Oleh: Nufransa Wira Sakti
Siang ini ada beberapa pesan yang masuk ke WA saya yang intinya menyatakan bahwa Indonesia akan ngutang lagi sejumlah $2 milyar dengan imbal hasil sangat tinggi sebesar 11,625%. Info tersebut merujuk salah satu link luar negeri. Info itu diakhiri dengan kalimat “Kreditor pesta pora, rakyat semakin terbenani. Menkeu semakin ngawur”
Setelah dilacak, ternyata info tersebut berasal dari cuitan pada jam 11.24 WIB di akun twitter Pak Rizal Ramli. Tak lama, banyak media yang bertanya tentang hal ini. Bahkan sudah ada beberapa media yang langsung memberitakan cuitan tersebut.
Setelah berdiskusi dengan Dirjen Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko berserta tim, didapatlah informasi yang benar.
Utang Pemerintah yang dimaksud adalah bonds (surat utang) dalam USD yang diterbitkan pada tahun 2009 , saat terjadinya krisis keuangan sehingga imbal hasilnya 11,625%
Surat utang tersebut akan berakhir dan jatuh tempo pada bulan Maret 2019. Jadi sesungguhnya tidak ada penerbitan utang baru yang dikatakan Pak RR, kesalahan besar lainnya adalah ketika disebutkan akan diberikan imbal hasil 11,625%.
Saat ini imbal hasil/yield di pasar sekunder utk bonds Pemerintah dalam USD untuk tenor 10 tahun adalah sebesar 4.24%. Jadi semua yang dinyatakan Pak RR adalah kesalahan dia dalam membaca data.
Segera saja kami cuitkan ngawurnya pemahaman tersebut pada jam 14.05 WIB.
Pada pukul 14.31 , keluar cuitan dari Pak RR:
“Mohon maaf terjadi kesalahan. Yield 11,625% adalah surat utang lama RI. Bukan rencana surat utang baru.”
Akhirnya Pak RR mengakui bahwa pernyataannya menyesatkan. Cuitan dan status FB yang ditulis sebelumnya juga dihapus.
Jadi yang sebenarnya ngawur adalah pernyataan RR, tapi yang dituduh Menkeu dan juga mengatasnamakan rakyat yang terbebani. Rakyat yang mana?
Ada baiknya Pak RR membaca secara perlahan-lahan dan memahami dengan bijak sebelum menyebarkan suatu informasi. Apalagi dengan mengatasnamakan rakyat.
Kami di Kementerian Keuangan Republik Indonesia senantiasa bekerja secara profesional dalam menjaga keuangan negara.
Nufransa Wira Sakti
Kementerian Keuangan RI