Indovoices.com- Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati menjelaskan kondisi ekonomi global yang melemah membuat negara maju seperti Amerika dan negara-negara di Eropa melonggarkan kebijakan moneternya dari sisi suku bunga dan likuiditas. Hal ini juga berpengaruh terhadap investasi yang mengalir ke negara emerging seperti Indonesia melalui Foreign Direct Investment (FDI).
“Kebijakan moneter di negara maju cenderung lebih longgar baik dari suku bunga maupun likuiditas. Indonesia termasuk mendapat keuntungan Foreign Direct Investment,” jelasnya membuka paparan dalam konferensi pers APBN KiTa di Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Jakarta.
Ia melanjutkan mengenai realisasi pendapatan hingga 31 Agustus 2019 sebesar Rp1.188,32 triliun atau 54,9% dari target APBN. Pendapatan dari pajak menyumbang Rp920,15T (51,5%) dan Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) menyumbang Rp268,2 triliun.
Penerimaan PNBP dari batu bara (nonmigas) atau sektor pertambangan secara umum melemah karena komoditas termasuk yang mengalami tekanan global yang dalam. Tekanan global di sektor komoditas pertambangan juga ikut mempengaruhi pendapatan dari bea masuk dan keluar.
Ia menambahkan bahwa seluruh jenis pajak utama mengalami tekanan di Januari-Agustus 2019. Contohnya, PPh Badan dimana terdapat restitusi pajak yang tinggi. Namun, pertumbuhan Pajak Orang Pribadi (PPh 21) tumbuh sebesar 12,7%.
Dari sisi realisasi belanja negara, terealisir Rp857,7 triliun atau 52,5% dari target APBN. Belanja Kementerian/Lembaga (Belanja K/L) sebesar Rp481,7 triliun dan Belanja Non-K/L Rp376 triliun atau 48,3% dari APBN.
Defisit anggaran sebesar 1,24% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) dan terdapat Sisa Lebih Perhitungan Anggaran (SiLPA) sebesar Rp81,3 triliun. (kemenkeu)