“Jangan sampai pelajar-pelajar NU malah terjebak menjadi ahli hoaks,” kata Presiden Jokowi saat membuka Kongres XIX Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama (IPNU) dan Kongres XVIII Ikatan Pelajar Putri Nahdlatul Ulama (IPPNU) Tahun 2018, Jumat, di Istana Negara, Jakarta, Jumat (21/12) pagi.
Pelajar-pelajar NU, lanjut Presiden, harus menjadi ahli-ahli robotik, mengerti masalah yang berkaitan dengan artificial intelligence, mengerti dengan hal-hal yang berkaitan dengan internet of thing, ngerti dengan hal-hal yang berkaitan dengan blokchain dan cryptocurrency, virtual reality karena memang kita harus merespon secara cepat perubahan-perubahan global yang terjadi sekarang ini.
Menurut Presiden, dibutuhkan sebuah moralitas dengan standar yang tinggi dalam menghadapi dunia yang bergerak begitu dinamis.
Presiden Jokowi memberikan contoh mengenai banyaknya isu di media-media sosial yang menyebut dirinya simpatisan Partai Komunis Indonesia (PKI). Padahal, PKI itu dibubarkan tahun 1965-1966, sementara dirinya lahir tahun 1961.
“Umur saya berarti baru 4 tahun. Masih balita saya sudah ditunjuk-tunjuk PKI. Logikanya enggak masuk,” ujar Presiden.
Tapi, menurut Presiden Jokowi, ada 9 juta orang yang percaya mengenai itu. Logikanya tidak masuk, tapi 9 juta lebih percaya mengenai itu. Bukan hanya itu, isu itu juga bisa lari, bukan Presiden Jokowi tapi orang tuanya, kakek neneknya.
Padahal, lanjut Presiden, sekarang ini gampang sekali. IPPNU ada di Solo, IPNU ada di Solo, ya dilihat saja nanti di masjid di dekat rumah dirinya. Tanya masjid dekat rumah bapak-ibu atau kakek-neneknya
Presiden menjelaskan, di era keterbukaan seperti ini apa ada yang bisa di tutup-tutupi. Gampang sekali. Semua organisasi, ormas Islam ada di Solo. Tidak ada yang bisa ditutup-tutupi tetapi kejadiannya adalah di media sosial ini betul-betul gambar yang mengandung ujaran kebencian sangat banyaknya.
“Coba lihat di gambar. Ini kampanye tahun 1955. Ketua PKI itu namanya DN Aidit saat itu pidato, lha kok saya ada di bawahnya, di bawah panggung dia. Banyak gambarnya bukan satu ini. Ini yang sering saya berikan contoh saja. Coba, saya lihat-lihat di HP saya kok ya persis wajah saya,” ungkap Presiden seraya menambahkan, Aidit berpidato itu tahun 1955, dirinya lahir saja belum tapi sudah dipasang gambar-gambar seperti itu.
Ya itulah, sebut Presiden kejamnya media sosial kalau dipakai untuk kepentingan-kepentingan politik sesaat, kepentingan politik yang tidak mendidik, kepentingan politik yang tidak mendewasakan, kepentingan politik yang tidak mencerdaskan rakyat dan masyarakat.
Sedang Proses Hijrah
Sebelumnya dalam awal sambutannya Presiden Jokowi mengatakan, saat ini memang kita sedang proses, sedang hijrah. Hijrah dari pesimisme-pesimisme menuju ke yang optimisme- optimisme. Hijrah dari individualisme- individualisme menuju ke kerjasama, berkolaborasi.
Hijrah dari kemarahan- kemarahan, yang sering marah-marah menuju ke yang sabar-sabar kepada kesabaran-kesabaran. Hijrah, kita semuanya ingin hjuga dari ketimpangan-ketimpangan menuju ke sebuah keadilan sosial.
Ia menjelaskan, untuk mempercepat hijrah bangsa kita, untuk kelancaran hijrah bangsa Indonesia, dibutuhkan manusia-manusia yang unggul, manusia-manusia yang cerdas, manusia-manusia Indonesia yang inovatif, manusia Indonesia yang akhlakul karimah, manusia Indonesia yang cinta akan tanah airnya.
Tampak hadir dalam kesempatan itu antara lain Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) Imam Nahrawi, Rois Syuriah PBNU KH. Mustofa Aqil Siroj, Sekjen PBNU Helmy Faishal Zaini, Ketua Umum IPNU Asep Irfan Mujahid, Ketua Umum IPPNU Puti Hasni. (RAF/AGG/ES)