Terkejut itulah respon penulis secara spontan karena dari mulai lahir sampai sudah menginjak usia yang pastinya tidak ABG lagi, belum pernah sekalipun mengikuti perayaan Natal di tempat yang pandangan orang awam adalah tempat terhina dan terkesan dianggap perkumpulan orang-orang yang tidak layak dikasihi.
Kali ini penulis ingin menulis tentang pengalaman pribadi yang baru-baru ini dirasakan dan dialami sendiri. Acara perayaan peringatan kelahiran Isa Almasih didalam agama Kristen disebut kelahiran Sang Juru Selamat. Jujur acara ini sangat mengesankan dan menampar keras secara tidak langsung pandangan penulis terhadap kondisi sahabat yang menjalani hukuman di Lembaga Pemasyarakatan (LAPAS).
Penulis mendapatkan informasi dan undangan untuk pertama kalinya dari Pengurus Komisariat dan Panitia Pelaksana perayaan Natal GMKI FIS Universitas Negeri Medan, 9 Desember 2017. Merayakan peringatan Kelahiran Sang Juru Selamat di Lembaga Pemasyarakatan (LAPAS) Anak Kelas 1 Tanjung Gusta Medan.
Maaf bukan penulis sebagai warga LAPAS ya tapi hanya sebagai undangan. Semoga tidak ada sahabat pembaca salah menanggapi. Hehe
Bukan untuk promosi tetapi memang ini adalah fakta berbicara, Organisasi kemahasiswaan inilah yang secara tidak langsung berkontribusi membuka cakrawala berpikir penulis pada saat berstatus mahasiswa untuk melakukan pengabdian terhadap masyarakat umum yang mayoritas masih dalam keadaan ekonomi menyedihkan dan layak untuk diperjuangkan.
Persepsi awal penulis sebelum mengikuti perayaan Natal ini kemungkinan tidak akan satu orangpun warga binaan di LAPAS yang berminat untuk mengikuti kegiatan ini. Secara logika pribadi, Status LAPAS ini kelas 1 (satu) ya pasti dong anak-anak yang menjalani hukuman adalah pelaku kriminal yang tidak biasa.
Tetapi persepsi dan logika pribadi penulis tersebut termentahkan dengan realitas dilapangan bahwa anak-anak warga binaan di LAPAS mayoritas khusyuk mengikuti ibadah Natal meskipun dengan segala keterbatasan. Terkhusus keterbatasan pada saat ibadah, penampilan secara fisik mereka belum membersihkan diri. Alasan belum membersihkan diri yang dapat penulis simpulkan karena kondisi LAPAS tersebut sangat memperihatinkan.
Menurut pengamatan penulis bahwa pengadaan air bersih adalah sebuah kebutuhan yang sangat dibutuhkan didalam LAPAS yang penulis kunjungi tersebut. Semoga saja artikel ini dibaca oleh para pejabat-pejabat yang berwenang agar memperbaiki kekurangan tersebut. walaupun berstatus sebagai tahanan, mereka berhak menjalani masa hukuman dengan fasilitas yang manusiawi.
Perbedaan yang sangat kontras penulis melihat rumah tahanan KPK dan juga Hotel Prodeo para koruptor yang memiliki fasilitas yang lumayan bagus berbanding terbalik dengan LAPAS untuk masyarakat biasa.
Faktanya koruptor masih tampak senyum-senyum di Media Cetak, Online maupun Televisi. Para koruptor dengan percaya diri menampakkan gigi yang masih kinclong dan kebersihan fisik tetap terjaga padahal tahanan kasus lain, mandi saja adalah sebuah hal yang sangat berharga. Seharusnya melihat dampak atas perbuatan kriminalnya, paling merasakan kepedihan pada masa menjalani hukuman adalah para koruptor yang telah kehilangan nurani merampok uang rakyat, secara tidak langsung berkontribusi menambah jumlah kriminalitas.
Atas perbuatan para koruptor, masyarakat terkhusus anak-anak dari keluarga sederhana secara kasat mata dimiskinkan secara terstruktur dan massif. Akhirnya melakukan tindakan kriminalitas.
Semoga saja ada perubahan regulasi bahwa para koruptor yang telah menghisap darah rakyat yang menjalani kehidupan seperti di LAPAS Anak yang penulis kunjungi tersebut. Bila perlu koruptor dimiskinkan dan dihukum mati. Sebaliknya anak-anak yang menikmati fasilitas Hotel Prodeo para koruptor. Alasannya sebagian besar anak-anak tersebut bertindak kriminal karena masalah ekonomi orangtuanya yg telah dimiskinkan oleh koruptor.
Tapi yang pasti penulis rasakan perayaan Natal kali ini lebih khusyuk dan bermakna daripada yang melaksanakan acara perayaan Natal di gedung mewah yang mayoritas mengikuti ibadah terkesan berlebihan dengan tampilan-tampilan menunjukkan kemewahan dan pastinya menggunakan dana yang tidak sedikit.
Daripada mengikuti perayaan Natal di lapangan Monumen Nasional (MONAS) yang menggunakan anggaran dana sangat besar. Mending mengikuti acara Natal yang diadakan di tempat-tempat yang membutuhkan kunjungan, dukungan dan hiburan. Perayaan Natal yang sering diadakan mayoritas masyarakat diadakan berbalut kemewahan, Mari kita tinggalkan budaya kemewahan yang tidak bermakna maksimal.
Maaf ya sahabat pembaca, artikel ini tidak menyertakan foto-foto dokumentasi pada saat acara berlangsung karena peraturan yang berlaku di LAPAS tidak diperkenankan membawa alat-alat dokumentasi. Semoga saja bagi sahabat pembaca artikel ini terpanggil mengadakan kegiatan bernuansa rohani di tempat-tempat yang memang merindukan kunjungan dan dukungan dari sesamanya manusia seperti warga binaan di LAPAS.
Salam Damai, kiranya kita dapat hidup bersama sebagai keluarga Allah.