Indovoices.com –Ancaman resesi semakin nyata. Menteri Keuangan Sri Mulyani menyebut pemulihan ekonomi di kuartal III ini masih sangat berat. Perekonomian juga dinilai sulit untuk mencapai zona positif atau netral di periode Juli-September 2020.
Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia itu memproyeksi pertumbuhan ekonomi minus 2 persen hingga 0 persen di kuartal III. Jika perekonomian kembali minus di kuartal III, maka Indonesia akan resmi masuk ke jurang resesi.
Meski demikian, para ekonom meyakini kondisi perbankan masih cukup kuat meskipun perekonomian terancam resesi. Berbagai indikator juga dinilai masih menunjukkan kekuatan perbankan meski dihantam pandemi.
Direktur Riset Center of Reform on Economics (CORE) Piter Abdullah mengakui indikator-indikator penurunan memang terjadi di beberapa bank tetapi secara keseluruhan masih baik. Likuiditas bank juga masih terjaga.
“Kualitas aset masih baik, sehingga memungkinkan bank untuk tetap mendapatkan keuntungan,” kata Piter.
Piter mengatakan, rasio kredit macet atau Non Performing Loan (NPL) memang mengalami kenaikan, tetapi kenaikannya masih dalam batas aman. NPL perbankan masih di bawah batas psikologi 5 persen.
Piter pun membantah isu yang menyebut beberapa bank mengalami permasalahan likuiditas. Menurutnya, isu tersebut tidak sepenuhnya benar.
“Permasalahan likuiditas yang dihadapi beberapa bank tertentu masih dalam batas-batas yang bisa dikelola oleh otoritas,” jelasnya.
Berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) per Juni 2020, rasio kecukupan modal (Capital Adequacy Ratio/CAR) Bank Umum Konvensional (BUK) sebesar 22,59 persen. Posisi ini masih jauh dari batas minimum yang ditetapkan regulator sebesar 12 persen.
Selain CAR, kecukupan likuiditas juga dinilai masih terjaga dengan baik, tercermin dari rasio Alat Likuid terhadap Non Core Deposit (AL/NCD) per 15 Juli 2020 menguat ke level 122,57 persen dan rasio Alat Likuid terhadap Dana Pihak Ketiga (AL/DPK) berada di level 26,02 persen, jauh berada di atas threshold 50 persen dan 10 persen.
Ekonom Senior INDEF, Aviliani, juga menjelaskan bahwa kondisi perbankan masih sangat baik. Hal itu terlihat dari berbagai data perbankan secara umum.
“Jadi kalau dilihat secara modal perbankan rata-rata semuanya bagus karena 22 persen CAR-nya. Terus dari sisi likuiditas rasionya juga masih bagus cuma kan individu bank beda-beda,” katanya.
Aviliani menuturkan, jika dilihat dari sisi likuiditas, perbankan Indonesia sudah aman dan cukup kuat menghadapi pandemi COVID-19 hingga akhir tahun ini. Menurutnya, kebijakan pemerintah dan regulator dinilai cukup memberikan kelonggaran bagi perbankan.
“Kalau dilihat dari sisi likuiditas sekarang, bahkan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) pun sekarang dimungkinkan untuk bantu likuiditas juga kan. Pemerintah juga menempatkan dana likuiditas di bank swasta, BUMN dan BUMD. Jadi kalau isu likuiditas sudah diamankan beberapa kebijakan,” jelasnya.
Meski demikian, Aviliani menyoroti dampak pandemi COVID-19 ke profitabilitas perbankan. Dia memproyeksi, hanya akan ada maksimal dua bank yang mengalami pertumbuhan laba selama tahun ini, sementara sisanya akan melambat.
“Mungkin ada 1-2 bank yang tumbuh, tapi kemungkinan banyak yang tumbuh menurun, tapi tidak sampai negatif. Hanya penurunan pertumbuhan laba,” kata Aviliani.
Dia mengungkapkan, ada beberapa hal yang menyebabkan penurunan pertumbuhan laba perbankan. Salah restrukturisasi kredit secara massal yang otomatis mengurangi income atau pendapatan perbankan.
Selain itu, Aviliani juga melihat risiko kredit bermasalah atau Non Performing Loan (NPL) ada kecenderungan meningkat di akhir tahun, meskipun masih di batas aman. Dia pun menyarankan bank untuk kembali melihat struktur debiturnya, baik yang lancar maupun yang direstrukturisasi. Hal ini untuk menyiapkan dana pencadangan bila program restrukturisasi berakhir.
“PR bank akhir tahun ini yaitu melihat kembali struktur debiturnya baik yang lancar maupun restrukturisasi, untuk melihat kebutuhan pencadangannya,” kata dia.
Sebelumnya, Anggota Dewan Komisioner LPS, Didik Madiyono, menjelaskan bahwa kondisi dan prospek likuiditas perbankan terpantau masih relatif stabil, meskipun risiko makroekonomi masih bergejolak. Hal ini ditandai dengan perkembangan tingkat bunga pasar simpanan yang masih dalam tren penurunan.
Coverage penjaminan simpanan oleh LPS juga dinilai memadai, di mana 99,91 persen dari total 317 juta rekening simpanan yang dijamin.
Dana Pihak Ketiga (DPK) hingga Agustus 2020 mencapai Rp 5.385,8 triliun atau meningkat 9,8 persen dibanding periode yang sama pada tahun lalu.
“Hal ini menunjukkan tingkat kepercayaan masyarakat masih tinggi terhadap perbankan kita,” tambahnya.(msn)