Oleh: Gurgur Manurung
Indovoices.com – Kawasan Danau Toba, utamanya Kabupaten Samosir telah ditetapkan sebagai destinasi wisata. Direktur pemasaran Badan Otoritas Danau Toba (BODT) Basar Simanjuntak berulangkali menyebut target wisatawan asing yang akan datang di kawasan Danau Toba sebanyak 1 juta/tahun. Ditambah wisatawan domestik maka Kawasan Danau Toba (KDT) akan berubah secara total.
Perubahan akan terjadi secara ekonomi, sosiologi, ekologi dan tatanan masyarakat akan ikut berubah. Bagaimana Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Samosir menyiasasti ancaman sekaligus kesempatan ini? Apakah Pemkab Samosir menyadari bahwa ketika salah menyiasati ancaman ini maka masyarakat Samosir kelak akan tergilas oleh zaman? Apakah semua elemen bangsa menyadari bahwa Pulau Samosir adalah sumber peradaban Budaya Batak?.
Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Samosir Rikardo Hutajulu dalam diskusi di Kantor Southeast Asian Ministers of Education Organization (SEAMEO) Regional Centre for Quality Improvement of Teacher and Education Personnel (QITEP) in languea yang dihadiri SEAMEO BIOTROP, SEAMEO CECEP, dan SEAMEO berbagai bidang keilmuwan hadir ketika itu di Jakarta mengatakan bahwa Samosir akan menjadi destinasi wisata prioritas pemerintah pusat. Karena itu Pemkab Samosir, khususnya Dinas Pendidikan (Disdik) Kabupaten Samosir berkomitmen untuk meningkatkan mutu guru dan siswa.
Masyarakat Samosir menjadi tuan di negerinya jika kualitas Sumber Daya Manusianya (SDM) mampu melayani wisatawan. Samosir menjadi destinasi wisata akan menjadi kesempatan yang baik jika SDM masyarakat Samosir baik, Sebaliknya, Samosir sebagai destinasi wisata akan menjadi ancaman jika SDM nya rendah. Oleh karena itu Disdik Samosir sangat serius untuk meningkatkan mutu guru dan siswa. Karena mutu guru dan siswa saat ini menentukan peran masyarakat samosir 10, 20, 50, 100 tahun yang akan datang. Pendidikan saat ini menentukan peran masyarakat Samosir dimasa yang jauh di depan. Kita harus berpandangan jauh kedepan, kata Rikardo Hutajulu.
Di Samosir jumlah guru sekitar 1800 orang di 203 Sekolah Dasar (SD) dan 34 Sekolah Menengah Pertama (SMP). Jika hanya mengandalkan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) maka hanya sekitar 200 guru yang memiliki kesempatan untuk pelatihan dalam rangka peningkatan kompetensi dalam setahun. Artinya, ada guru yang tidak “dicharger” dalam 10 tahun. Keadaan ini amat memprihatainkan. Karena itu Dinas Pendidikan Samosir berusaha seoptimal mungkin untuk mencari jalan keluar agar tidak hanya mengandalkan APBD. Dinas Pendikan Kabupaten Samosir membangun jejaring dalam rangka peningkatan mutu Pendidikan di Samosir. Bekerjasama dengan berbagai Lembaga menjadi jalan keluar dalam rangka prinsip pendidikan yang partisipatif.
Sebagai bukti keseriusan Kepala Dinas (Kadis) Pendidikan Kabupaten Samosir Rikardo Hutajulu tanggal 30 Agustus 2017, sehari setelah diskusi dengan SEAMEO dari berbagai bidang dan berbagai daerah, Kadis Pendidikan Samosir mengajak Bupati Samosir untuk membuat nota kesepakatan dengan Seameo Regional Centre For Qitep in Languange, Seameo Regional Centre For Qitep in Mathematics, Seameo Regional Centre For Qitep In Sains, Seameo Regional Centre For Qitep In Cecep (menangani Pendidikan Anak Usia Dini).
Nota kesepakatan ini diharapkan mampu meningkatkan mutu pendidikan di Kabupaten Samosir dalam rangka menyiasati tantangan zaman yang berubah bagaikan kilat. Tahun lalu Pemkab Samosir juga membangun nota kesepahaman dengan Surya Institut yang didirikan oleh fisikawan kenamaan Prof. Yohanes Surya. Nota kesepahaman itu telah ditindaklanjuti dengan pelatihan guru dan siswa untuk Olimpiade Sains Nasional (OSN).
Terkait dengan kehadiran wisata asing dan persiapan menjadikan anak-anak Samosir yang memiliki kompetensi pergaulan global maka Dinas Pendidikan Samosir mengadakan English Practice Place di taman rumah dinas Bupati Samosir. Para siswa dapat berlatih berbahasa Inggris di taman itu. Kegiatan ini bekerjasama dengan elementri school Singapura dengan mengundang siswanya berkunjung ke Samosir November 2017.
Kepala Seksi (Kasi) Guru dan Tenaga Kependidikan (GTK) SD Roida Yanti Simbolon mengatakan, Dinas Pendidikan Samosir sangat menyadari betapa penting kompetensi guru di era pergaulan global ini. Di tengah keseriusan Dinas Pendidikan Kabupaten Samosir ada kendala atau tantangan bagi kami. Saya melihat guru dan tenaga kependidikan kurang menyadari atau kurang serius dalam meningkatkan kompetensi pribadi masing-masing.
Saya kurang paham apakah mereka sadar bahwa para guru memegang peran strategis untuk menentukan masa depan bangsa ini atau Samosir, khususnya? Roida mencontohkan, tidak banyak guru di Kabupaten Samosir yang menyisihkan dana sertifikasi itu untuk meningkatkan kompetensi guru seperti membeli buku, laptop dan berbagai keperluan dalam rangka peningkatan kompetensi. Seserius apapun Dinas Pendidikan Kabupaten Samosir kalau guru tidak serius, program Dinas Pendidikan tidak bermakna apa-apa.
Keseriusan Dinas Pendidikan harus sama dengan keseriusan para guru. Bahkan, lebih baik lagi jika guru dapat berinovasi dan mengembangkan kreativitas secara pribadi mengingat dana Dinas Pendidikan amat terbatas dalam melakukan peningkatan mutu guru. Roida Yanti Simbolon berharap agar semua insan menyadari bahwa masa depan Samosir ditentukan pendidikan saat ini. Karena itu, partisipasi semua elemen masyarakat harus diintegrasikan.
![PENDIDIKAN SAMOSIR SEBAGAI BENTENG BUDAYA](https://www.Indovoices.com/wp-content/uploads/2019/01/1adce740ead79e2f723bf34d345f2e1e.jpeg)
PENDIDIKAN SAMOSIR SEBAGAI BENTENG BUDAYA
Melihat Kabupaten Samosir secara objektif bahwa wilayah ini adalah wilayah adat. Di Kabupaten inilah benteng budaya Batak. Alangkah mengerikan jika budaya Batak asli tergerus di wilayah ini. Dinas Pendidikan Kabupaten Samosir harus berkomitmen agar dunia pendidikan Samosir mengajarkan akar budaya.
Tidak terjebak dengan arus global yang seolah-olah budaya asing lebih hebat dari budaya asli Batak. Budaya berbeda dengan nilai (value) yang berbeda. Dalam konteks ini direktur SEAMEO QITEP in Langueange Jakarta Bambang Indriyanto mengatakan bahasa Inggris yang akan dikembangkan di Samosir adalah bahasa Inggris kontekstual yang artinya pengajaran bahasa tidak dimulai dengan pengajaran tata bahasa dan perbendaharaan kata, tetapi dilakukan melalui pengungkapan bahasa lokal dengan memudahkan unsur budaya dalam bahasa Inggris.
Jika kita simak makna bahasa Inggris kontekstual yang disebut Bambang Indriyanto, maka hendaklah budaya asli Samosir dijaga dan digali makna aslinya. Bahasa, ilmu dan teknologi hanyalah sebagai alat untuk membantu masyarakat Samosir, tetapi tidak untuk menggerus budaya asli Batak yang sangat lama telah teruji.
Semua kita harus menyadari bahwa Samosir menjadi benteng terakhir pelestarian budaya Batak. Oleh karena itu dunia pendidikan Samosir harus menjaga ciri khas dan keunikannya. Sebab ciri khas dan keunikan itu menjadi warisan dunia. Kekayaan budaya Batak harus ditumbuh kembangkan dan diperkenalkan ke seluruh dunia, tidak dapat digerus zaman. Pilihan ada d kita. Menjaga budaya kita atau tergerus begitu saja oleh zaman?.
*)Penulis adalah alumni Pascasarjana IPB Bogor, aktivis sosial dan lingkungan.