Sejarah pelacuran sendiri sudah ada dan sama tuanya dengan peradaban manusia itu sendiri. Kata kata demikian mungkin pernah kita dengar, jadi selama manusia masih dikaruniai nafsu syahwat, berarti pelacuran juga tetap ada. Bahkan untuk negara seperti Arab Saudi pun pelacuran ada dan mirisnya didominasi oleh PSK asal Indonesia.
Kembali ke Indonesia, baru baru ini seperti yang kita ketahui Gubernur DKI yang baru, “akan” menutup Alexis yang diduga melakukan kegiatan pelacuran dan menyediakan pelacur kelas atas dari berbagai negara. Saya menulis “akan” dengan tanda kutip karena sampai sekarang memang belum dipastikan tutup walau ijin operasionalnya telah ditolak untuk diperpanjang.
Pertanyaannya, apakah tindakan gubernur yang belum lama dilantik tersebut akan efektif untuk menghapus atau menghilangkan pelacuran di DKI Jakarta?, mengingat lokasi atau tempat pelacuran yang ada di Ibu Kota mencapai lebih kurang 300 titik. Jadi seandainya hanya Alexis yang dipastikan tutup pun, sedangkan sisanya tetap dibiarkan beroperasi, ya percuma saja. Para pelacur tersebut tinggal pindah tempat ke berbagai lokasi lainnya.
Yang namanya pelacuran itu, tidak akan bisa dihapus selama ada demand dan supply, bahkan seandainya yang 300 titik tersebut ditutup, tidak menjamin pelacuran akan hilang dari Jakarta, malah kemungkinan yang terjadi adalah boomingnya pelacuran online, karena para pelacur bisa menjajakan dirinya dgn lebih murah. Coba pikirkan, bila selama ini pelacuran dikoordinir, pelacur tersebut harus membayar sekian persen pendapatannya kepada si murcikari. Namun dengan pelacuran online, dia tidak perlu membayar kepada siapapun lagi, pendapatannya 100 persen masuk ke kantongnya.
Kemungkinan lainnya adalah merebaknya berbagai penyakit kelamin tanpa bisa dikontrol. Pelacuran kelas menengah atas biasanya ada melakukan pengontrolan kesehatan dimana secara periodik dilakukan pengecheckan kesehatan terhadap pelacurnya untuk memastikan keamanan dan kenyamanan pelanggannya. Pelanggan yang terkena penyakit kelamin akibat “jajan” ditempatnya tentulah akan memberikan image yang buruk.
Namun dengan adanya pelacuran online yang berjalan sendiri sendiri, pengecheckan sudah tergantung kemauan dari si pelacur itu sendiri, tidak bisa menjamin bahwa pelacur yang terkena penyakit kelamin akan berhenti beroperasi sampai sehat karena dia juga butuh pendapatan, akibatnya ya “bagi bagi bonus” untuk pelanggan yang memanfaatkan jasanya.
Jadi menurut saya, penutupan tempat prostitusi bukanlah solusi yang tepat untuk masalah ini. Solusi yang tepat adalah relokasi seperti yang pernah disampaikan oleh Ahok ketika di awal kepemimpinannya dulu. Para pelacur dikumpulkan di satu tempat atau pulau.
Kenapa relokasi? Dengan relokasi, para pelacur bisa dipantau, dibina, kesehatannya bisa dicheck secara berkala, bagi yang ingin berhenti atau memasuki usia pensiun bisa diberikan bekal keterampilan untuk usaha. Pajak yang didapat bisa untuk menambah pajak PAD, tentu saja pajak PAD tersebut dihilangkan seandainya relokasi di zaman si Anis karena beliau tidak ingin pendapatan dari bisnis haram, jadi bisnis yang mengandung kata “haram” seperti resto chinesse food, lapo, resto manado dan sebagainya tidak perlu bayar pajak lagi. Ok, kembali lagi ke relokasi, disisi lain, pemda juga bisa mengontrol siapa yang boleh masuk atau tidak, misalnya relokasi tersebut hanya dikhususkan untuk yang berumur 25 tahun ke atas, atau hanya khusus turis asing artinya semua bisa dikendalikan.
Tentu saja hal yang baru saya sebutkan mengenai relokasi tidak bisa terwujud, karena ketika Ahok mencetuskan ide tersebut sudah dikecam sana sini oleh orang orang yang merasa suci di depan tapi dibelakang siapa yang tahu?.
Untuk saya pribadi, saya tidak mendukung pelacuran, saya akan kemukakan alasan logis saya tanpa harus melibatkan kata “agama” karena banyak orang orang yang buka mulut tutup mulut menyitir ayat ayat agamanya tapi kelakuan lebih mirip atau bahkan lebih parah dari pelacur.
Demikian alasan saya, karena pelacuran membuat orang menjadi malas bekerja, cukup buka kaki sudah bisa dapat uang, banyak orang orang yang saya kenal, usahanya hancur karena duitnya kalau tidak habis karena judi, ya habis karena main cewek dan itulah faktanya, belum lagi rumah tangga yang hancur dan berantakan karena si suami yang ketahuan “jajan”.
Tapi seperti yang saya bilang di atas, pelacuran itu sudah sama tuanya dengan peradaban manusia, jadi menghapus pelacuran itu hal yang tidak mungkin. Tapi kalau Wan Anis bertekad menghapuskannya, dibantu dengan laskar langit dan laskar pentol korek, silahkan saja. Kalau berhasil, akan saya traktir makan di Lapo Ni Tondongta Senayan, atau mau Chinese Food mungkin?
Ref:
https://www.merdeka.com/khas/melacur-hingga-makkah-dan-madinah-melacur-di-tanah-suci-2.html