Belakangan ini, disamping heboh mengenai rencana demo besar-besaran pada tanggal 2 Desember 2018, yang konon akan diikuti oleh 7 juta orang di Monas. Masih dilengkapi dengan gonjang ganjing mengenai prakiraan tarif BBM ke depan. Apakah pemerintah mampu mempertahankan harga yang kini berlaku ataukah begitu usai Pilpres sudah harus dinaikkan?
Sejak dulu, bila ada kenaikan harga BBM pasti masyarakat akan heboh dan protes. Hal ini disebabkan karena bila BBM naik, maka secara otomatis biaya transportasi ikut naik. Meningkatnya biaya transportasi, pasti akan menyebabkan harga-harga kebutuhan pokok ikut melonjak. Karena sebagian besar penduduk Indonesia mengandalkan transportasi umum non pemerintah, seperti Angkutan kota, bemo, bajay dan lain-lainnya.
Kembali Ketopik Tulisan
Memperhatikan tarif BBM di Australia bisa berubah setiap hari, bahkan bisa terjadi dalam sehari bisa dua kali berubah. Malahan uniknya, hanya dalam jarak beberapa ratus meter saja, antar pompa besin yang satu dengan lainnya bisa selisih harga sampai 30 sen dollar, yang kalau dikalkulasikan dengan rupiah, sekitar Rp,3000,- untuk satu liter. Kalau kejadian Ini di Indonesia, hampir dipastikan Depot BBM yang paling murah akan ada antrian yang panjang. Namun di sini, tidak terjadi hal demikian. Yang harganya jelas lebih mahal, tetap saja ada yang mengisi BBM di sana. Termasuk teman saya Frank orang Australia. Alasannya sangat sederhana: sudah biasa mengisi BBM di sana, jadi tidak mau pindah ”hanya” karena selisih harga 30 sen per liter.

Sebagai orang Indonesia, kami selalu memperhitungkan pengeluaran sekecil apapun. Nilai nominal Rp.3000 memang tidak banyak. Tapi kami mengisi BBM bukan satu liter, minimal 30 liter. Nah, 30 x Rp 3000,– Rp.90.000,– Hanya mengeser kendaraan satu dua menit dan sekali isi sudah hemat Rp.90.000,- Bagi kita, atau minimal bagi saya jumlah itu lumayan berarti. Tapi bagi orang Australia, mereka tidak mau pusing dengan urusan beda tarif yang cuma sedikit
Kenaikan Harga BBM Tidak Berpengaruh Akan Harga Barang
Urusan transportasi umum adalah urusan pemerintah. Tidak ada angkot, bemo ataupun sejenis bajaj disini. Apalagi kalau cari tukang ojek, ya pasti nggak ada. Selain bis umum, ada taksi. Tapi orang Australia hanya naik taksi kalau terpaksa, karena sekali jalan dalam kota, sekitar 15 dolar. Karena itu harga BBM, sama sekali tidak mempengaruhi harga-harga di pasaran. Baik kebutuhan sehari-hari, maupun di sektor lainnya.
Memiliki kendaraan di sini bukan gengsi atau berhubungan dengan prestise, melainkan sudah menjadi kebutuhan pokok. Di rumah putra kami ada 7 kendaraan. Masing-masing, memiliki kendaraan pribadi, karena tempat kerja suami istri berbeda dan kepentingan yang tidak sama. Kalau di Indonesia, satu keluarga memiliki beberapa kendaraan, sudah dianggap mapan.Tapi di sini tukang potong rumput dan cleaning service juga punya kendaraan pribadi. Karena tanpa kendaraan, orang tidak mungkin dapat melakukan aktivitas sehari-hari. Memang ada bis umum, namun rutenya tertentu dan tidak mungkin masuk ke dalam jalan sempit.
Makanya dapat dipahami harga BBM mau naik setinggi apapun warga Australia tidak peduli, apalagi sampai demonstrasi. Australia sendiri mengikuti patokan harga pasar Asia Pasifik. Patokan harga bensin di Australia sangat tergantung dengan harga minyak di Australia. Karena kebutuhan BBM Australia sebagian besar diimpor dari Asia, khususnya Singapura.

Harga bensin di Singapura dikalkulasi dengan biaya transportasi, serta pajak menjadi pedoman untuk penentuan harga BBM yang dikenal dengan sebutan Terminal Gate Prices (TGP).
Di Indonesia, konsumen biasanya dimanjakan.
Di Indonesia, Konsumen sangat dimanja. Cukup menghentikan kendaraan di sisi tangki BBM dan si mbak sudah datang “Selamat pagi Om, mau isi berapa? Ini di angka nol ya om” Bahkan konsumen tidak perlu turun dari kendaraan, karena sudah dilayani sejak dari membuka tutup tangki, mengisinya dan menutupnya kembali kemudian membayar dan jalan.
Di Australia, tidak akan ada servis seperti ini. Konsumen turun dari kendaraan, mengisi sendiri dan bayar di kasir yang berjarak seratus meter dari pompa bensin. Bayar sendiri terkadang menimbulkan godaan, terutama bagi anak-anak muda. Namun jangan pernah coba lakukan, karena sekali lari tanpa bayar, maka foto kita akan disebar luaskan ke semua Pompa Bensin dan tidak dapat lagi mengisi BBM di Australia.
Seperti kata pribahasa “Lain Padang, lain pula belalangnya”, maka tidak mengherankan, beda negeri beda pula kondisi. Di Indonesia, bila ada kenaikan BBM, akan selalu diikuti oleh heboh dan protes, tapi di Australia malahan hampir tidak disinggung sama sekali
Tjiptadinata Effendi