Indovoices.com – Kementerian Pertanian terus melakukan akselerasi dalam rangka meningkatkan ekspor rempah-rempahan. Salah satu upaya yang dilakukan adalah turut mendukung penerapan _Sustainable Spices Initiative_ (SSI) di Indonesia sebagai upaya pengembangan tanaman rempah secara berkelanjutan.
“Saat ini ada permintaan yang tinggi terhadap produk rempah berkualitas tinggi yang dikembangkan secara berkelanjutan. Setiap negara dan mitra dagang harus mengikuti sistem permintaan ini, termasuk Indonesia sebagai salah satu produsen terbesar rempah-rempahan di dunia.” Demikian disampaikan oleh Sekretaris Jenderal Kementerian Pertanian Syukur Iwantoro saat membuka acara “Expert Meeting on Sustainable Spices in Indonesia” di Aston Kuningan Suites, Jakarta, Kamis (29/11).
Kebutuhan akan produk maupun pengembangan rempah-rempahan yang berkelanjutan, disebut Syukur sudah sangat dipahami para pelaku industri rempah Indonesia. Sistem yang berkelanjutan ini diadopsi dalam peningkatan kualitas, garansi keamanan pangan, dan kebutuhan lainnya yang diharapkan bisa meningkatkan posisi tawar para petani rempah.
“Sebagai pemerintah, sudah menjadi tugas kami untuk memastikan para petani kecil mendapatkan akses terhadap teknologi maju, peningkatan kualitas dan keamanan, akses terhadap jasa perbankan, dan akses pemasaran. Untuk itu, kami siap bekerja sama dan berkolaborasi dengan SSI Indonesia,” tegas Syukur.
Saat ini banyak petani kecil yang masih menggantungkan hidupnya kepada industri rempah. Sempat beberapa kali muncul isu yang menjadi hambatan, seperti buruh wanita dan anak, penggunaan kimia berlebih, serta tren harga yang menurun. Untuk itu, Kementan terus mengusahakan sistem yang dapat menjamin kualitas dan keamanan produk rempah Indonesia.
“Seperti dua tahun terakhir, pemerintah sudah membangun jaringan untuk mengimplementasikan sistem yang menjamin kualitas dan keamananan produk pala,” ungkapnya.
Di hadapan investor dan para pelaku usaha rempah, Syukur menyebutkan ide untuk menjalankan SSI di Indonesia pertama kali mulai didiskusikan saat dirinya mengunjungi Belanda pada Oktober tahun lalu. Dalam pertemuan dengan pelaku industri rempah Belanda, Syukur mengungkapkan pihaknya mencari solusi untuk meningkatkan kualitas, serta menguatkan kemitraan antara petani dan pelaku pasar rempah.
SSI adalah konsorsium internasional yang terdiri dari perusahaan-perusahaan yang bergerak di komoditas rempah dan herbal. Syukur memandang bahwa perusahaan yang tergabung dalam SSI telah berkomitmen untuk memastikan produksi dan rantai pasok berjalan secara berkelanjutan.
“Kami mengharapkan tujuan dan semangat yang sama dapat menjadi fondasi untuk keberlangsungan SSI di Indonesia,” sebut Syukur.
Lebih lanjut, Syukur menyebutkan bahwa rempah Indonesia memiliki banyak keunggulan seperti aroma kuat, produksi besar, dan harga terjangkau. Indonesia saat ini telah mendaftarkan sembilan produk rempah sebagai indikasi geografis (IG).
Lembaga Statistik Uni Eropa Eurostat menyebutkan bahwa Indonesia masih memegang peranan besar dalam menyuplai kebutuhan rempah, seperti pala, bunga pala, dan kapulaga.
“Indonesia hingga saat ini masih mendominasi pasar rempah Uni Eropa. Total nilai ekspor rempah kita ke Uni Eropa mencapai 39,7 juta dollar amerika pada tahun 2017,” jelas Syukur.