Indovoices.com- Kementerian Keuangan (Kemenkeu) melaporkan defisitAnggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) hingga akhir Maret 2020 sebesar Rp76,4 triliun. Defisit tersebut setara 0,45 persen berasal dari Produk Domestik Bruto (PDB).
Kendati demikian, realisasi defisit tersebut lebih rendah dari posisi Maret 2019. Pasalnya, saat itu defisit tercatat Rp103,1 triliun atau 0,65 persen dari PDB.
Menteri Keuangan Sri Mulyani mengungkapkan defisit terjadi karena realisasi pendapatan negara lebih rendah belanja negara. Pada Maret 2020, pendapatan negara baru mencapai Rp375,9 triliun atau 16,8 persen dari target di APBN 2020 yang sebesar Rp2.233,2 triliun.
Jika dibandingkan periode yang sama tahun lalu, pendapatan tumbuh 7,7 persen. “Ini (kenaikan pendapatan) bukan berasal dari kegiatan ekonomi. Ini karena ada pergeseran pembayaran dividen dari BUMN kita sehingga PNBP melonjak. Bank-bank BUMN kita melakukan RUPS lebih awal dan membayarkan dividen pada Maret,” ujar Sri Mulyani dalam konferensi pers.
Tercatat, penerimaan pajak turun 2,5 persen menjadi Rp241,6 triliun. Sementara, raupan PNBP melesat 36,8 persen menjadi Rp96 triliun.
Sementara itu, belanja negara tercatat sebesar Rp452,4 triliun atau 17,8 persen dari target APBN 2020 yang sebesar Rp2.540,4 triliun. Realisasi belanja tersebut tumbuh 0,1 persen secara tahunan.
Sri Mulyani mengungkapkan pertumbuhan belanja terjadi karena peningkatan belanja K/L yang cukup tajam yaitu mencapai 11 persen menjadi Rp143 triliun. Lalu, belanja non K/L juga tumbuh 2,2 persen menjadi RpRp134,9 triliun.
Khusus untuk dana transfer ke daerah, realisasinya merosot 8,8 persen menjadi Rp174,5 triliun.(cnn)