Tidak lama lagi masyarakat Sulsel (Sulawesi Selatan) akan mendapat tambahan energi listrik baru, pasalnya dalam waktu dekat PLTB Sidrap yang rencananya akan diresmikan Presiden Jokowi, segera beroperasi di akhir bulan Maret ini.
Proyek PLTB Sidrap 75MW yang menempati lahan sebesar 100 ha dimulai pembangunannya sejak bulan Juli 2016 dengan nilai proyek US$ 150 juta, saat ini tingkat penyelesaiannya telah mencapai 98 persen. Dari total 30 turbin angin seluruhnya telah terpasang, dimana sebanyak 23 turbin angin diantaranya telah mendapatkan sertifikat laik operasi (SLO).
Dengan kapasitas daya sebesar 75 MW yang dihasilkan PLTB Sidrap, yang juga merupakan PLTB komersil pertama di Indonesia dan terbesar di Asia Tenggara, diperkirakan mampu menyuplai listrik untuk 67.000 pelanggan di Sulawesi Selatan dengan daya listrik rata-rata 1.300 VA. Daya yang dihasilkan sebesar 75 MW akan dialirkan tidak hanya untuk masyarakat Sulawesi Selatan, namun juga untuk masyarakat di Sulawesi Barat dan Palu (Sulawesi Tengah).
Meskipun PLTB Sidrap adalah PLTB komersil yang pertama di Indonesia, namun bukan berarti menjadi PLTB satu-satunya. Selain PLTB Sidrap, setidaknya masih ada 3 proyek PLTB lagi yang sedang dibangun.
Ketiga PLTB tersebut adalah PLTB Sidrap tahap II dengan kapasitas 50 MW senilai US$90 juta, PLTB Jeneponto dengan nilai US$ 160,7 juta yang saat ini sudah mencapai 65% dan memasuki tahap pemasangan tower dan turbin berada di Kabupaten Jeneponto, Sulawesi Selatan serta PLTB Tanah Laut yang berlokasi di Kecamatan Pelaihari, Kabupaten Tanah Laut, Provinsi Kalimantan Selatan dengan nilai investasi sebesar US$ 153 juta, ditargetkan COD pada tahun 2021.
Belum termasuk proyek Pemerintah dalam rangka mendorong peningkatan pembangunan pembangkit listrik berbasis Energi Baru Terbarukan (EBT) dengan terus melakukan monitoring beberapa pembangkit, seperti PLT Arus Laut Larantuka (kapasitas 25 MW) serta PLTS Terapung Cirata (kapasitas 200 MWp).
Luar biasa bukan? Di tengah meningkatnya kekhawatiran negara-negara dunia dengan semakin menipisnya persediaan minyak dunia yang diperkirakan akan habis 30 tahun kedepan. Diam-diam pemerintahan Jokowi telah mencoba mengantisipasinya melalui pembangunan berbagai pembangkit listrik yang ramah lingkungan dan terbaharukan.
Dengan demikian, dimasa depan Indonesia akan bisa terhindar dari terjadinya krisis energi, bahkan bukan tidak mungkin kita akan surplus energi mengingat betapa luasnya negara Indonesia yang bisa diolah dan dikembangkan untuk keperluan pembangunan pembangkit tenaga listrik disesuaikan dengan karakter topografi masing-masing daerah.
Ambil contoh saja potensi tenaga angin yang dapat digunakan sebagai Pembangkit Listrik Tenaga Bayu (PLTB) diperkirakan mencapai total 60,6 Giga Watt (GW). Tercatat provinsi dengan potensi besar energi bayu ini adalah Nusa Tenggara Timur (10.188 MW), Jawa Timur (7.907 MW), Jawa Barat (7.036 MW), Jawa Tengah (5.213 MW) dan Sulawesi Selatan (4.193 MW). Dan sejauh ini baru provinsi Sulawesi Selatan dan Kalimantan Selatan saja yang sedang atau sudah digarap.
Coba bayangkan, dengan potensi yang sedemikian besar, bukan mustahil kelak kita bukan saja memiliki kemampuan untuk mandiri secara energi, namun juga mampu melakukan ekspor energi ke berbagai negara tetangga dari mulai Singapura, Malaysia, Brunei Darussalam, Timor Leste, Filipina serta Papua New Guenie.
Berapa besar devisa yang mampu kita raup dari hasil menjual energi tersebut. Jadi tidak heran bila PricewaterhouseCoopers (PwC) telah memperkirakan bahwa Indonesia akan dapat masuk dalam lima besar daftar negara dengan perekonomian terkuat di dunia di tahun 2030 nanti.
Tentu saja tercapai tidaknya prediksi tersebut, kuncinya terletak pada keputusan rakyat Indonesia dalam memilih pemimpin penerus Jokowi untuk meneruskan tongkat estafet kepresidenan dari Jokowi kepada orang yang memiliki kemampuan, kesamaan visi dan misi serta semangat kerja luar biasa sehingga bisa meneruskan pondasi yang sudah disusun oleh Presiden Jokowi untuk kemajuan bangsa saat ini.
Ingat, maju mundurnya bangsa ini ada di tangan kita sebagai rakyat Indonesia. Jangan sampai seperti DKI, kepemimpinan Ahok yang bagus diteruskan oleh penerusnya yang tidak kompeten dan tidak becus, akhirnya bukan kemajuan yang diraih, kemunduranlah yang didapat.