Beberapa hari yang lalu, tepatnya tanggal 24 Februari 2018, terjadi kenaikan Bahan Bakar Minyak (BBM) untuk BBM non Subsidi. Kenaikan harga berada di kisaran Rp 300 per liter. Pertamax dari Rp 8.600 per liter kini menjadi Rp 8.900 per liter dan untuk Pertamax Turbo menjadi Rp 10.100. Kenaikan tertinggi terjadi pada jenis Dexlite, dari Rp 7.500 per liter kini menjadi Rp 8.100 per liter.
Kenaikan itu sendiri disebabkan adanya kenaikan harga dari minyak dunia. Hal yang wajar menurut saya, yang namanya tidak disubsidi ya ikut harga pasar, bila harga minyak mentah dunia naik, otomatis harga minyak dalam negeri juga ikut naik. Lagian tidak semuanya mengalami kenaikan, untuk Pertalite dan Pertalite Racing tidak mengalami kenaikan, karena sudah dinaikkan bulan sebelumnya.
Perubahan harga didasarkan atas evaluasi dan penyesuaian setiap 3 bulan sekali yang dilakukan oleh pertamina, jadi bukannya setiap bulan atau bahkan setiap hari. Sehingga tidak tepat juga dikatakan 100 persen mengikuti harga pasar, karena bila diserahkan 100 persen mengikuti pasar dunia, maka setiap hari atau minimal setiap minggu, harga bbm akan mengalami perubahan.
Namun seperti biasa, isu tersebut tidak luput dari gorengan kaum bumi datar. Mulai dari isu bahwa kenaikan dilakukan secara diam-diam, bbm naik rakyat semakin menderita, pemerintah tidak berpihak kepada rakyat dan sebagainya, yah ujung-ujungnya nama rakyat juga yang diseret-seret, padahal kalau ditanya lebih mendalam, rakyat mana yang dimaksud, pada gak bisa jawab.
Atau bila ada jawaban pun sifatnya secara umum, rakyat Indonesia, lha rakyat Indonesia yang mana? Apakah benar, kenaikan bbm yang terjadi tanggal 24 Februari kemarin membuat rakyat semakin menderita?.
Coba kita lihat sama-sama, benar tidaknya tuduhan tersebut.
Tuduhan bahwa kenaikan BBM secara diam-diam.
Sebenarnya kabar kenaikan tersebut sudah saya ketahui melalui pesan-pesan yang tersebar di WA Grup sejak tanggal 23 Februari 2018 kemarin, walaupun memang belum diberitakan oleh media mainstream. Anggaplah bila benar kenaikan dilakukan secara diam-diam, salahnya dimana?.
Apakah harus diumumkan dua-tiga hari sebelumnya, sehingga menimbulkan antrian panjang sampai ke Jalan Raya?. Belum lagi membuka celah bagi para penimbun BBM untuk bermain. Dugaan saya, yang banyak ribut ini mungkin penimbun BBM yang mencak-mencak karena niatnya untuk menimbun BBM saat harga belum naik dan menjualnya setelah harga naik, tidak kesampaian.
Lalu isu bbm naik rakyat akan semakin menderita atau didramatisir menjadi rakyat menjerit. Rakyat yang mana? Berapa besar sih kenaikannya? Hanya 300 rupiah, coba baca lagi, 300 rupiah. Kita ambil contoh, sepeda motor bebek/matic, (sengaja saya ambil contoh sepeda motor bebek/matic dengan asumsi pemakainya paling banyak untuk kalangan menengah bawah), tangki sepeda motor untuk jenis tersebut biasanya muat untuk 3 sampai 5 liter BBM. Bila selisih kenaikan 300 rupiah dikalikan dengan 5 liter pertamax, anggap saja tangki dalam keadaan benar-benar kosong. Artinya selisih kenaikannya hanya 1500 rupiah, sedangkan bayar parkir motor saja sekarang sudah 2000 rupiah sekali parkir.
Itu untuk pertamax lho, kalau memang tidak sanggup isi pertamax, kenapa tidak memilih pertalite saja? Harga juga lebih murah. Kenaikannya malah hanya 100 rupiah dari sebelumnya. Jangan cerita kalau anda mau bilang, wah motor saya Ninja, gak bisa minum pertalite, isi tangkinya 15 liter. Kalau Anda sanggup beli Ninja berarti anda tidak layak menyebut diri anda rakyat miskin. Dah itu saja.
Kemudian tuduhan pemerintah tidak memihak rakyat miskin? Tuduhan basi yang terus diulang-ulang. Justru menurut saya, pemerintah memikirkan rakyat miskinlah makanya subsidi dicabut. Lho koq bisa? Begini penjelasannya.
Subsidi itu dicabut agar uangnya dapat dipakai untuk kebutuhan yang lebih mendesak, contohnya, menutupi defisit BPJS (KIS), ada defisit sebesar 9 triliun rupiah (data tahun 2017) yang harus ditanggung pemerintah, hanya agar rakyatnya bisa berobat. Belum lagi pembangunan berbagai sarana struktur dan infrastruktur seperti jalan tol, bendungan, jembatan, pembangkit listrik, pelabuhan, bandara dan sebagainya, itu semua membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Semua itu dibangun oleh pemerintah untuk siapa? Ya rakyat Indonesia juga yang ujung-ujungnya yang menikmati dan memanfaatkannya.
Dengan pengurangan atau penghapusan terhadap subsidi BBM saja, pemerintah bisa menghemat dan mendapatkan tambahan 300 triliun rupiah. Bayangkan saja, 300 triliun rupiah selama ini habis untuk subsidi BBM dan terbakar menjadi asap bila seandainya tidak dicabut.
Lantas apakah semua subsidi dicabut? Tidak juga, saat ini subsidi BBM untuk nelayan masih dipertahankan. Subsidi benih dan pupuk untuk pertanian juga masih diberikan kepada para petani. Artinya yang dibantu itu adalah yang memang benar-benar butuh bantuan.
Bila suatu saat nelayan dan petani kita sudah mandiri, tidak mustahil juga subsidi akan dicabut dan dialihkan untuk hal lain lagi. Dengan demikian kita baru bisa menjadi bangsa yang masyarakatnya mandiri dan berdikari.
Jadi bagi kaum kampretos yang sedikit-sedikit mengambil nama rakyat, berkacalah. Apa benar mewakili rakyat?. Atau hanya mewakili kedengkian pribadi terhadap pemerintah saja. Sanggup beli pulsa beli kuota untuk menyebarkan hoax (walau sekarang sedang kocar-kacir diuber polisi), tapi giliran BBM yang cuma naik 300 rupiah, lantas menjerit-jerit seperti banci kaleng ditendang kuda, ributnya bukan main.