Indovoices.com – Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati memprediksi ketidakpastian ekonomi global akan mulai mereda tahun 2019. Namun demikian, pertumbuhan ekonomi akan mengalami pelambatan dari tahun-tahun sebelumnya. Oleh karena itu, kebijakan Pemerintah dalam menghadapi ketidakpastian ekonomi global adalah dengan memperkuat industri dalam negeri dan menarik investasi, sehingga permintaan domestik tetap terjaga. Salah satu upaya Pemerintah untuk mendukung hal tersebut adalah melalui kebijakan insentif pajak.
Hal ini disampaikan Menkeu pada acara CEO Networking di The Rich Carlton Pacific Place, Jakarta, Senin (03/12).
“Pemerintah memberikan tax policy untuk memberikan insentif. Itulah yang kita harapkan untuk menjaga domestic demand. Di sisi lain, APBN-nya tetap kredibel, mandiri dan sustainable,” tegas Menkeu dalam acara yang dikemas dalam bentuk talkshow bersama dengan narasumber lainnya yaitu Gubernur Bank Indonesia (Gubernur BI) Perry Warjiyo dan Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (Ketua DK OJK) Wimboh Santoso di depan para CEO industri jasa keuangan dan stakeholders terkait.
Namun demikian, Menkeu mengingatkan kebijakan insentif pajak tersebut akan selalu direviu dengan prinsip tata kelola yang baik dan kehati-hatian. Jangan sampai misalnya pengusaha memanfaatkan insentif pajak namun tidak menggunakan keuntungannya bagi investasi kembali di dalam negeri yang akan menyerap tenaga kerja dan mengurangi pengangguran.
“Kami menggunakan instrumen fiskal untuk meningkatkan daya tarik (investasi). Jadi, tax holiday atau tax insentive tujuannya untuk mengurangi beban atau mengkompensasi loss sehingga mereka (perusahaan) mampu untuk medapat rate of return untuk jangka menengah-panjang. Kami akan terus melakukan identifikasi sektor apa yang mendapatkan benefit apa dari kita (insentif pajak). (Seharusnya) Itu diinvestasikan lagi sehingga bisa meng-create job,” papar Menkeu.
Ini adalah bentuk keberpihakan Pemerintah untuk memperkuat industri dalam negeri dan menarik investasi agar mengurangi Current Account Deficit (CAD).
Indonesia cenderung tidak mengoptimalkan keunggulan yang dimiliki tetapi mencari jalan mudah dengan mengekspor bahan mentah dengan harga murah dan mengimpor bahan jadi dengan harga mahal. Hal ini menjadikan ketergantungan Indonesia terhadap impor tinggi yang mengakibatkan terjadinya defisit transaksi berjalan (current account deficit).
“(Masalahnya itu) Current Account Deficit. Kita tahu masalahnya, tapi kita tidak pernah mau mengeksekusi penyelesaiannya. Kuncinya, kita tahu dari dahulu industrialisasi dan hilirisasi. Kalau kita dari dulu perkuat industri (dalam negeri), kita tidak perlu impor. Kalau belum bisa efisien, cari partner (untuk bangun industri hilir di Indonesia)” pungkasnya. (btr/ind/nr)