“Ini menunjukan kemampuan engineering dan produk nasional yang sudah bisa menembus pasar ekspor sekaligus menembus pasar-pasar nontradisional,” ujar Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto saat peresmian pengiriman ekspor gerbong kereta produksi Indonesia ke Bangladesh, Minggu (20/1) di Pelabuhan Tanjung Perak, Surabaya.
Daya saing dan kompetensi membuat INKA yang berkompetisi di negara lain melalui tender tetap bisa memenangi persaingan. Salah satu keunggulan kereta yang diekspor ini adalah Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) yang mencapai 65 persen. “Kalau engineering dihitung sebagai local content, bisa mencapai 80 persen, ditambah sinergi dengan bahan baku lokal yang sudah tersedia,” tuturnya.
Menperin menyampaikan, struktur industri kereta api akan lebih kuat lagi karena terdapat bahan baku yang lengkap di dalam negeri, seperti baja dan stainless steel. Apalagi, kereta api sudah menjadi pelopor sejak Revolusi Industri Pertama. “Di era industri 4.0, keunggulan kita adalah sudah cukup maju teknologinya dan punya pasar domestik yang bisa diarahkan ke ekspor,” ucapnya.
Menurut Airlangga, ekspor produk manufaktur lebih menguntungkan ketimbang ekspor komoditas karena mempunyai daya tahan lebih kuat dan tidak terganggu gejolak naik turun harga komoditas. “Kisah sukses INKA menunjukkan ekspor kita bukan melulu komoditas, 73 persen dari total ekspor sudah dari industri pengolahan. Ini membuktikan kekhawatiran tentang deindustrialisasi tidak terjadi,” imbuhnya.
Terkait TKDN, Kementerian Perindustrian mendorong industri untuk terus meningkatkan TKDN produknya. “Terkait jumlah local content akan terus direvisi. Seperti nilai tambah dari software akan dimasukkan karena berdasarkan roadmap Making Indonesia 4.0, aktivitas industri siklusnya mulai dari perencanaan, bahan baku, manufaktur, sampai ke customer kemudian recycle,” kata Menperin.
Ekspor kereta produksi PT. INKA (Persero) didukung dengan skema National Interest Account dari Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI). “Ditambah lagi, sekarang pemerintah membantu melalui LPEI. Ke depannya, untuk ekspor produk seperti industri strategis harus dipaket dengan pembiayaan,” ungkapnya.
Direktur Eksekutif LPEI Sinthya Roesly menyampaikan, ekspor yang dilakukan INKA memenuhi syarat mandat yang dijalankan oleh lembaganya, yaitu mendukung peningkatan ekspor nasional dan daya saing pelaku ekspor Indonesia. “Pertama, TKDN–nya terpenuhi. Selain itu, memenuhi kemanfaatan pembangunan dengan mempekerjakan banyak tenaga kerja dan supply chain-nya positif,” ujarnya.
Direktur Utama PT. INKA (Persero) Budi Noviantoro menyampaikan, peluang industri perkeretaapian masih terbuka lebar, misalnya untuk pasar di Asia Selatan dan Afrika. Untuk memenangkan kompetisi dengan perusahaan dari negara lain, pihaknya mengutamakan kualitas produk yang bagus, harga murah, serta pengiriman cepat. “Kereta ini didesain khusus dengan kebutuhan layanan di sana, misalnya muatan diperbanyak dan atap diperkuat,” ujar Budi.
Saat ini, PT. INKA (Persero) juga tengah menyelesaikan pesanan dari dalam negeri, yakni 438 kereta LRT Jabotabek pesanan PT. KAI, rangkaian kereta untuk Filipina, serta menggarap potensi di Srilanka.
Untuk terus meningkatkan produktivitas industri ini, pemerintah memberikan dukungan perluasan pabrik INKA di Banyuwangi, Jawa Timur, dengan total nilai investasi sekitar Rp1,63 triliun. Perluasan tersebut meliputi pembangunan workshop dan fasilitas senilai Rp1,34 triliun, serta Perencanaan dan Pengadaan lahan sebesar Rp0,29 triliun.
“Dengan dibangunnya pabrik baru, diharapkan bisa memberikan multiplier effect terhadap perekonomian, salah satunya penyerapan tenaga kerja lokal yang bertambah 3.000 naker sehingga pekerja INKA menjadi 8.000 orang,” pungkas Menperin.