,98% (y-on-y) pada paruh kedua tahun ini.
Selanjutnya, selama ini industri manufaktur terus menyumbang paling besar bagi capaian nilai ekspor nasional. Sepanjang Januari-Juni 2019, pengapalan produk manufaktur nasional mampu menembus hingga USD60,14 miliar. Nilai ini berkontribusi sebesar 74,88 persen dari capaian ekspor nasional yang menyentuh angka USD80,32 miliar di semester pertama tahun ini.
“Kita sedang ingin menjadi negara yang lolos dari middle income trap. Pada tahun 2020, diharapkan kita sudah masuk di dalam upper middle income country. Syaratnya, anggaran penelitian mencapai 2 persen, produktivitas naik dua kali lipat, dan kontribusi sektor industri sebesar 25 persen,” sebutnya.
Airlangga menambahkan, pemerintah terus mendorong terciptanya inovasi di sektor industri agar dapat berdaya saing global. Oleh karena itu, perlu peningkatan kegiatan penelitian dan pengembangan yang mampu memacu produktivitas dan kualitas industri nasional.
“Pemerintah sedang mendorong industri kita ke depannya berbasis inovasi. Bahkan, pemerintah telah menerbitkan peraturan yang tidak hanya bisa menarik untuk manufakturnya saja, tetapi juga untuk menumbuhkan pusat inovasi di Indonesia,” tandasnya.
Regulasi itu adalah Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2019, yang mengatur pemberian insentif super tax deduction sebesar 200 persen bagi perusahaan yang melakukan pengembangan SDM berbasis kompetensi dan sampai 300 persen bagi perusahaan melakukan kegiatan penelitian dan pengembangan di Indonesia.
Di samping itu, dalam mendukung implementasi industri 4.0 di Indonesia, Kemenperin terus berupaya membangun ekosistem yang mendukung tumbuhnya inovasi-inovasi di sektor manufaktur. Contohnya, Kemenperin telah membangun tiga unit mini showcase industri 4.0, yaitu Mocaf 4.0 di Balai Besar Industri Agro (BBIA) Bogor, Vision 4.0 di Balai Besar Logam dan Mesin (BBLM) Bandung, dan Cacao 4.0 di Balai Besar Industri Hasil Perkebunan (BBIHP) Makassar. (kemenperin)