Indovoices.com – Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati tampil sebagai pembicara dalam Indonesian Speaker Series di Columbia University, New York, Selasa (09/04) waktu setempat.
Indonesian Speaker Series adalah program unggulan Persatuan/Perhimpunan Mahasiswa Indonesia di Amerika Serikat (Permias) NYC dimana pemimpin, baik dari sektor publik, sosial, maupun bisnis bertemu dengan mahasiswa dan pekerja Indonesia di New York untuk berbagi ilmu, pengalaman, dan berdiskusi mengenai isu-isu terkini di tanah air. Acara ini merupakan kerjasama antara Permias dan Konsulat Jenderal Republik Indonesia (KJRI).
Menkeu menjelaskan transformasi ekonomi Indonesia dari krisis moneter 1998-1999 hingga perkembangan tiga tahun terakhir dimana lingkungan eksternal atau situasi global turut mempengaruhi perekonomian di Indonesia seperti kebijakan normalisasi tingkat suku bunga The Fed, proteksi perang dagang Amerika terhadap dampak perekonomian Cina yang makin meningkat, Brexit yang menciptakan ketidakpastian global serta perubahan iklim.
“Sejak krisis ekonomi tahun 1998, kecepatan perkembangan manufaktur Indonesia tidak secepat sebelum krisis moneter. Itu berdampak jangka panjang. Setiap Indonesia ingin tumbuh lebih cepat, artinya perlu lebih banyak barang modal dan barang setengah jadi. Itu sebabnya, tidak bisa tumbuh secara berkelanjutan kecuali mendapat dana dari foreign exchange (devisa valuta asing) melalui aktivitas ekspor dan Foreign Direct Investment (FDI) / Penanaman Modal Asing (PMA) secara langsung. Itu konsekuensi dari external balance (keseimbangan eksternal),” paparnya.
Oleh karena itu, untuk pertumbuhan ekonomi jangka panjang, Menkeu mengatakan Indonesia perlu mengatasi masalah defisit transaksi berjalan dengan menggenjot service account dan merchandise account dari ekspor serta meningkatkan nilai kompetitif dari sektor jasa.
“Setiap kali Indonesia ingin berlari lebih cepat (mengejar pertumbuhan), tantangannya adalah defisit perdagangan dan defisit current account (defisit transaksi berjalan). Defisit perdagangan tidak selalu, tapi defisit current account adalah tantangan yang selalu dihadapi dan itu perlu diatasi dengan services account dan merchandise account. Artinya kita perlu meningkatkan ekspor dan meningkatkan tingkat kompetitif dari sektor jasa,” jelasnya.
Namun demikian, menurutnya, Indonesia sebenarnya sudah meraih kualitas pertumbuhan yang cukup baik. Angka pertumbuhan yang disertai oleh menurunnya tingkat kemiskinan, menurunnya tingkat kesenjangan, dan menurunnya tingkat pengangguran. Pertumbuhan yang menciptakan lapangan kerja, menciptakan kesejahteraan yang dapat dinikmati lebih banyak lagi orang Indonesia. Semua kualitas pertumbuhan itu yang menciptakan ketahanan ekonomi (resilience) Indonesia.
Ketahanan itu membuat ekonomi makro Indonesia serta tingkat kompetitif Indonesia mendapat rating yang bagus dari lembaga rating internasional yang dihasilkan dari reformasi struktural pemerintah dalam bentuk kemudahan berusaha, iklim investasi dan perkembangan infrastruktur. Bahkan Indonesia dinilai mendapat revisi ke atas, bukan ke bawah dari IMF yang telah merevisi angka pertumbuhan perkiraan ekonomi dunia ke bawah. (nr/ds)