Indovoices.com- Sektor industri selama ini konsisten menjadi penggerak utama terhadap pertumbuhan ekonomi nasional. Hal ini karena sektor industri berperan penting dalam menciptakan nilai tambah, perolehan devisa, dan penyerapan tenaga kerja sehingga mampu mendorong pemerataan pembangunan serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
“Oleh karena itu, pemerintah sekarang fokus untuk merevitalisasi sektor industri melalui implementasi peta jalan Making Indonesia 4.0. Ini juga menjadi kesiapan kita memasuki era industri 4.0,” kata Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto pada acara bedah buku “Merajut Asa, Membangun Industri Menuju Indonesia yang Sejahtera dan Berkelanjutan” di Jakarta.
Melalui buku yang ditulisnya, Menperin ingin menyumbangkan saran dan pemikiran terhadap langkah-langkah strategis yang harus dilakukan oleh Indonesia dalam rangka mendorong terwujudnya Indonesia yang sejahtera dan berkelanjutan. Buku setebal 186 halaman itu memuat beberapa peluang dan kemudahan untuk merajut asa pembangunan industri di Indonesia.
“Sebagai sebuah refleksi kebijakan, saya mencoba memaparkan best practice kebijakan industri di beberapa negara dalam buku ini. Industrialisasi membutuhkan sebuah ikhtiar untuk cita-cita kesejahteraan tanah air,” paparnya.
Airlangga mengungkapkan, buku tersebut juga menceritakan mengenai perjalanan dirinya di bangku legislatif (DPR) sebagai Ketua Pansus untuk menyusun UU Minerba, UU Perdagangan, dan revisi UU Perindustrian. “Mengapa buku ini penting? karena mencatat hal-hal yang tidak tertulis di dalam UU itu sendiri. Jadi, banyak hal yang dibahas secara berbeda dan kita dapat mengetahui mengapa hilirisasi itu penting, serta apa bedanya pemurnian dan pengolahan,” terangnya.
Selanjutnya, ketika diberi amanat sebagai Menperin oleh Presiden Joko Widodo, Airlangga mencoba memahami arahan-arahan Presiden yang kemudian dituangkan dalam program dan kebijakan yang didorong oleh Kementerian Perindustrian. “Alhamdulillah, secara perlahan beberapa kebijakan yang bertujuan untuk mengembangkan industri nasional dapat dilaksanakan,” ujarnya.
Khususnya mengenai kesiapan menghadapi perkembangan industri 4.0, Kemenperin telah meluncurkan berbagai program yang adaptif terhadap era baru tersebut. Misalnya, pada tahun 2017, Kemenperin menginisiasi pendidikan vokasi yang link and match antara Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) dengan industri di beberapa wilayah Indonesia.
“Dalam upaya mendukung pelaksanaan Making Indonesia 4.0, pemerintah mengupayakan penguatan SDM melalui pendidikan vokasi industri. Hal ini sangat penting guna memenuhi kebutuhan tenaga kerja yang terampil dan kompeten sesuai kebutuhan industri saat ini,” tuturnya.
Hingga kini, melalui program link and match SMK dengan industri, Kemenperin telah memfasilitasi kerja sama sebanyak 1.753 SMK dan 608 industri dengan total 3.101 Perjanjian Kerja Sama (PKS) di wilayah Jawa Timur, Jawa Tengah dan DIY, Jawa Barat, Sumatera bagian Utara, DKI Jakarta dan Banten serta Sumatera bagian Selatan.
“Program tersebut diapresiasi oleh Bapak Presiden Joko Widodo, hingga beliau menyatakan bahwa SDM Indonesia sebagai program penting pada periode berikutnya,” tegas Airlangga. Ia menambahkan, penerapan Making Indonesia 4.0 telah melewati uji publik, termasuk di World Economic Forum. “Ada komparasi antara pilihan-pilihan industri strategis kita dengan praktik di negara lain, termasuk kebijakan super tax deduction juga dijalankan di negara-negara Eropa,” ujar Menperin.
Pada tahun 2019, kebijakan yang diusulkan Kemenperin mulai diimplementasikan, mulai dari pemberian super deduction tax untuk vokasi, R&D, dan industri padat karya hingga kebijakan pengembangan kendaraan listrik, yang dalam waktu dekat akan menyusul lagi aturan tentang PPnBM Kendaraan.
“Kebijakan-kebijakan itu diusulkan sejak dua tahun yang lalu melalui proses-proses yang berliku. Oleh karena itu, kembali saya tekankan untuk berani berinovasi demi kemajuan industri Indonesia,” tegasnya. Kemenperin juga tengah mendorong penerbitan Peraturan Presiden untuk mempercepat implementasi Making Indonesia 4.0.
Direktur INDEF Enny Sri Hartati sebagai salah satu penanggap dalam bedah buku menyampaikan, untuk menjadi negara industri yang berhasil, sebuah negara harus memiliki industry policy. Karena itu sudah tepat bila Indonesia memiliki UU Perindustrian dan Rencana Induk Pembangunan Industri Nasional. “Yang perlu dilakukan adalah bagaimana ini menjadi policy secara nasional,” ujar Enny.
Jadi pemimpin di ASEAN
Pada kesempatan yang sama, Menperin mengemukakan, revolusi industri 4.0 merupakan sebuah lompatan besar di sektor industri, dengan ditandai teknologi informasi dan komunikasi dimanfaatkan sepenuhnya. Tidak hanya dalam proses produksi, melainkan juga di seluruh rantai nilai guna mencapai efisiensi yang setinggi-tingginya sehingga melahirkan model bisnis yang baru dan berbasis digital.
“Sejak tahun 2011, kita telah memasuki revolusi industri generasi keempat. Secara global, revolusi industri 4.0 ditandai meningkatnya konektivitas, interaksi dan semakin konvergensinya batas antara manusia, mesin, dan sumber daya lainnya melalui teknologi informasi dan komunikasi,” terangnya.
Untuk melangkah ke sana, sektor industri nasional perlu melakukan banyak pembenahan, terutama dalam aspek penguasaan infrastruktur serta teknologi informasi dan komunikasi yang menjadi kunci utama penentu daya saing di era industri 4.0.
Berbeda dengan revolusi-revolusi sebelumnya, menurut Airlangga, industri 4.0 lebih demokratis dan tidak mengenal superioritas teknologi. Artinya, negara manapun bisa melakukan transformasi struktural, termasuk Indonesia bisa menjadi leading di ASEAN. “Apalagi, kita punya safety factor, yakni pasar domestik,” ujar Menperin. Ia menambahkan, bila Indonesia dapat merebut momentum bonus demografi yang dimiliki, pertumbuhan ekonominya dapat semakin meningkat.
“Digital become the new norm, kita tidak bisa lepas dari kehidupan digital. Kita bangun tidur cek WA, ke kantor dengan Gojek atau Grab, di kantor cek email dan kirim file lewat WA atau Telegram, termasuk menggunakan Itunes atau Spotify yang mempengaruhi lifestyle kita,” sebutnya.
Maka itu, Indonesia memiliki pertumbuhan ekonomi digital yang tertinggi di ASEAN. Ini menjadi potensi bagi Indonesia dalam merebut peluang ekonomi digital. Berdasarkan laporan Google-Temasek, digital ekonomi atau internet ekonomi di Indonesia tahun ini telah mencapai USD40 miliar, naik lima kali lipat dibanding tahun 2015 sebesar USD8 miliar.
“Angka USD40 miliar tersebut, menegaskan posisi Indonesia sebagai The Biggest Internet Economy di kawasan ASEAN, jauh meninggalkan negara-negara lainnya di ASEAN. Kita harus bisa mendorong inovasi untuk menambah lagi peluang di era Industri 4.0. Inilah yang membedakan ekonomi berbasis capital goods dengan yang didukung oleh kesempatan,” pungkasnya. (kemenperin)