Berawal dari cuitan Achmad Zaky, bos Bukalapak yang menyebut omong kosong industri 4.0 karena budget Research And Development (R&D) Indonesia hanya senilai 2 triliun rupiah, seperti screenshot yang saya lampirkan di bawah ini.
Di akhir kalimat dia menuliskan “mudah2an presiden baru bisa naikin“, inilah pokok permasalahannya. Kurangnya sensitifitas dari Achmad Zaky terhadap tahun politik ini membuat dirinya selip jempol dan mengungkapkan keberpihakannya dalam politik.
Sikap keberpihakan ini bukanlah yang pertama kali, sebelum-sebelumnya Achmad Zaky juga diketahui ikut mensponsori acara “Kopdar Saudagar Nusantara”. Bukan sekedar mensponsori, Achmad Zaky juga menjadi pembicara dalam forum tersebut.
Di sisi lain lain, pemerintah, dalam hal ini Presiden Jokowi diketahui banyak memberikan dukungan untuk berkembangnya perusahaan-perusahaan startup seperti Bukalapak, Gojek, Traveloka dan Tokopedia.
Jokowi pun tidak ragu untuk hadir dalam acara ulang tahun Bukalapak di bulan Januari 2019 yang baru lewat ini. Dalam acara tersebut Jokowi bahkan mendorong para pelaku usaha market place e-commerce seperti Bukalapak dan yang serupa agar menghubungkan ekosistem UKM yang offline menjadi online. Terlebih lagi menurutnya, ada sebanyak 56 juta UKM di Indonesia.
“Saya mengajak Bukalapak agar membangun ekosistem online ini supaya tersambung dengan yang offline. Artinya seluruh UKM di negara kita bisa masuk semua di Bukalapak baru 4 juta lho pak Zaki (CEO Bukalapak), 52 jutanya lagi kemana,” ucap Jokowi ketika itu.
Cuitan Achmad Zaky yang menginginkan “presiden baru” tentu saja menyakiti perasaan para pendukung Jokowi. Di depan, menerima kebaikan dan dukungan pemerintah, namun di belakang punya niat mengganti orang yang mendukung perkembangan usahanya. Sama saja membalas air susu dengan air tuba. Ada juga netizen yang menyebutkan kalau Bukalapak sudah lupa Bapak.
Atas dasar itulah para pendukung Jokowi yang biasa disebut Cebonger beramai-ramai memberikan rating bintang satu untuk aplikasi ini, lalu meng-uninstall aplikasi Bukalapak di gadgetnya masing-masing. Malah banyak juga yang melaporkan aplikasi Bukalapak ini ke Google agar ditutup.
Zaky sendiri melalui klarifikasinya, menjelaskan tujuan dari cuitannya yang dipersoalkan itu adalah menyampaikan fakta. Menurutnya, dalam 20-50 tahun ke depan, Indonesia perlu investasi dalam riset dan SDM kelas tinggi agar tidak kalah dengan negara lain.
Sekilas tentang anggaran R&D Indonesia, memang benar apa yang disampaikan okeh Zaky. Nilainya cukup kecil, hanya 0,02 persen dari PDB, terbilang minim bila kita bandingkan dengan negara lain. Bahkan untuk ukuran Asia sendiri, Malaysia anggaran R&D nya sudah mencapai 1,25 persen, Singapura (2,20 persen), Cina (2,0 persen), Jepang (3,60 persen), dan Korea Selatan (4,0 persen).
Dalam laporan Global Innovation Index tahun 2017, Indonesia menempati posisi ke-82 dari 127 negara. Tetangga kita, Singapura menduduki posisi tujuh besar, Jepang ada di posisi ke-14, dan Korea Selatan berada di posisi ke-11.
Tentu sah-sah saja menurut saya bila Zaky mengkritisi nilai R&D Indonesia yang hanya mencapai 2 triliun. Malah kritisi semacam itu walau bukan barang baru namun sangat perlu disampaikan, agar dapat menjadi perhatian pemerintah.
Jokowi sendiri dikenal sebagai presiden yang mau mendengar dan memperhatikan berbagai masukan yang disampaikan oleh rakyatnya. Jadi saya yakin bila kritik dari seorang CEO Unicorn terbesar ke empat di Indonesia setelah Gojek, Traveloka dan Tokopedia, tentu merupakan masukan yang akan diperhatikan Jokowi
Namun sayangnya kata ‘baru’ dalam twitnya mencoreng kritik yang disampaikan oleh Achmad Zaky. Gara-gara nila setitik, rusak susu sebelanga. Semuanya gara-gara satu kata “baru” yang mengungkapkan isi hati dan tendensi politiknya itu.
Akanlah gerakan massif dari para pendukung Jokowi mampu mendepak Bukalapak yang dianggap sudah lupa bapak? Atau Bukalapak akan mampu bertahan sebagai salah satu dari 5 perusahaan Startup terkemuka di Indonesia di tahun 2019 ini? Bagaimana menurut Anda?