Indonesia masih menjadi salah satu negara tujuan utama investasi bagi para pelaku usaha Singapura. Hal ini karena didukung melalui stabilitas politik dan keamanan, peningkatan indeks kemudahan berbisnis (EoDB), potensi pasar yang besar, serta banyaknya jumlah sumber daya manusia sehingga menjadi faktor yang menarik untuk penanaman modal di Indonesia terutama sektor industri.
“Pemerintah telah bertekad untuk semakin menciptakan iklim bisnis yang kondusif, misalnya dengan mengeluarkan paket kebijakan ekonomi, pemberian insentif fiskal, dan kemudahan dalam perizinan usaha,” kata Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto seusai bertemu dengan Menteri Perdagangan dan Perindustrian Singapura, Chan Chun Sing di Singapura, Jumat (21/9).
Menperin menambahkan, pemerintah juga telah meluncurkan peta jalan Making Indonesia 4.0 sebagai strategi dan arah yang jelas untuk kesiapan memasuki era revolusi industri generasi keempat. “Melalui implementasi industri 4.0, kami meyakini dapat memacu daya saing industri agar lebih efisien, produktif, dan berkualitas,” tuturnya.
Oleh karena itu, peningkatan kerja sama RI-Singapura diharapkan dapat saling menguntungkan dan melengkapi sehingga mampu memperkuat perekonomian kedua negara. “Selama 50 tahun ini, hubungan bilateral telah terjalin dengan baik terutama melalui kolaborasi peningkatan volume perdagangan dan investasi,” ujar Airlangga.
Pada semester I tahun 2018, investasi Singapura ke Indonesia tercatat sebesar USD5,04 miliar atau naik 38 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Sedangkan sepanjang tahun 2017, penanaman modal dari Negeri Singa mencapai USD8,44 miliar.
Di samping itu, pada 2017, nilai ekspor nonmigas Indonesia ke Singapura menembus hingga USD9 miliar, yang menjadikan Negeri Singa sebagai tujuan terbesar kelima dalam pengapalan produk manufaktur nasional.
Menurut Airlangga, belakangan ini pihaknya aktif menarik investor Singapura ke Kawasan Industri Kendal (KIK), Jawa Tengah. “Saat ini, kami sudah memiliki lebih dari 43 tenant di KIK. Selanjutnya, kami tengah memfokuskan untuk pengembangan Politeknik Furnitur di kawasan tersebut,” ungkapnya.
Pembangunan KIK merupakan hasil kerja sama antara investor Indonesia dengan Singapura. Kawasan industri terintegrasi pertama di Jawa Tengah itu diproyeksikan menyerap potensi investasi sebesar Rp200 triliun. Pada tahap pertama, lahan yang akan digarap seluas 1.000 hektare dengan target 300 tenant dan menyerap tenaga kerja sebanyak 500 ribu orang hingga tahun 2025.
“Untuk menjadi kawasan industri terpadu, pengembangan KIK direncanakan sampai tiga tahap dengan total lahan seluas 2.700 hektare. Kawasan ini akan didukung dengan pengembangan zona industri, pelabuhan, fashion city, dan permukiman,” paparnya.
Selain itu, menurut Menperin, kedua negara sepakat memperkuat kerja sama di bidang pendidikan kejuruan terutama untuk mengisi kebutuhan di sektor industri. “Guru dan dosen dari Indonesia telah dikirim untuk mengikuti program pelatihan vokasi di Singapura, seperti di bidang permesinan, pembangkit listrik, dan teknik otomasi industri,” jelasnya.
Pada kesempatan yang sama, Duta Besar Indonesia untuk Singapura Ngurah Swajaya menyampaikan, potensi kolaborasi RI-Singapura ke depannya akan dijalin di bidang ekonomi digital seiring dengan bergulirnya era revolusi industri 4.0.
“Salah satu prioritasnya adalah pengembangan Nongsa Digital Park di Batam sebagai wujud konkret kesepakatan kedua Kepala Pemerintahan untuk menjadikan Batam sebagai ‘digital bridge’ Singapura ke Indonesia,” terangnya.
Dalam pertemuan Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto dengan Menteri Perdagangan dan Perindustrian Singapura, Chan Chun Sing, yang turut dihadiri Direktur Jenderal Ketahanan dan Pengembangan Akses Industri Internasional (KPAII) I Gusti Putu Suryawirawan, telah juga dibicarakan mengenai persiapan “Leaders Retreat” yang akan diselenggarakan di Bali pada 11 Oktober 2018. [kemenperin]