“Indonesia pernah berjaya dengan rempah- rempah. Sesuai arahan Presiden RI, kita harus kembalikan kejayaan itu. Peneliti-peneliti kita adalah kunci keberhasilan sektor pertanian. Karena itu, terus hasilkan inovasi dan teknologi yang bisa dimanfaatkan untuk mengembalikan kejayaan rempah Indonesia,” ungkap Amran saat memberikan sambutan pada pengukuhan Muhammad Syakir sebagai Profesor Riset Kementerian Pertanian ke-132, di Auditorium Sadikin Sumintawikarta, Kampus Penelitian Pertanian, Bogor, Senin (15/10).
Amran mengharapkan para peneliti Balitbangtan dapat mencontoh teknologi yang dikembangkan di negara-negara maju, seperti Jerman dan Taiwan. “kami dan Menteri Pertanian Taiwan akan bekerja sama untuk membangun fasilitas Rain Water Harvesting System. Jangan sampai air hujan yang turun di Indonesia ini langsung jatuh ke laut, tapi sebelumnya harus bisa dimanfaatkan untuk pertanian Indonesia,” ujar Amran.
Dalam sambutannya, Amran mengapresiasi Inovasi Modifikasi Teknologi Agronomi Lada Perdu (IMTAg-Lada Perdu) yang digagas oleh Kepala Balitbangtan Muhammad Syakir. Amran mengharapkan dengan metode tersebut, Indonesia bisa kembali menjadi produsen lada nomor satu di Dunia.
“Sekarang produksi kita masih sekitar 80 ribu ton, kalah dari Vietnam yang mencapai 160 ribu ton. Kami harapkan target 277 ribu ton yang disampaikan Pak Profesor (Muhammad Syakir.red) dapat dicapai dalam dua tiga tahun ini,” tegas Amran.
Amran juga memberikan tugas khusus kepada Syakir untuk memonitor upaya Indonesia untuk mengembalikan kejayaan rempah Indonesia. Diharapkan dalam masa sisa tugasnya sebagai Kepala Balitbangtan, Syakir mampu mengorkestra keterlibatan beragam pihak dalam upaya ini, mulai dari pengembangan perbenihan sampai dengan upaya merebut kembali pasar di manca negara.
Dalam orasi yang mengangkat topik ‘Inovasi Teknologi Budidaya Lada Perdu Mendukung Peningkatan Produksi Dan Daya Saing Lada Nasional’, Syakir menyampaikan bahwa IMTAg-Lada Perdu ditujukan untuk mendukung peningkatan produksi dan daya saing lada yang berhadapan dengan makin terbatasnya tenaga kerja dan kepemilikan lahan, serta makin mahalnya usahatani lada.
“Penerapan inovasi lada perdu memberi peluang peningkatan pemanfaatan lahan dengan hasil yang maksimal, yaitu melalui integrasi tanaman lada perdu dengan komoditas lain yang kompatibel, sehingga bisa menghasilkan keuntungan atau nilai tambah yang cukup besar,” papar Syakir.
Sebagai King of Spices, lada Indonesia dikenal dengan cita rasanya, baik lada putih maupun lada hitam. Posisi tersebut dapat diraih kembali jika berbagai potensi dapat dimanfaatkan. Lada Perdu dengan berbagai keunggulan mencuatkan potensi baru pengembangan tanaman lada ke depan, baik produksi maupun daya saing.
“Dengan pengembangan teknologi ini maka akan terbuka peluang bagi pengembangan tanaman lada di berbagai agro-ekosistem, baik secara monokultur ataupun tumpang sari, dengan ongkos produksi yang lebih murah,” tutur Syakir.
Berbagai inovasi teknologi lada juga sudah banyak dihasilkan Balitbangtan, mulai varietas unggul, perbenihan, teknologi budidaya, teknologi pengendalian OPT, model farming, teknologi panen dan prosesing yang dapat menghasilkan lada hitam atau lada putih.
Selain itu terdapat dua varietas yang baru saja dilepas tahun 2017, yaitu Ciinten dari Jawa Barat dan Malonan 1 dari Kalimantan Timur. Produktivitas dua varietas ini cukup tinggi, yaitu 2.4 hingga 3.2 ton per hektare. “Berbagai komponen teknologi tersebut juga sangat sesuai untuk mendukung pengembangan IMTAg-Lada Perdu,” terang Syakir. [kementan]