Pembatasan akses merupakan salah satu dari alternatif terakhir yang ditempuh seiring dengan tingkat kegentingan.
Indovoices.com – Akses media sosial tiba-tiba terhenti pada Rabu (22/5/2019). Ketika itu, masyarakat terutama di Jakarta dan sekitarnya terlihat bisu dan terdiam. Ya akses komunikasi melalui whatsapp ketika itu praktis melambat, atau bahkan tak terkirim.
Sehari sebelumnya, di Jakarta memang telah terjadi aksi amuk massa, ekses dari tuntutan terkait hasil pemilu. Di beberapa bagian ibu kota terjadi kerusuhan pada hari itu. Dunia medsos hiruk-pikuk, teks, gambar, video pun berseliweran di layar ponsel ukuran 2×3 cm tersebut. Soal benar atau hoax sudah tak bisa dibedakan lagi.
Pelbagai isu berhamburan di medium medsos tersebut. Menjelang tengah hari secara tiba-tiba, hampir semua medium medsos itu terhenti. IG, facebook, dan twitter, tak lagi bergerak. Hiruk-pikuk di masyarakat pun terdiam, dan bisu sejenak. Begitu juga komunikasi via whatsapp yang sudah menjadi budaya masyarakat modern tiba-tiba tak bisa terkirim.
Masyarakat pun sempat bertanya-tanya penyebab suspensinya akses medsos tersebut. Namun tak ada yang menjawabnya dalam beberapa saat. Baru sekitar tengah hari menjelang sore ada keterangan resmi dari pemerintah, tepatnya dari Mengkopolhukam Wiranto, bahwa media sosial dinonaktifkan sementara untuk hindari hoax.
Pembatasan medsos pun diakui Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara. Menurutnya, pemerintah melakukan pembatasan medsos terkait aksi 21 Mei 2019 adalah untuk mencegah tindakan yang tidak baik. “Jangan khawatir pembatasan ini hanya bersifat sementara dan bertahap,” ujar Rudiantara, Rabu (22/5/2019) siang.
Berkaitan dengan langkap pembatasan oleh pemerintah dan kelaziman praktik di negara-negara lain, Rudiantara menilai, langkah itu lazim dan kerap diambil oleh pemerintah di negara lain untuk mencegah meluasnya kerusuhan.
Artinya, kebijakan pemerintah itu bisa dipahami. Tentu tujuannya adalah, pertama, menutup akses tautan konten atau akun yang terindikasi menyebarkan hoax. Kedua, bekerja sama dengan penyedia platform digital untuk menutup akun. Dan ketiga, pembatasan akses terhadap sebagian fitur platform digital atau berbagi file.
“Pembatasan akses merupakan salah satu dari alternatif-alternatif terakhir yang ditempuh seiring dengan tingkat kegentingan. Pemerintah negara-negara lain di dunia telah membuktikan efektivitasnya untuk mencegah meluasnya kerusuhan,” ujar Rudiantara.
Pernyataan Menkominfo benar adanya. Ketika itu, Srilangka, misalnya, pernah melakukan tindakan menutup akses ke Facebook dan WhatsApp untuk meredam dampak serangan bom gereja dan serangan antimuslim yang mengikutinya.
Begitu juga dengan Iran yang pernah menutup akses Facebook pada 2009 setelah pengumuman kemenangan Presiden Ahmadinejad. “Banyak negara lain melakukan pembatasan dan penutupan dengan berbagai pertimbangan,” tandas Rudiantara.
Saya tetap menghargai dan memahami tindakan yang diambil pemerintah tersebut. Tujuannya adalah melokalisir informasi yang belum tentu valid dan menahan sebaran hoax. Ketika di situasi normal, Facebook, Twitter, ataupun Instagram masih mampu meredam false news (hoax) melalui cara mengklarifikasi.
Namun, dalam kondisi sudah terjadi amuk massa yang sudah tak terkendali, aksi take down dan pembatasan untuk menghambat sebaran hoax adalah tindakan yang tepat.
Mengubah Semua
Terlepas dari semua itu, ini semua buah berkah dari revolusi digital yang telah terjadi di negeri ini. Adanya akses internet telah mengubah semua, keterbukaan sudah menjadi berkah dengan medium itu dan berjalan 24 jam. Namun, berkah semua itu tentu harus didorong untuk menggarap potensi yang positif termasuk menggerakkan ekonomi negara.
Bayangkan, berdasarkan survei yang dilakukan Asosiasi Penyelenggara Internet Indonesia (APJII) yang dirilis Maret 2019, total populasi penduduk Indonesia sebanyak 264,16 juta orang. Dari total populasi itu, sebanyak 64,8% penduduk sudah melek terhadap Internet, atau sebanyak 171,17 juta orang. Artinya ini berkah yang luar biasa bagi bangsa ini.
Survei itu juga mengungkapkan pertumbuhan pengguna internet mencapai 10,12 persen sepanjang 2018 dibandingkan dengan 2017, atau bertambah sebanyak 27,92 juta. Dan, survei itu juga mengungkapkan Pulau Jawa tetap menjadi wilayah yang dengan kontribusi pengguna yang tertinggi,
Setelah itu, Sumatra memberikan kontribusi terbesar kedua dengan mencapai 21%, Sulawesi-Maluku dan Papua (10%), Kalimantan (9%), serta Bali dan Nusa Tenggara (5%).
Bagaimana bila dilihat per provinsi? Survei APJII juga menjelaskan, kontribusi pengguna internet di Jawa Barat ternyata yang paling tinggi dengan memberikan sumbangan hingga 16,6%. Berikutnya diikuti Jawa Tengah (14,3%), Jawa Timur (13,5%), Banten dan DKI Jakarta (4,7%), dan Yogyakarta (1,5%).
Dari sisi penggunanya, survei itu juga terungkap bahwa penggunaan smartphone (ponsel) menjadi alat yang sangat dominan sebagai alat untuk akses internet setiap hari, yakni mencapai 93,9%.
Laporan APJII juga mengungkapkan ternyata mereka lebih banyak menggunakan paket data/kuota seluler untuk bisa terhubung internet dengan persentase mencapai 96,6%, koneksi wifi di kafe/restoran (30,6%), dan ruang pubik (29,5%).
Dari data yang tersaji itu, penetrasi internet yang tinggi itu diyakini bisa menjadi menjadi instrumen untuk pertumbuhan ekonomi satu negara. Melalui medium internet, banyak peluang yang bisa diciptakan, diinovasikan, penyebaran pengetahuan, peningkatan kemampuan konsumen, serta membangun jaringan serta mengelola interaksi sosial di seluruh dunia.
Bayangkan, dengan adanya ketersediaan jaringan pita lebar internet telah menjadi landasan bagi kehidupan modern. Pasalnya, kini semua aktivitas terutama aktivitas bisnis kini sudah saling terhubung. Artinya medium internet sangat vital, apalagi di era industri 4.0 saat ini.
Dan, realitas ini terkonfirmasi dengan data yang dirilis McKensey and Company, ekonomi Indonesia akan terdongkrak sebesar 10% melalui aktivitas digital pada 2025. Melalui pendekatan teknologi digital, negara ini berpeluang menciptakan lapangan pekerjaan baru sebanyak 3,7 juta orang, termasuk dari skema job matching dan permintaan tenaga kerja melalui platform berbasis online.
Jadi manfaatkanlah bonus kemudahan akses internet ini dengan benar. Masyarakat pun harus bijak dan cerdas untuk memanfaatkannya, apalagi bila itu dimanfaatkan untuk menangkap peluang ekonomi di depan mata dan harapannya, ekonomi negara pun bisa terdongkrak dengan berkah internet ini. (indonesia)