Indovoices.com -Direktur Jenderal Bea dan Cukai (Dirjen DJBC) Heru Pambudi dalam wawancara di kantor pusat Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC), Jakarta memaparkan mengapa cukai terhadap kantong plastik berbentuk kantong perlu dikenakan.
Pertama, isu pencemaran lingkungan di laut yang tidak hanya mencemari laut namun juga biota laut yang hidup di dalamnya. Indonesia merupakan negara kedua penghasil sampah plastik yang menuju ke laut setelah China.
“Ada beberapa pertimbangan, pertama kalau melihat statistik, kita itu penghasil kedua terbesar sampah plastik yang menuju ke laut. Pertama itu China,” terangnya.
Kedua, secara kimia, plastik baru bisa terurai hingga 500 tahun meskipun ada yang bisa terurai dalam jangka waktu 2-3 tahun. Hal itu akan merusak tanah sehingga mengganggu kesuburannya.
“Kedua, sampah plastik, secara kimia baru bisa terurai bahkan sampai di kisaran 500 tahun, jadi lama sekali. Memang ada yang 2-3 tahun yang bisa terurai,” jelasnya.
Ketiga, beberapa elemen masyarakat sudah mulai sadar lingkungan dengan meminimalisir penggunaan plastik seperti menggunakan kantong belanja yang terbuat dari blacu atau karung bekas. Sebenarnya masyarakat sudah mulai sadar lingkungan dengan adanya elemen masyarakat yang menyuarakan tidak mau lagi memakai kantong plastik (tetapi) kantong blacu atau dari karung,” tuturnya.
Dirjen Bea Cukai mengapresiasi Pemerintah Daerah (Pemda) yang berinisiatif mendorong gaya hidup minim plastik seperti Balikpapan, Banjarmasin, Bogor dan Surabaya. Pemda Surabaya menurutnya sangat kreatif dengan mengajak masyarakat untuk mengumpulkan plastik dengan reward poin atau token yang bisa digunakan untuk naik bus.
“Pemerintah Daerah juga sudah berinisiatif seperti Balikpapan, Banjarmasin, Bogor bahkan Surabaya punya ide bagus mengajak masyarakat untuk mengumpulkan plastik dengan reward poin atau token yang bisa digunakan untuk naik bus atau bahkan Perum Pegadaian dengan menabung poin dari sampah plastik,” ujarnya.
Ia menambahkan, beberapa legal framework juga sudah keluar seperti Peraturan Pemerintah (PP). Ritel-ritel juga sudah memungut sekitar Rp200-500 per kantong plastik untuk memberi pilihan pada masyarakat dalam penggunaan plastik, namun antara satu ritel dengan yang lainnya itu tidak seragam.
Oleh karena itu, menurutnya Pemerintah perlu membuat program pencegahan dari kerusakan lingkungan yang sistematis, strategik dan seragam, sehingga digunakan cukai untuk pengendalian pencemaran lingkungan. Cukai dianggap sebagai salah satu alat fiskal yang efektif untuk mengendalikan konsumsi dan produksi termasuk peredaran barang yang dianggap membahayakan masyarakat (fungsi regulerend).
“Dari beberapa pertimbangan tadi, maka Pemerintah tentunya harus berpikir supaya program pencegahan dari kerusakan lingkungan itu menjadi sistematis, stratejik dan seragam, makanya konsep yang dipakai adalah cukai. Kenapa cukai? Cukai secara teori dan praktek memang dimaksudkan sebagai salah satu tools yang paling efektif untuk mengendalikan konsumsi dan produksi termasuk peredaran,” paparnya. (kemenkeu)