Atas pertimbangan tersebut, pada 26 November 2018, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati telah menandatangani Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor: 150/PMK.010/2018 tentang Pemberian Fasilitas Pengurangan Pajak Penghasilan Badan.
Dalam PMK ini disebutkan, Wajib Pajak (WP) badan yang melakukan penanaman modal baru pada Industri Pionir dapat memperoleh pengurangan Pajak Penghasilan badan atas penghasilan yang diterima atau diperoleh dari Kegiatan Usaha Utama yang dilakukan.
“Nilai penanaman modal baru sebagaimana dimaksud paling sedikit Rp100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah),” bunyi Pasal 2 ayat (2) PMK ini.
Pengurangan Pajak Penghasilan badan sebagaimana dimaksud diberikan sebagai berikut: a. sebesar 100% (seratus persen) dari jumlah Pajak Penghasilan badan yang terutang untuk penanaman modal baru sebagaimana dimaksud dengan nilai paling sedikit Rp500.000.000.000,00 (lima ratus miliar rupiah); dan b. sebesar 50% (lima puluh persen) dari jumlah Pajak Penghasilan badan yang terutang untuk penanaman modal baru sebagaimana dimaksud dengan nilai paling sedikit Rp100.000.000.000,00 (seratus miliarrupiah) dan paling banyak kurang dari Rp500.000.000.000,00 (lima ratus miliar rupiah).
Jangka waktu pengurangan Pajak Penghasilan badan sebagaimana dimaksud diberikan dengan ketentuan sebagai berikut:
a. selama 5 (lima) tahun pajak untuk penanaman modal baru dengan nilai rencana penanaman modal paling sedikit Rp500.000.000.000,00 (lima ratus miliar rupiah) dan kurang dari Rp1.000.000.000.000,00 (satu triliun rupiah);
b. selama 7 (tujuh) tahun pajak untuk penanaman modal baru dengan nilai rencana penanaman modal paling sedikit Rp 1.000.000.000.000,00 ( satu triliun rupiah) dan kurang dari Rp5.000.000.000.000,00 (lima triliun rupiah);
c. selama 10 (sepuluh) tahun pajak untuk penanaman modal baru dengan nilai rencana penanaman modal paling sedikit Rp5. 000.000.000.000,00 (lima triliun rupiah) dan kurang dari Rp5.000.000.000.000,00 (lima belas triliun rupiah);
d. selama 15 (lima belas) tahun pajak untuk penanaman modal baru dengan nilai rencana penanaman modal paling sedikit Rp15.000.000.000.000,00 (lima belas triliun rupiah) dan kurang dari Rp30.000.000.000.000,00 (tiga puluh triliun rupiah); d
e. selama 20 (dua puluh) tahun pajak untuk penanaman modal baru dengan nilai rencana penanaman modal paling sedikit Rp30.000.000.000.000,00 (tiga puluh trJiun rupiah).
“Jangka waktu pengurangan Pajak Penghasilan badan sebagaimana dimaksu diberikan selama 5 (lima) tahun pajak,” bunyi Pasal 2 ayat (5) PMK ini.
Setelah jangka waktu pemberiaran penguranganPajak Penghasilan badan sebagaimana dimaksud berakhir, menurut PMK ini, Wajib Pajak diberikan pengurangan Pajak Penghasilan badan sebagai berikut: a. sebesar 50% (lima puluh persen) dari Pajak Penghasilan badan terutang selama 2 (dua) tahun pajak berikut nya untuk nilai penanaman modal baru huruf a; atau b. sebesar 25% (dua puluh lima persen) dari Pajak Penghasilan badan terutang selama 2 (dua) tahun pajak berikutnya untuk nilai penanaman modal baru sebagaimana dimaksud pada huruf b.
Persyaratan
Ditegaskan dalam PMK ini, untuk dapat memperoleh pengurangan Pajak Penghasilan badan sebagaimana dimaksud, Wajib Pajak badan harus memenuhi kriteria: a. merupakan Industri Pionir; b. berstatus sebagai badan hukum Indonesia; c. merupakan penanaman modal baru yang belum diterbitkan keputusan mengenai pemberian atau pemberitahuan mengenai penolakan pengurangan Pajak Penghasilan badan; d. mempunyai nilai rencana penanaman modal baru minimal sebesar Rp100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah); dan e. memenuhi ketentuan besaran perbandingan antara utang dan modal sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Men teri Keuangan mengenai penentuan besarnya perbandingan antara utang dan modal perusahaan untuk keperluan penghitungan Pajak Penghasilan.
Mengenai industri pionir, menurut PMK ini mencakup: a. industri logam dasar hulu: 1. besi baja; atau 2. bukan besi baja, tanpa atau beserta turunannya yang terintegrasi; b. industri pemurnian atau pengilangan minyak dan gas bumi tanpa atau beserta turunannya yang terintegrasi; c. industri petrokimia berbasis minyak bumi, gas alam atau batubara tanpa atau beserta turunannya yang terintegrasi;
d. industri kimia dasar organik yang bersumber dari hasil pertanian, perkebunan, atau kehutanan tanpa atau beserta turunannya yang terintegrasi; e. industri kimia dasar anorganik tanpa atau beserta turunannya yang terintegrasi;
f. industri bahan baku utama farmasi tanpa atau beserta turunannya yang terintegrasi; g. industri pembuatan peralatan iradiasi, elektromedikal, atau elektroterapi; h. industri pembuatan komponen utama peralatan elektronika atau telematika, seperti semiconductor wafer, backlight untuk Liquid Crystal Disp!ay (LCD), electrical driver, atau display; i. industri pembuatan mesin dan komronen utama mesin; dan lain-lain.
“Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan,” bunyi Pasal 19 PMK Nomor: 150/PMK.010/2018, yang telah diundangkan oleh Dirjen Perundang-Undangan Kementerian Hukum dan HAM Widodo Ekatjahjana pada 27 November 2018 itu. (JDIH Kemenkeu/ES)