Sebuah niatan baik tidak selalu berbanding lurus dengan kondisi yang ada. Penghentian pembangunan atau minimalnya peninjauan ulang proyek infrastruktur Jokowi, tidak serta merta mengurangi beban hutang yang ada, menyelesaikan sentimen anti asing atau membuat rakyat tiba-tiba mandiri dalam semalam.
Cara menarik simpati rakyat dengan logika pesimistis hanya bisa diterima mereka yang anti pembangunan. Anggap saja sebagian besar rakyat sudah cerdas melihat kondisi ekonomi, maka semakin tidak paham konsep pembangunan yang digagas Prabowo nantinya. Takut dibohongi Jepang khawatir di-invasi Tiongkok hingga was-was setiap kali mendengar nama Jack Ma si raja on line
Satu contoh misalnya membangun sirkuit baru berkelas dunia di NTB tidak sekedar bernilai kebanggaan. Investasi sarana hiburan otomatis meningkatkan perekonomian di sekitar lokasi dengan menjamurnya Hotel, layanan wisata, visa masuk hingga industri kecil sekelas kuliner dan merchandise. Satu investasi besar milik pemerintah menjadi daya tarik mendatangkan investasi swasta lain sebagai sarana penunjangnya. Atau sebut saja menghentikan proyek kereta cepat Jakarta-Bandung dan mempersilahkan investor China angkat koper tiba-tiba. Menyusul proyek kereta semicepat Jakarta-Surabaya dibubarkan yang mengakibatkan investor Jepang gigit jari setengah jengkel.
Entah bagaimana seorang Prabowo mendefinisikan proyek dianggap ambisius di saat kebutuhan transportasi menjadi infrastruktur utama percepatan pertumbuhan ekonomi. Proyek ambisius itu ketika membangun patung garuda merah tertinggi di dunia di samping Monas yang indah dilihat namun tekor di dompet. Atau membangun kebun binatang baru di sekitar Hambalang berisi ribuan jenis kuda dari kuda poni, zebra hingga kuda lumping. Itu baru ambisius sekiranya enggan disebut fantastis
Di sisi lain rencana “keji” tersebut punya hidden agenda dalam rangka mengembalikan konsep investasi ke era sebelumnya, Pihak-pihak pengelola investasi ala orde baru kehilangan jasa kong kalikongnya dengan model investasi terbuka ala Jokowi. Investasi yang tidak menggunakan uang negara justru menjadi momok bagi para penjahat kerah putih. Dana pembiayaan investasi diatur langsung oleh pihak investor luar tanpa sempat mampir ke rekening makelar proyek dalam negeri. Artinya Prabowo bisa di asumsikan bukan membatalkan investasi infrastruktur, tetapi merubah pola transparansi yang sedang dibangun Jokowi untuk dikembalikan ke sistem lama di saat dana “bancakan” mengalir merata ke puluhan meja dengan aman nyaris tanpa berisik.
Itulah Jokowi yang sendirian berpikir benar dan sedang dalam ancaman dikeroyok mereka yang tidak berpikir benar. Jokowi yang mampu memporak porandakan dunia percaloan proyek dengan memutus mata rantai pola lama yang terbukti membuat bangsa selama ini lamban bergerak. Indonesia butuh bersaing dengan peradaban, bukan meratapi kegagalan mengejar kecepatan jaman. Karena Infrastruktur adalah modal dasar pembangunan, tanpa itu kita ibarat berlari di atas treadmill. Bergerak tapi tidak ke mana-mana.
Kesimpulan khusus untuk ulasan ini adalah, bagi yang terlanjur punya kepentingan di proyek silahkan berpikir ulang untuk mendukung Prabowo yang berarti kehilangan pekerjaannya, atau mendukung Jokowi berarti melanjutkan tahapan kerja panjang dengan optimis